Gen Z Melek Politik Islam, Rubah Indonesia Cemas Ke Indonesia Emas

 

Oleh : vieDiharjo (Ketua Komunitas Ibu Hebat)

Sebuah penelitian tentang partisipasi politik gen Z atau i-generation atau zoomer menyatakan bahwa generasi ini cenderung menjadi konsumen (Yolanda & Halim 2020). Generasi ini lahir dalam rentang waktu setelah 1996. Karakter generasi ini cenderung terdidik dan digital native (kedekatan secara alamiah dengan teknologi). Karakter ini mempengaruhi partisipasi mereka cenderung pasif dalam politik, lebih menyukai sekedar membaca, mengamati, berdebat di ruang sosial media, alih-alih terlibat dalam strategi di lapangan. Zoomer dinilai masih gamang dalam urusan politik. 

Penguasaan zoomer dalam hal teknologi hari ini, menarik perhatian para politikus dan mencoba menarik perhatian mereka untuk memasuki landscape politik, sayangnya hal itu tidak menjamin kecerdasan dan wawasan mereka dalam hal politik. Potensi zoomer lainnya adalah kecepatan mereka dalam mengakses isu dan informasi yang sedang menjadi pembicaraan di dunia. Misalnya isu keragaman, kesetaraan, perubahan iklim hingga pemerintahan yang bersih juga mereka mainkan dan komentari. Greta Thunberg yang fokus isu perubahan iklim, Malala Yousafzai pada isu perdamaian, hingga insiator gerakan Umbrella Revolution, Joshua Wang adalah beberapa nama yang disebut sebagai representasi zoomer. 

Keaktifan zoomer pada isu-isu kekinian melahirkan ekspektasi yang cukup tinggi bahwa zoomer akan menjadi pendorong perubahan. Bahkan pada tahun 2018, Time menurunkan artikel How Generation Z Will Change The World. 

Di Indonesia, total zoomer mencapai 27,94% dari total populasi, cukup besar secara jumlah namun tidak merepresentasikan kesadaran politik mereka. Terdapat survei dari Indikator Politik untuk menggambarkan situasi tersebut. Survei yang dilakukan pada Bulan Maret 2021 menyebutkan sebesar 42% zoomer tidak (belum) terlibat dalam aktivitas politik kenegaraan. Artinya gen Z atau zoomer yang belum melek politik masih cukup besar. Terjadi apatisme (acuh tak acuh) dalam politik. Apatisme zoomer semakin menjauhkan perubahan yang diinginkan, zoomer akan menghindari terlibat secara aktif dalam isu-isu perubahan, berbagai informasi yang mereka akses di media sosial membawa mereka pada kesimpulan bahwa politik adalah cara elit untuk mencapai kepentingan mereka. Di lain pihak apatisme zoomer akan memicu konflik antara mereka dengan generasi-generasi sebelumnya, yaitu millenial dan baby boomer yang lebih aktif dalam politik praktis dan zoomer akan dilabeli tidak peduli pada perubahan dan masa depan. 

Mengapa bisa muncul apatisme politik pada gen Z atau zoomer? Apatisme politik zoomer bisa didorong oleh ketidakpercayaan pada institusi pemerintah, mudahnya zoomer mengakses informasi membuat berbagai skandal, korupsi, nepotisme, penyalahgunaan wewenang cepat sampai pada mereka, dan membuat mereka menyimpulkan pemerintah tidak transparan dan lebih mengutamakan kepentingan elit atau kelompok mereka. 

Akses zoomer terhadap informasi di media sosial sangat beragam bahkan cenderung overload, beberapa pihak menyebut seperti ‘dengungan lebah’ bercampur antara fakta politik, hoaks hingga kontroversi dan konflik sehingga banyak zoomer justru memilih menjauh karena terlalu bising dan hanya mengambil hal-hal yang relevan dengan keadaan mereka saat ini dan berpolitik tidak berada dalam pilihan mereka. Zoomer sangat menghubungkan kehidupan mereka dengan media sosial, pikiran dan perasaan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga isu-isu politik terasa ‘jauh’ seperti makro ekonomi, kebijakan luar negeri, perubahan iklim meskipun penting tetapi zoomer merasa tidak ‘relate’ mereka lebih memilih isu yang lebih personal, misalnya, hak-hak digital, mental health, dan isu sejenis. 

Teknologi tidak bisa dipungkiri memudahkkan banyak hal dalam kehidupan manusia, namun di sisi lain telah ‘mendidik’ zoomer lebih menyukai hal-hal yang bersifat cepat dan instan. Sementara politik dipandang oleh zoomer begitu kompleks dengan bahasa-bahasa yang rumit, proses yang cenderung lambat dengan pandangan seperti ini zoomer memilih tidak terlibat pada politik secara langsung (apatis). 

Indonesia cemas, bila apatisme politik terus melanda zoomer, generasi penghuni masa depan, sementara banyak kebijakan-kebijakan terkait urusan rakyat lahir dari proses bernama politik? bagaimana agar zoomer melek politik yang akan mengantarkan pada Indonesia emas?


Gen Z (Zoomer) Melek Politik Islam Mengantar Indonesia Emas 

Islam adalah agama yang sempurna. Politik adalah bagian dari ajaran islam. Didalam islam politik adalah mengurus urusan umat (rakyat) baik didalam negeri maupun diluar negeri dengan hukum islam. Seorang muslim ketika berpolitik harus diarahkan untuk kepentingan islam dan umat islam bukan selainnya. Sebagaimana Allah berfirman,
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ ٱلْإِسْلَٰمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِى ٱلْءَاخِرَةِ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (Qs.Ali Imron ayat 85)

Pemikiran bahwa islam adalah agama yang hanya mengatur soal ritual ibadah (mahdhah) harus dibuang jauh karena islam juga mengatur soal politik dan muamalah (ghayru mahdhah). Inilah hal pertama yang harus ditanamkan pada gen Z atau i-generation atau zoomer bahwa asas dan tujuan berpolitik adalah keimanan dan ketaatan kepada Allah bukan transaksional hanya mengejar kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. 

Selanjutnya, ketika seorang muslim berpolitik dengan asas dan tujuan merealisasikan keimanan dan ketaatan kepada Allah maka tidak ada keengganan untuk menerapkan aturan islam untuk menyelesaikan segala problematika kehidupan dengan hukum islam. Sebagimana Allah berfirman, 
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ 
”Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim” (Qs.Al Maidah ayat 45)

Kekuatan niat seorang muslim untuk memutuskan segala perkara menurut apa yang Allah turunkan adalah sebuah keharusan bahwa arah politik seorang muslim adalah menegakkan islam secara kaffah, sebagaimana Allah berfirman, 
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱدْخُلُوا۟ فِى ٱلسِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
”Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu” (Al Baqarah ayat 208)

Jika Indonesia emas dimaknai sebagai negeri yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur seperti dalam Qs.Saba ayat 15, “…(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun". Maka faktor penting yang harus ada adalah para pemudanya, gen Z (Zoomernya) adalah orang-orang yang melek politik islam, yang memahami dan menjalankan politik islam, arah dan tujuan politik islam, yaitu mengurus urusan umat (rakyat) baik didalam dan diluar negeri dengan hukum islam sehingga islam menjadi rahmatan lil’alamiin.

Waspadalah, Gen Z alias i-generation alias zoomer dijauhkan dari islam karena ketika mereka melek politik islam maka tidak ada kesempatan bagi para kapitalis untuk memanfaatkan rakyat demi keuntungan bagi mereka, dan mereka telah melakukannya sejak tahun 1924 dengan meruntuhkan Khilafah. 

“We must put an end to anything which brings about any Islamic unity between the sons of the muslims. The situation now is the turkey is dead and will never rise again, because we have destroyed its moral strength, The Chaliphate and Islam.” (Lord Curzon, Menteri Luar Negeri Inggris tahun 1924 M)

Wallahu’alam bisshowab 




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar