Hubungan Suami Istri dalam Pandangan Islam


Oleh: Ferdina Kurniawati (Aktivis Dakwah)

Kasus pembunuhan suami bacok istri hingga kepala dan tangan penggal di Desa Belimbing Kecamatan Long Ikis pada Minggu 13 Oktober 2024 dirilis Polres Paser ke awak media.

Kapolres Paser AKBP Novy Adi Wibowo menyampaikan kronologi kejadian bermula saat tersangka dan korban bertengkar karena masalah rumah tangga. Sampai puncaknya tersangka A (29) emosi kepada korban F (22), saat korban mengajak bercerai. Ini adalah pertengkaran kedua dalam sehari. 

Saat itu tersangka sedang di luar rumah duduk-duduk, dan langsung emosi sampai mengambil parang kemudian membacok korban dibagian tangan hingga putus," kata Kapolres Novy, Rabu (16/10/2024). 

Korban sempat menenangkan tersangka dan menahan bacokan tersangka, namun akhirnya tidak kuat sampai akhirnya terjatuh. Saat korban terkapar terlentang, langsung dibacok di area leher 3 kali menggunakan parang sampai meninggal. Tersangka juga sempat menusuk perut korban 1 kali, dan menusuk kepala 5 kali.


Bobroknya Sistem yang Diterapkan

Sungguh sangat menyesakkan dada. Demikian banyak kasus kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga. Ternyata, berbagai aturan yang dikeluarkan pemerintah, tidak mampu menyolusinya, padahal peraturan tersebut sangat banyak dan sudah ada sejak lama.

Tidak dimungkiri, memang ada upaya berbagai pihak untuk menyelesaikan masalah kekerasan yang terjadi di keluarga, di antaranya Layanan SAPA 129 Kemen PPPA. Pemerintah juga telah mengeluarkan UU 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Namun, apakah semua itu mampu menyelesaikan masalah kekerasan yang ada? Faktanya, justru makin marak terjadi, bahkan berujung kepada kematian dan mutilasi.

Jika kita telusuri secara mendalam, merebaknya KDRT adalah akibat tidak adanya perlindungan terhadap perempuan, baik oleh negara, masyarakat, maupun keluarga. Aturan-aturan yang diterapkan hari ini adalah aturan buatan manusia yang tidak memiliki standar baku. Ini semua terjadi karena sistem sekuler kapitalisme yang tengah mencengkeram negeri ini.

Sistem ini telah menjadikan kaum muslim kehilangan gambaran nyata tentang kehidupan Islam yang sesungguhnya. Terlebih dengan makin gencarnya upaya Barat melancarkan perang pemikiran dan budaya di dunia Islam, kaum muslim pun kian jauh dari agamanya sendiri, baik pemikiran maupun hukum-hukumnya.

Akhirnya, posisi Islam yang seharusnya menjadi acuan atau landasan dalam berpikir dan bertingkah laku, tergantikan oleh pemikiran sekuler kapitalisme. Tidak aneh jika corak kehidupan sekuler kapitalistik yang akhirnya mendominasi umat.

Corak kehidupan ini akhirnya membuat kaum muslim bingung untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul di tengah mereka. Ini karena corak hidup sekuler kapitalistik memang memisahkan agama dari kehidupan. Agama tidak dijadikan sebagai solusi atas segala permasalahan. Kehidupan yang serba bebas mendorong setiap orang merasa berhak melakukan apa pun demi mencapai keinginannya, termasuk dengan melakukan kekerasan.

Jika kita mau jujur, jelas sekali bahwa maraknya kekerasan di masyarakat kita, termasuk di dalam rumah tangga, merupakan cerminan dari gagalnya bangunan sosial politik yang didasari ideologi kapitalisme. Diperparah dengan rapuhnya tatanan moral masyarakat yang ada sebagai akibat tidak adanya standar baku. Yang ada hanya nilai kemanusiaan semu yang diagungkan, padahal sifatnya jelas relatif.

Kalau saja kaum muslim mau menengok kepada Islam dan memahami ajarannya, sebenarnya Islam telah memberikan jawaban tuntas terhadap segala permasalahan, termasuk kekerasan terhadap perempuan. Kita tinggal mengikuti segala yang telah Allah Swt. wahyukan dan meneladan utusan-Nya, Muhammad (saw.)


Hanya Syariat Islam Solusi Permasalahan Kekerasan

Satu-satunya harapan untuk menyelesaikan kekerasan adalah kembali pada aturan Islam, aturan yang datang dari Allah Taala. Al-Qur’an telah memaparkan dengan jelas bahwa Muhammad saw. diutus ke dunia ini adalah sebagai rahmat bagi alam semesta. Artinya, segala yang Rasulullah bawa, yaitu Islam, akan memberikan rahmat dan ketenteraman bagi manusia di muka bumi ini, tentu jika kita melaksanakan Islam secara kafah.

Islam sebagai din yang sempurna sangat melindungi umatnya. Rasulullah saw. menegaskan, “Barangsiapa yang bangun pada pagi hari merasa aman di sekitarnya, sehat badannya, dan mempunyai makanan (pokok) hari itu, seolah-olah ia telah memiliki dunia seisinya.” Dalam hadis ini, Rasulullah saw. menyetarakan keamanan dengan makanan pokok, padahal makanan adalah kebutuhan vital rakyat. Artinya, keamanan juga merupakan kebutuhan vital bagi rakyat.

Oleh karenanya, negara wajib menjaga keamanan seluruh rakyatnya, laki-laki atau perempuan, kaya atau miskin, anak-anak maupun dewasa, muslim atau nonmuslim, tanpa ada perbedaan hingga terhindar dari kekerasan.

Negara, melalui pemimpinnya (khalifah), bertanggung jawab mengatur urusan rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap imam adalah pemimpin dan pengatur urusan rakyatnya, maka ia akan dimintai pertanggungjawaban atas tanggungannya.” (HR Bukhari-Muslim dan Ibnu Umar).

Demikian pula dalam keluarga, seorang kepala keluarga adalah pemimpin bagi keluarganya, maka ialah yang berkewajiban untuk melindungi anggota keluarganya. Caranya wajib berdasarkan perintah Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana firman Allah dalam QS An-Nisa’ ayat 34 dan hadis Rasul saw., “Seorang laki-laki adalah pemimpin rumah tangga yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR Bukhari-Muslim).

Perlindungan Islam terhadap perempuan diserahkan kepada kepala keluarga, wali, atau mahramnya. Hal ini tecermin dalam syariat Islam, seperti adanya perwalian terkait kewajiban nafkah (lihat QS Ath-Thalaq: 6—7), kewajiban bagi mahram untuk mendampingi perempuan yang menjadi mahramnya dalam safar atau bertemu dengan laki-laki dalam situasi tertentu, dan sebagainya.

Banyak nas yang memerintahkan perempuan itu sendiri untuk menjalankan hukum syarak bagi mereka sebagai penjagaan atau perlindungan terhadap kehormatan mereka. Misalnya, aturan berkerudung dan berjilbab, hadis tentang safar, ataupun keharusan seorang istri meminta izin suami ketika ia harus keluar rumah, dan sebagainya.

Allah berfirman, “Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan perempuan-perempuan mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah dikenal sehingga mereka tidak diganggu.” (QS Al-Ahzab: 59).

Sungguh, Islam telah memberikan jawaban terhadap berbagai permasalahan manusia secara terperinci, tegas, tuntas, dan jelas, termasuk terkait kekerasan terhadap perempuan. Perempuan—bahkan siapa pun—akan terlindungi oleh syariat Islam dan tercegah dari segala bentuk kekerasan. Siapa saja yang melaksanakan aturan-aturan Allah dan Rasul-Nya, akan mendapatkan ketenteraman dan ketenangan karena aturan Allah dan Rasul-Nya memuaskan akal dan sesuai fitrah manusia dan tidak akan pernah berubah sampai akhir zaman.

Hanya saja, aturan atau hukum Islam tidak dapat tegak, kecuali jika tiga pilar tegaknya hukum Islam diterapkan, yaitu pembinaan individu yang mengarah kepada pembinaan masyarakat, kontrol masyarakat, dan adanya suatu sistem yang terpadu yang dilaksanakan oleh sebuah negara. Keberadaan negara inilah yang berperan penting untuk memberikan suasana yang kondusif di tengah umat agar keluarga dan masyarakat akan terhindar dari berbagai tindakan kekerasan, tentu saja dengan menerapkan sistem Islam secara kafah.


Memberantas Kekerasan dalam Keluarga Butuh Peran Negara

Upaya menghindarkan terjadinya kekerasan tidak cukup hanya dilakukan dalam tiap-tiap keluarga muslim, melainkan harus pula dihindarkan dalam kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, kita pun memiliki kewajiban untuk berusaha memberantas kasus kekerasan ini di masyarakat. Semua ini tidak mungkin terwujud jika dilakukan sendiri atau beberapa keluarga muslim saja. Bagaimanapun kuatnya kita memproteksi keluarga dengan aturan-aturan Islam dan melakukan pembinaan intensif kepada seluruh anggota keluarga dan masyarakat sekitar, apabila sistem yang berlaku bukan aturan Islam, sungguh tidak akan mudah bagi bangunan keluarga yang kukuh itu bisa bertahan, terlebih memperbaiki kondisi masyarakat.

Untuk itu, penataan kehidupan yang benar berkaitan dengan semua urusan masyarakat sangat diperlukan. Dengan sistem politik Islamlah semua itu bisa terwujud. Sistem politik Islam memiliki kemampuan untuk memberikan solusi atas semua persoalan, baik individu, keluarga, maupun masyarakat. Sistem Islam yang ditegakkan dalam naungan Khilafah akan mampu menjaga keluarga dan masyarakat agar tetap dalam keimanan dan tatanan Islam.

Dalam sistem ekonomi Islam, misalnya, harta milik umum, seperti air, padang rumput, dan api atau sumber energi, akan dikelola negara untuk kepentingan rakyatnya. Telah tercatat dalam sejarah, tatkala Khilafah menerapkan aturan ekonomi Islam, negara mampu menyejahterakan rakyatnya sekaligus mampu memelihara naluri manusia. Kaum perempuan bisa melaksanakan peran utamanya sebagai ummun wa rabbatul bayt karena para suami atau ayah telah memenuhi kewajiban nafkah mereka.

Sistem pergaulan pun dijaga dalam institusi Khilafah. Negara akan memberlakukan aturan pergaulan Islam dengan sempurna sehingga naluri kasih sayang tersalurkan dengan benar sesuai tuntunan syarak. Dengan keberadaan naluri kasih sayang ini, seorang suami akan benar-benar berposisi sebagai qawwam. Ia akan menyayangi istri dan anak-anaknya sepenuh hati dan memberikan kehidupan yang baik dan sejahtera bagi keluarganya. Sebaliknya, seorang istri pun akan senantiasa sayang, taat, dan menghormati suaminya. Kondisi ini akan menjadikan keluarga sebagai tempat yang aman bagi seluruh anggota keluarga sehingga terhindar dari berbagai tindakan kekerasan. Yang terjadi adalah saling menyayangi satu sama lain, insyaallah.

Lebih dari itu, negara akan memberlakukan sanksi tegas bagi siapa pun yang melakukan tindak kekerasan. Khilafah akan menerapkan sanksi jinayah, yaitu pelanggaran terhadap badan yang di dalamnya mewajibkan berupa kisas atau harta (diat), juga bermakna sanksi-sanksi yang dijatuhkan terhadap tindak penganiayaan. Bentuk jinayah yang paling besar adalah tindakan pembunuhan tanpa hak, sedangkan bentuk penganiayaan lainnya, seperti pematahan terhadap gigi, juga termasuk jinayah. (Abdurrahman al-Maliki, Nizhamul ‘Uqubat).

Allah Swt. berfirman, “Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya (balasan yang sama). Barang siapa melepaskan (hak kisas)nya, maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang Allah turunkan, maka mereka itulah orang-orang zalim.” (QS Al-Maidah: 45). Ayat ini berlaku bagi siapa saja yang melakukan penganiayaan terhadap orang lain, termasuk suami yang melakukan tindak kekerasan terhadap istrinya ataupun sebaliknya.

Wallahualam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar