Ilusi Mencari Solusi Deflasi dalam Sistem Demokrasi


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta kelompok pedagang pasar untuk saling berkoordinasi, guna mengatasi tren deflasi yang terjadi selama 5 bulan beruntun. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendagri Moga Simatupang memandang, sejumlah harga komoditas pangan saat ini memang sedang menurun. Lantaran, curah hujan tahun ini lebih bagus dibanding 2023 lalu yang sempat mengalami kemarau panjang. Sehingga produktivitas beberapa bahan pangan terjadi peningkatan. (Liputan6 online, 7/10/2024).

Agar tidak terjadi depresiasi harga secara berlebih, Moga mendorong kelompok asosiasi pedagang pasar tidak membuat harga bahan pangan semisal beras dan cabai terlalu murah di satu titik. Dengan cara mendistribusikannya ke beberapa pasar lain yang kekurangan stok. Menurut dia, kolaborasi antara asosiasi pedagang pasar tersebut cenderung belum efektif. Moga lantas memohon kerja sama mereka agar harga pangan di pasaran tidak terus merosot. 

"Untuk itu kami mohon, ada beberapa asosiasi pedagang pasar. Ada APPSI, IKAPPI, Asparindo, Aparsi. Peran mereka sebetulnya sangat besar sekali untuk memonitor antara pasar di daerah A dan pasar di daerah B. Kalau memang pasarnya di daerah A sedang turun, bisa komunikasi mereka dengan pasar yang tidak memproduksi cabai, contohnya di Sulawesi. Kami mendorong teman-teman dari asosiasi pedagang pasar yang ada empat itu supaya betul-betul membangun sistem komunikasi. Sehingga tidak terjadi pasang surut atau depresiasi harga yang tinggi," ujarnya di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (7/10/2024).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada September 2024 terjadi deflasi sebesar 0,12% secara bulanan, atau terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,06 pada Agustus 2024 menjadi 105,93 pada September 2024. Hal ini membuat publik khawatir momen kelam pelemahan ekonomi tahun 1999 akan terulang. Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan, deflasi pada tahun 1999 waktu itu terjadi selama tujuh bulan berturut-turut. Dalam catatannya, deflasi terjadi pada Maret hingga September. Selain itu, Amalia juga mencatat, deflasi secara berturut-turut juga pernah terjadi pada Desember 2008 sampai dengan Januari 2009 akibat anjloknya harga minyak dunia.


Menanggapi hal itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta publik memeriksa betul apa penyebab dari deflasi tersebut. Meski begitu, Jokowi memastikan deflasi dan inflasi harus dikendalikan, sehingga harga barang tetap stabil dan tidak merugikan produsen seperti petani, nelayan, pedagang UMKM, atau pun pabrikan termasuk konsumen.

"(Apa) sebab penurunan harga barang? pasokannya baik, distribusinya baik, transportasi nggak ada hambatan atau (apa) karena memang ada daya beli yang berkurang? Jangan sampai harga-harga terlalu rendah supaya produsen tidak dirugikan, supaya petani yang produksi tidak dirugikan. Itu menjaga keseimbangan itu yang tidak mudah dan kita akan berusaha terus,” kata Jokowi kepada awak media di IKN, Minggu (merdeka online, 6/10/2024).

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menilai deflasi yang dialami Indonesia secara 5 bulan berturut-turut merupakan hal yang positif. Menkeu menjelaskan, jika dilihat dari sisi komposisi inflasi. Pemerintah memang berupaya menjaga inflasi tetap rendah karena itu menentukan daya beli. Pasalnya, dilihat ke belakang inflasi itu banyak dipengaruhi oleh volatile food. Jika volatile food tidak ditangani dengan baik, maka akan sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat, terutama kepada masyarakat konsumen kelompok menengah bawah. Pasalnya kelompok ini banyak menggunakan uangnya untuk makanan.

"Jadi, kalau deflasi ini lima bulan terutama dikontribusikan oleh penurunan harga pangan, itu menurut saya merupakan suatu perkembangan yang positif terutama juga kalau dari sisi fiskal kan kita menggunakan APBN fiskal itu pertama untuk menstabilkan harga belanja kita untuk makanan dalam hal ini bantuan dalam bentuk bantuan bansos dalam bentuk pemberian ayam, telur, beras, waktu itu itu adalah tujuannya untuk menurunkan beban. Kenaikan inflasi yang tinggi semenjak tahun lalu itu karena banyak sekali dipengaruhi oleh food atau makanan. Di satu sisi penurunan yang berasal dari volatile food, itu adalah memang hal yang kita harapkan bisa menciptakan level harga makanan di level yang stabil rendah, itu baik untuk konsumen di Indonesia yang terutama menengah bahwa mayoritas belanjanya adalah untuk makanan," kata Sri Mulyani saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (4/10/2024).

Secara teori, pembentukan harga merupakan perkara alami sesuai pergerakan permintaan dan penawaran. Ketika penawaran naik dan permintaan tetap, harga akan turun. Ketika permintaan naik dan penawaran tetap, harga akan naik. Terus seperti itu sehingga naik turunnya harga wajar adanya.

Harga yang ideal bukanlah yang murah atau yang mahal. Harga yang ideal berada pada interval tertentu yang rakyat bisa menjangkaunya dan petani mendapatkan untung. Jika harga terlalu mahal, rakyat terancam tidak mendapatkan asupan gizi yang penting bagi tumbuh kembang generasi. Jika harga anjlok, petani akan gulung tikar. Kalau banyak petani berguguran, suplai akan terganggu dan memunculkan masalah baru.

Sebenarnya, sudah ada regulasi terkait harga pangan, yaitu Permendag 7/2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen. Namun, aturan ini tidak efektif melindungi petani. Berdasarkan pengakuan para petani kepada Mendag, ketika harga berada di atas harga acuan, petani sering dimintai keterangan oleh Satgas Pangan. Namun, ketika harganya berada di bawah harga acuan, tidak ada solusi dari pemerintah. 

Apalagi harga pasar yang tinggi saja tidak selalu menguntungkan petani karena harga di pasar dengan harga dari petani terdapat selisih yang signifikan. Itulah sebabnya di beberapa kasus, petani lebih memilih membuang hasil panennya ketimbang menjual dengan harga murah karena besarnya biaya tanam (bibit, pupuk, dan pemeliharaan) tidak tertutupi oleh hasil panen ketika harga murah.

Ditambah adanya faktor lain yang menyebabkan deflasi tahun ini, diantaranya banyak terjadinya PHK dan minimnya lapangan kerja di sektor padat karya. Hal ini mengakibatkan konsumsi rumah tangga mengalami penurunan daya beli signifikan, karena pendapatan yang minim. Menurunnya daya beli masyarakat akan berdampak pada menurunnya harga-harga barang. Terus berulang hal demikian menjadikan lingkaran setan yang sulit dipecahkan. Pada akhirnya akan berdampak pada kesehatan, keamanan, dan pendidikan.

Inilah bukti buruknya pengaturan dalam sistem demokrasi kapitalisme. Jangankan mengurus umat, antar pejabat negara saja arah pandang kebijakannya bertentangan. Masalah ini tidak cukup hanya dengan komentar tanpa aksi nyata menyelesaikan masalah dari akarnya. Apalagi menganggap hal ini sebagai hal yang biasa, karena sudah biasa terjadi dan akan berhenti dengan sendirinya meskipun diatasi dengan biasa-biasa saja.

Sistem kapitalisme menjadikan negara sebagai regulator semata, bukan pengurus utama urusan umat dimana pemerintahan dikendalikan oleh para pemilik modal. Sistem ekonomi kapitalisme meniscayakan liberalisasi dan privatisasi SDA menjadi legal di negeri ini. Hal ini tentu saja menyebabkan negara kehilangan pemasukan besarnya, akhirnya hanya mengandalkan pajak dari rakyat untuk menopang seluruh berjalannya roda pemerintahan.

Berbeda dengan sistem Islam. Sistem ekonomi Islam memiliki sejumlah mekanisme dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sistem ekonomi Islam menjadikan negara sebagai pihak sentral dalam mengurusi urusan umat. Dengan begitu, pemerintah tidak fokus pada perkembangan ekonomi tanpa memperhatikan manusianya. Pemerintah akan menjamin semua laki-laki bekerja sebab kewajiban nafkah ada pada kaum laki-laki. Dari sini pemerintah akan berupaya untuk membuka lebar lapangan pekerjaan. 

Sistem ekonomi Islam menjadikan negara terbebas dari utang, kebijakan ekonominya independen, bebas dari kendali asing, dan seluruh kebijakannya berfokus pada kepentingan umat. Sumber pemasukan negara yang melimpah dari kepemilikan umum, fai dan kharaj, serta zakat akan sangat mampu mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Daya beli masyarakat akan tinggi karena mereka memiliki pendapatan yang layak sehingga memiliki uang untuk dibelanjakan. Ekonomi pun bisa berputar dengan baik dan kebutuhan pokok akan terdistribusi dengan merata hingga level individu per individu.

Negara Islam memiliki mekanisme nonekonomi, salah satunya adalah pemberian santunan kepada keluarga miskin berupa kebutuhan pokok hingga keluarga tersebut mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Jaminan kebutuhan pokok dalam Islam bukan hanya pangan, tetapi juga sandang dan papan. Semua itu jika rakyat tidak bisa memenuhi sendiri, negara akan membantunya. Sedangkan kebutuhan pokok masyarakat terhadap kesehatan, pendidikan, dan keamanan akan dijamin seluruhnya oleh negara. 

Negara bersistem Islam akan membuat regulasi administratif yang mencegah terjadinya monopoli maupun oligopoli. Perusahaan tidak akan dibolehkan menguasai pasar dari hulu hingga hilir. Negara akan melakukan fungsi pengawasan terhadap harga pangan setiap hari di pasar.

Negara juga akan memberikan fasilitas yang memudahkan petani. Misalnya pemberian modal untuk memperbesar usaha sehingga secara keuangan lebih efisien. Juga pengawasan produksi dan distribusi bibit, pupuk, juga alat pertanian yang canggih dan modern agar mudah diakses petani dengan harga yang realistis.

Negara tidak akan mematok harga, sebab pematokan harga secara syar’i terlarang dan secara praktis tidak efektif mengendalikan harga. Hal ini hadis Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Ahmad:
 غَلَا السِّعْرُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ, لَوْ سَعَّرْتَ, فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ الْخَالِقُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّزَّاقُ الْمُسَعِّرُ وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اللَّهُ وَلاَ يَطْلُبُنِي أَحَدٌ بِمَظْلِمَةٍ ظَلَمْتُهَا إِيَّاهُ فِي دَمٍ وَلَا مَالٍ
Harga melonjak pada masa Rasulullah saw., lalu mereka berkata, “Ya Rasulullah, andai saja Anda mematok harga.” Beliau saw. bersabda, “Sungguh Allahlah Yang Menciptakan, Yang Menggenggam, Yang Melapangkan, Yang Memberi Rezeki, dan Yang Menetapkan Harga. Aku sungguh berharap menjumpai Allah dan tidak ada seorang pun yang menuntutku dengan kezaliman yang aku lakukan kepadanya dalam hal darah dan tidak pula harta.” (HR Ahmad)

Berdasarkan hadis tersebut, sudah tentu negara akan menyelesaikan problem produksi dan distribusi sehingga harga bisa menguntungkan semua pihak, baik produsen maupun konsumen. Negara pun akan mendorong industri dalam negeri untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri sehingga pasar bibit, pupuk, alat pertanian, dan hasil bumi beserta olahannya tidak dikuasai perusahaan asing.

Negara Islam tidak akan tunduk pada kekuatan korporasi, apalagi korporasi asing. Negara akan berlaku adil menerapkan syariat sehingga tidak ada anak emas yang diistimewakan, sedangkan yang lain dipinggirkan. Dengan demikian kesejahteraan akan dirasakan oleh semua pihak. Mari bersama-sama kita mewujudkannya.

Wallahu'alam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar