Belakangan ini didapati pandangan bahwa di Indonesia terdapat fenomena kemunduran demokrasi (Democratic Backsliding). Atas hal itu muncul banyak sekali harapan yang menyasar Gen Z khususnya mahasiswa untuk bisa menjadi agen perubahan.
Ketua APSIPOL Iding Rosyidin mengatakan bahwa, “Sebagai solusi, harus ada reformasi dalam tubuh partai politik dengan adanya perubahan pola rekrutmen, kaderisasi, dan distribusi politik itu sendiri. Idealnya mahasiswa sejak di Kampus sudah belajar tentang politik, supaya dari awal sudah punya sense politik, sehingga ketika masuk ke partai politik mereka sudah siap.” (Bangkapos.com, 18/09/2024).
Namun, tidak bijak pula menjadikan hal di atas sebagai landasan untuk mencetak perubahan. Gen Z perlu memahami pula bagaimana politik demokrasi berjalan. Alih-alih mengarahkan pemuda berpolitik di dalam bingkai demokrasi, justru itu membuat Gen Z tidak dapat mengkritisi dan memahami kesalahan dari demokrasi itu sendiri secara konseptual.
Demokrasi menunjukkan kepada kita semua berbagai kerusakannya. Demokrasi hadir dengan konsep rakyat sebagai kekuasaan tertinggi baik secara langsung dan juga perwakilan terpilih. Keputusan hadir atas kehendak mayoritas, dan di dalamnya pula terdapat kebebasan-kebebasan.
Dengan konsep di atas kita menemukan pula bagaimana standar kebebasan melambung tanpa batas sehingga dapat membuat aktor-aktor yang katanya merupakan perwakilan dari rakyat bisa melakukan apa saja. Ditambah juga dengan tujuan politik yang seharusnya berfokus pada pelayanan rakyat menjadi beralih kepada urusan kepentingan aktor-aktor politik untuk bisa mendompleng tiada akhir dari jabatan, kesempatan, dan membutakan rakyat secara terus menerus.
Dengan butanya rakyat termasuk Gen Z di dalamnya, hal itu menjadi jurang yaitu terus menerusnya diperalat demi tujuan politik semata. Bahkan keterlibatan Gen Z yang diupayakan bukan untuk meningkatkan perubahan baik secara umum, tapi semata hanya untuk penyumbang suara bagi aktor politik sehingga bisa memenangkan kontestasi.
Padahal Gen Z memiliki segudang potensi mulai dari pemikiran yang kritis dan fisik yang kuat untuk mencetak perubahan. Bahkan dapat dikatakan Gen Z menjadi pemeran utama di masa sekarang untuk dapat terjun ke dunia politik dan mengambil peran mencetak keadaan yang lebih baik.
Berbeda dengan politik ala demokrasi yang memungkinkan di dalamnya terjadi manipulasi dan cita-cita individual yang hanya berputar pada kepentingan-kepentingan, ternyata ada politik Islam yang hadir dengan cita-cita mulia.
Sebab, banyak gerakan yang hanya menghasilkan kegagalan lantaran di dalamnya tidak didasari oleh pemikiran yang jelas, tidak mempunyai metode yang benar, bertumpu pada orang-orang yang belum sepenuhnya mempunyai kesadaran yang benar, dan tidak mempunyai ikatan yang benar. Maka wajar di dalamnya tidak mencetak perubahan dan mudah lenyap begitu saja.
Gerakan berlandaskan Islam secara menyeluruh hadir dengan mendakwahkan Islam dan berupaya mengembalikan segala permasalahan dengan menyolusinya berdasarkan hukum syara. Iya, dengan aturan Allah sebagai Sang Pencipta dan Sang Pengatur. Islamlah yang mempunyai tujuan politik di bawah naungan negara untuk mengurusi urusan umat, sama sekali bukan demi nafsu dunia semata.
Dengan demikian, mengoptimalkan potensi Gen Z maka penting sekali memantik Gen Z untuk berperan, memahami konteks politik yang benar, dan melakukan perubahan politik. Hendaknya Gen Z bergabung dengan gerakan Islam kafah atau partai politik yang shahih yaitu yang memiliki pemikiran/fikrah politik Islam, memiliki metode langkah yang relevan dengan permasalahan sistem, memiliki para anggota yang mempunyai kesadaran yang benar, dan tentunya memiliki cita-cita politik yang menuju pada memprioritaskan urusan umat serta menggapai ridha-Nya.
Sekarang adalah waktunya untuk semangat menarasikan kepada Gen Z atas pentingnya perubahan hakiki berlandaskan Islam, menghentikan kebutaan dan kesalahan langkah, serta mencampakkan konsep demokrasi plus keterkaitannya dengan partai-partai sekuler. Sebab itu hanyalah menciptakan pelanggengan atas kerusakan dengan embel-embel partisipasi.
Sebab, Islam hadir sudah begitu lengkap untuk mengurusi berbagai persoalan hidup termasuk politik. Bahkan di dalam penerapan Islam pendidikan politik menjadi tanggung jawab negara untuk mencetak generasi yang kritis dan sebagai penegur di saat ada kekeliruan yang hadir. Dengan begitu, perubahan hakiki akan diraih dan generasi akan menjadi pemain yang mencetak perubahan serta menghasilkan rakyat yang hidup dengan kedamaian.
Wallahu a’lam bishawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar