Kementerian Makin Banyak, Benarkah Demi Kepentingan Rakyat?


Oleh : apt. Siti Nur Fadillah, S.Farm

Banyak tingkah namun nihil pertimbangan. Tampaknya menjadi slogan pemerintahan paslon terpilih Prabowo-Gibran. Tidak perlu banyak pertimbangan dan pengkajian, keputusan besar dengan mudahnya ditetapkan. Demi melanggengkan kekuasaan, apapun akan dilakukan. Termasuk dengan menambah jumlah kroni-kroni dalam tubuh pemerintahan. 

Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani, mengabarkan pemerintahan Prabowo-Gibran akan menambah jumlah kementerian. “Justru harapannya bisa lebih efektif karena ada fokus dari kementerian yang tersentral di situ,” jelas Muzani pada Selasa 17/09/20324 kemarin (Antara). Hal serupa sebelumnya juga dikatakan Ketua MPR RI sekaligus Politikus Senior Golkar, Bambang Soesatyo. Bambang menyebut jumlah Menteri di kabinet Prabowo-Gibran akan bertambah menjadi 44 pos. Dimana sebelumnya, kabinet Jokowi berjumlah 34 pos. Dia menambahkan jumlah pasti kementerian masih dalam tahap pembahasan. Dia menekankan informasi tersebut hanyalah gosip semata (CNBC, 15/09/2024).

Seolah keinginannya diaminkan, DPR pada Kamis 19/09/2024 akhirnya mengesahkan RUU tentang perubahan UU No.39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menjadi undang-undang. Setidaknya terdapat enam poin penting dalam perubahan tersebut. Salah satunya mengenai jumlah kementerian yang kini ditetapkan sesuai dengan kebutuhan presiden (CNN Indonesia, 20/09/2024). Maka, terkabul sudah keinginan mereka agar leluasa menambah kaki tangan yang mudah dikendalikan. 


Penambahan Kabinet Hanya Membebani Rakyat

Tidak peduli seberapa besar beban yang ditanggung rakyat, tak mengapa asal bagi-bagi kekuasaan dapat dilaksanakan. Penambahan jumlah kementerian jelas hanyalah alasan untuk ajang balas budi atas kerja saat pemilu. Besarnya koalisi pendukung, mengharuskan paslon terpilih menyiapkan kabinet gemuk sebagai hadiah. Padahal kabinet gemuk membutuhkan dana yang besar, baik untuk gaji maupun anggaran operasional. Maka resiko bertambahnya utang negara dan naiknya pajak akan meningkat. 

Belum lagi jobdesk tiap kementerian semakin tidak jelas, bahkan besar kemungkinan akan tumpang tindih. Juga ada resiko akan memperbesar celah korupsi. Padahal kasus korupsi kementerian pada periode Jokowi pun tidak terselesaikan dengan baik. Kasus korupsi Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), misalnya. Kerugian negara akibat kasus tersebut mencapai Rp 40 miliar, namun SYL hanya diminta membayar ganti rugi sebesar Rp 14 miliar (Detikjogja, 11/04/2024). Dalam hal ini pihak yang paling dirugikan tentu saja rakyat. Disaat rakyat dipaksa untuk taat membayar pajak, penguasa dengan seenak hati menghamburkan-hamburkannya. Belum lagi pajak yang terus naik untuk menutupi kerugian APBN.

Pendapat diatas sejalan dengan analisis dari Pengajar Hukum Tata Negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro. “Legislasi ini memang seperti kata kawan-kawan biasanya adalah legislasi yang tidak mengakomodasi kepentingan rakyat banyak, lebih kepada legislasi elite politik. Berada pada tingkat elite. Kalaupun ada partisipasi mungkin sifatnya lebih pada partisipasi manipulatif,” jelasnya. Selain Herdiansyah, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, juga memberikan pendapat tentang dampak buruk penambahan pos kementerian ini. “Kabinet obesitas hanya akan membuka peluang korupsi dan tentu menjadi ajang bagi-bagi kekuasaan balas jasa atas kerja Pemilu atau Pilpres,” ucap Dedi. “DPR sejauh ini didominasi penyokong kekuasaan dan kental nuansa kesepakatan untuk membuka peluang banyaknya kementerian di periode depan. Tentu ini berdampak buruk, selain membebani anggaran negara, juga dapat menghambat laju kinerja,” lanjutnya (CNN Indonesia, 20/09/2024).

Kondisi ini kembali menampakkan betapa jahatnya demokrasi. Mulai dari proses pemilu yang penuh kecurangan, aturan yang mudah sekali diubah, hingga terpilihnya pemimpin yang tidak kompeten. Sungguh tidak ada hal yang didapat dari demokrasi, kecuali keburukan. Berawal dari mencabut peran Allah sebagai pembuat hukum, serta memberikannya kepada manusia. Kerusakan demi kerusakan kini telah dirasakan. Padahal Allah sudah memperingatkan, kerusakan di bumi tidak lain disebabkan oleh manusia sendiri.

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" (Ar-Rum: 41).


Solusi Mendasar Permasalahan Pemerintahan

Setelah mengamati carut marutnya pemerintahan dalam sistem demokrasi, kita dapat memahami bahwa segala sesuatu yang diserahkan kepada bukan ahlinya hanya akan menghasilkan kehancuran. Sebagaimana yang telah disampaikan Rasulullah, “Apabila suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat.” (HR. Al-Bukhari). 

Diantara kesalahan penyerahan ini adalah menyerahkan hak Allah sebagai pembuat hukum kepada manusia. Dimana sejatinya menetapkan hukum yang mengikat individu dan seluruh rakyat melalui undang-undang adalah hak Allah semata. Dalam surat Yusuf ayat 40 Allah berfirman:
 Ø§ِÙ†ِ الْØ­ُÙƒْÙ…ُ اِÙ„َّا Ù„ِÙ„ّٰÙ‡ِۗ
“Menetapkan hukum itu hanyalah milik Allah” (QS Yusuf:40)

Menetapkan hukum adalah hak Allah, keahlian Allah, hanya Allah yang mampu. Namun, yang dilakukan manusia justru merampas hak Allah tersebut, menggantinya dengan hukum buatan manusia yang serba kurang, cacat, dan sarat akan kepentingan. Dan kini kita saksikan kehancuran sudah ada di depan mata, kezaliman menyandera kehidupan, penguasa hanya peduli pada kekayaan. Tidak ada lagi kesejahteraan ataupun keberkahan, hanya ada kesengsaraan dan ketidakadilan.

Maka dari itu, satu-satunya solusi dari kehancuran ini adalah dengan mengembalikan hak menetapkan hukum kepada Allah semata. Kedaulatan bukan lagi di tangan rakyat, melainkan di tangan syara’. Dan bentuk pemerintahan yang mampu menjamin kembalinya kedaulatan syara' hanyalah Khilafah Islamiyyah. Yaitu sistem kepemimpinan yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. Sistem yang telah dicontohkan Rasulullah 1400 tahun lalu di Madinah Al-Munawwarah. 

Berbeda dengan demokrasi yang tidak peduli dengan kesejahteraan rakyat, Khilafah dengan tegas menegakkan aturan Allah semata-mata untuk kemaslahatan rakyat. Maka dari itu setiap jengkal keputusan dalam Khilafah selalu menimbang maslahat dan mudharat. Termasuk perihal struktur pemerintahan yang didesain seefektif dan seefisien mungkin, sehingga meminimalkan mudharat yang akan timbul.

Dalam Khilafah, penguasa mencakup empat orang, yaitu Khalifah, Mu’awin Tafwidh, Wali dan Amil. Selain keempat orang tersebut, tidak tergolong sebagai penguasa, melainkan hanya pegawai pemerintah. Khalifah, sang kepala negara, bertugas mewakili umat dalam kekuasaan dan pelaksanaan syara’. Dalam urusan pemerintahan, Khalifah dibantu oleh Mu’awin Tafwidh. Mu'awin Tafwidh diberi wewenang untuk mengatur berbagai urusan berdasarkan pendapat dan ijtihadnya. Meski diberi wewenang, Mu'awin Tafwidh tetap wajib melapor kepada Khalifah tentang apa saja yang telah diputuskan. Agar Khalifah dapat menyetujui yang sesuai dengan kebenaran dan mengoreksi kesalahan. 

Selain sedikitnya kepala yang menjabat sebagai penguasa, alokasi gaji penguasa juga didesain seminimal mungkin. Yaitu cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk dirinya dan keluarganya. Jika ada kelebihan dana yang tidak wajar akan diselidiki dari mana asalnya. Dengan begitu, seseorang yang terpilih sebagai penguasa adalah orang yang benar-benar ikhlas mewakafkan diri untuk mengurusi rakyat. Bukan seseorang yang pamrih, yang bersedia menjabat hanya karena mengejar harta maupun kekuasaan. Terlebih jumlah kekuasaan tidak akan lagi dapat diperbesar hanya untuk dibagi-bagikan. Maha Suci Allah yang telah memberikan petunjuk, sehingga terwujudlah sistem pemerintahan yang mensejahterakan dan jauh dari kezaliman. Wallahu A'lam bishawab. 

 
Referensi:
https://www.antaranews.com/berita/4341075/pengamat-sebut-pemerintahan-prabowo-gibran-layak-miliki-kabinet-gemuk 
https://www.antaranews.com/berita/4338963/muzani-kabinet-gemuk-lebih-efektif-sebab-fokus-kementerian-tersentral https://www.cnbcindonesia.com/news/20240914225716-4-571935/jumlah-kementerian-era-prabowo-jadi-44-sosok-ini-yang-bocorin 
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240920101914-32-1146328/jumlah-kementerian-ideal-untung-rugi-kabinet-gemuk-dan-over-coalition 
https://www.detik.com/jogja/berita/d-7434670/syl-divonis-10-tahun-penjara-pukat-ugm-harusnya-bisa-lebih-tinggi 




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar