Oleh : Ni’mah Fadeli
Gemah ripah loh jinawi begitulah julukan untuk negara ini. Kekayaan alam yang melimpah ruah dianugerahkan Allah Subhanallahu Wa Ta’ala kepada bangsa kita. Mulai dari hutan, lautan, gunung, lembah, sungai, tanah yang subur hingga bermacam barang tambang lengkap tersedia. Dengan kekayaan alam yang sedemikian besar dan jumlah penduduk yang tinggi nyatanya hingga saat ini negara kita belum mandiri. Sejumlah kebutuhan yang sebenarnya melimpah di dalam negeri justru harus didatangkan dari luar atau diimpor. Begitu juga dengan pengelolaan kekayaan alam yang semestinya sangat mencukupi bahkan berlebih jika dikelola sendiri namun justru diserahkan pengelolaannya pada pihak asing.
Kebijakan para petinggi negeri yang sangat mudah memasukkan orang asing tentu memiliki konsekuensi yang besar. Seperti yang terjadi baru-baru ini dimana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Korwas PPNS) mengungkap aktivitas penambangan emas ilegal di Ketapang, Kalimantan Barat yang dilakukan sekelompok warga negara asing (WNA) asal China. Sunindyo Suryo Herdadi, Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM menyebut bahwa modus operandi yang digunakan WNA China tersebut adaah dengan memanfaatkan lubang tambang berizin. (cnbcindonesia.com, 15/09/2024). Penambangan ilegal juga terjadi di Solok, Sumatera Barat. Penambangan ini bahkan merenggut 15 korban jiwa setelah terjadi longsor. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Solok melalui Irwan Efendy sebagai Kalaksa BPBD Kabupaten Solok mengungkap upaya penyelamatan terhambat karena lokasi yang terpencil. (voaindonesia.com, 28/09/2024).
Asing Mengeruk Kekayaan Alam
Kekayaan alam dan sumber daya manusia yang begitu melimpah adalah modal luar biasa yang telah Allah berikan pada negeri ini. Namun karena pengelolaan yang tak pada tempatnya maka manfaatnya tak dapat dirasakan oleh seluruh warga negara. Pemangku kebijakan yang membuat celah dengan memberi kesempatan luas kepada pihak asing justru semakin membuat nestapa rakyat yang dipimpinnya.
Kepercayaan yang diberikan pemerintah dengan mudah disalahgunakan pihak asing karena tentu ingin keuntungan yang lebih meski dengan cara yang salah bahkan berbahaya.
Kejadian tak mengenakkan yang berulang tak kunjung menjadi pelajaran. Negara justru terlihat cuci tangan dan menyalahkan penambangan ilegal. Padahal semua itu terjadi karena celah yang dibuat pemangku kebijakan itu sendiri. Namun begitulah yang akan terus terjadi selama sistem kapitalisme menjadi pedoman pengeloaan negara. Keuntungan demi keuntungan materi akan terus dikejar demi segelintir orang yang memiliki cuan berlebih. Sementara rakyat hanya akan diurus menjelang masa pemungutan suara. Ketika itu seolah-seolah semua waktu, tenaga, pikiran dan materi untuk rakyat semata namun setelah selesai masa pemilihan maka para pemimpin kembali lagi dalam upaya memperkaya diri.
Alam dan Islam
“Ada tiga hal yang tidak boleh dilarang (orang lain dihalangi untuk memanfaatkannya): rerumputan, air dan api.” (HR. Ibnu Majah).
Islam memiliki pengaturan yang jelas untuk kekayaan alam yang ada karena fungsi negara dalam Islam adalah sebagai raain (pengurus) dan junnah (perisai). Terkait barang tambang, Islam membaginya menjadi tiga kelompok, yaitu ; 1) milik individu, jika harta tambang berjumlah sedikit, 2) milik umum, jika harta tambang tersebut berjumlah banyak dan 3) milik negara, jika harta tambang tersebut dikonservasi. Pengelompokan tersebut didasarkan oleh para ahli terkait.
Untuk barang tambang negara maka akan dimaksimalkan dikelola secara mandiri tanpa campur tangan swasta atau asing. Hasil pengelolaan seutuhnya dikembalikan pada rakyat dalam bentuk subsidi energi maupun berbagai fasilitas. Untuk barang tambang yang berjumlah sedikit dan wilayahnya tak membahayakan maka negara membolehkan swasta untuk ikut mengelola namun dengan berbagai syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan negara. Negara juga menyediakan petugas pengontrol agar tak terjadi hal-hal yang merugikan maupun membahayakan semua pihak.
Dengan diterapkannya Islam maka rakyat akan benar-benar terlindungi. Apa yang menjadi hak rakyat akan dikelola sepenuh hati oleh negara dan dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat. Pemangku jabatan bukan mengejar kekayaan namun senantiasa berupaya maksimal agar tidak terjadi pelanggaran syariat Islam. Hal ini dikarenakan setiap individu yang paham dan menjalankan Islam menyadari betul akan adanya hari hisab dimana seluruh amanah akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah Subhanallahu Wa Ta'ala.
Wallahu a’lam bishawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar