Kokohnya Moderasi Beragama pada Kedatangan Paus Fransiskus


Oleh : Ummu Sakhi

Kunjungan Paus Fransiskus ke beberapa negara pada agenda apostoliknya tahun ini merupakan salah satu hasil dari Konsili Vatikan II Nostra Aetate. Secara garis besar dokumen tersebut mengungkapkan bahwa Gereja Katolik sudah mengakui kebenaran dan keselamatan pada agama lain. Namun, pendapat berbeda diungkapkan oleh Miika Ruokanen, dalam disertasinya berjudul “The Catholic Doctrine of Non-Christian Religions according to the Second Vatican Council”, yaitu “... The Council does not recognize the salvific efficacy of other religions.” Gereja Katolik tidak mengakui keefektivan keselamatan pada agama-agama lain. Ini menunjukkan keeksklusivan agama Kristiani. Pendapat ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Paus Yohannes Paulus II dengan penegasan: “Islam is not a religion of redemption.”. (Lihat: John Cornwell, The Pope in Winter: The Dark Face of John Paul II’s Papacy. London: Penguin Books, 2005 dalam Adian: 2024)1.

Kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia salah satunya untuk memperkuat moderasi beragama yang sebenarnya sudah diresmikan tahun 2019 oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (LHS) sebagai Tahun Moderasi Beragama Kementerian Agama. Di tahun itu pula PBB menetapkan tahun 2019 sebagai Tahun Moderasi Internasional (The Internasional Year of Moderation). Bagaimana kita dapat membaca lawatan paus ini sebagai pengokoh moderasi beragama di Indonesia?

Fika Komara dalam tulisannya yang berjudul Bahaya Politik di Balik Populisme Kunjungan Paus di Indonesia (2024)2 mengatakan, bahwa Paus Fransiskus adalah alat yang dipakai oleh Barat dalam mengokohkan Moderasi Beragama melalui proyek dialog antaragama. Platform sekuler ini selalu diulang-ulang Paus selama kunjungannya di Indonesia dan disambut dengan gegap gempita dan penuh rasa bangga oleh para tokoh agama. Jejak Paus ini juga bisa dilihat pada 2021 saat mengunjungi Irak. Paus terus mempromosikan ajaran agama Abraham untuk perdamaian Timur Tengah. Pada saat yang sama (sejak 2020), AS di bawah komando Trump begitu gencar melobi negara-negara Arab untuk menormalisasi hubungan dengan entitas Yahudi melalui apa yang disebut sebagai Abraham Accord. Seluruh dari rangkaian perjalanan apostoliknya ini sebagai misi moderasi beragama di seluruh dunia. Pertanyaannya adalah dari mana moderasi beragama ini lahir?

Beberapa dekade lalu, AS melalui Rand Corporation (sebuah wadah penelitian kebijakan global nirlaba AS) memetakan kaum muslim ke dalam empat golongan, yaitu: Islam tradisional, Islam liberalis, Islam fundamental/radikal, dan Islam moderat. Islam tradisionalis adalah mereka yang mendukung penegakan syariat Islam, menerima demokrasi, dan kritis terhadap pengaruh Barat. Islam liberalis adalah mereka yang anti terhadap penegakan syariat Islam, pro terhadap demokrasi, menerima semua pengaruh ide-ide barat. Islam fundamental/radikal adalah mereka yang mendukung penerapan syariat Islam melalui penegakan Khilafah, anti terhadap sistem demokrasi, dan sangat kritis terhadap pengaruh Barat. Islam Moderat adalah mereka yang anti terhadap penerapan syariat Islam secara kaffah, pro-demokrasi, tetap kritis terhadap pengaruh/ide-ide Barat, dan diberikan status aman bagi Barat atau tidak mengandung ancaman yang berarti bagi Barat (Benard: 2003)3. Bahkan oleh Benard sendiri misi ini disebut Religious Building yang secara konsep mereka ingin mengubah Islam karena ajarannya yang murni tidak akan mengizinkan nonmuslim mengendalikan umat Islam, sumber daya mereka, tanah mereka, atau kekayaan mereka (Pipes: 2004)4. Maka, cara yang ditempuh oleh Barat hari ini adalah dengan meniupkan konsep Moderasi Beragama di benak kaum muslimin dengan dalil menciptakan kerukunan umat beragama demi menyongsong perdamaian dunia.

Dalam penguatan moderasi beragama di Indonesia dibuatlah arah kebijakan dan pengaturan yang terencana, sistematis, dan berkelanjutan. Program ini dijalankan oleh seluruh elemen pemegang dan pelaksana kebijakan baik nasional dan daerah. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin LHS (pada waktu itu) menginstruksikan agar menjadikan jargon moderasi beragama sebagai kata kunci dan ruh yang menjiwai seluruh program pelayanan agama dan keagamaan. Ditjen Bimas Islam pun telah menetapkan program-program yang dibingkai oleh moderasi beragama, seperti coaching clinic penulisan naskah Islam Moderat, pengembangan literasi zakat wakaf, diseminasi naskah/buku Moderasi Islam, pembuatan film dokumenter seni budaya Islam dalam perspektif Islam moderat, bina moderasi Islam bagi generasi milenial, penguatan kader mubaligh nasional dan masih banyak kegiatan lainnya yang arahnya pada penyebarluasan moderasi beragama ini. Ini pun diperkuat oleh Peraturan Presiden (Perpres) No. 58 tahun 2023 yang dijadikan sebagai pedoman bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan umat beragama dalam rangka penguatan Moderasi Beragama.

Beberapa proyek moderasi beragama telah dilaksanakan sejak beberapa tahun yang lalu di NTB, program-program tersebut antara lain: 1) relawan moderasi beragama sebanyak 2.302 dikukuhkan pada Desember 2023 lalu yang diinisiasi Kantor Wilayah Kementerian Agama NTB dan disebar di sekitar 1.151 desa dan kelurahan di NTB (masing-masing desa/kelurahan dua orang yang diambil dari tokoh agama/masyarakat), 2) penguatan moderasi beragama bagi kelompok kerja MGMPA lintas agama provinsi NTB, 3) FGD moderasi beragama yang dilaksanakan oleh UIN Mataram, 4) KKN Moderasi Beragama, 5) FGD Evaluasi Moderasi beragama di Pesantren, 6) Kemah Kebangsaan Moderasi Beragama bagi Pelajar se-NTB yang diselenggarakan Nusatenggaracentre, 7) Perubahan status Sekolah Tinggi Agama Hindu Gde Puja Mataram menjadi Institut Agama Hindu Negeri Mataram, dan beberapa program lainnya.

Pertanyaan selanjutnya, apakah benar proyek Moderasi Beragama ini adalah kunci untuk menyelesaikan konflik intoleransi, radikalisme, sikap ekstrim dalam beragama, dan konflik antaragama? Tentu jawabannya semua hanyalah khayali. Permasalahan umat saat ini bukan karena konflik yang telah dikonsepkan Barat. Tapi permasalahan utama umat adalah Barat itu sendiri! Barat telah memecah belah kaum muslimin menjadi retakan yang melukai tubuhnya. Menjadi luka menganga yang tak kunjung sembuh. Padahal Allah telah mengingatkan kita bagaimana orang-orang kafir menyesatkan dan terus berbuat kebohongan di muka bumi ini.

Allah Swt. berfirman yang artinya: "Jika engkau mengikuti (kemauan) kebanyakan orang (kafir) di bumi ini (dalam urusan agama), niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka hanya mengikuti persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan." (QS. Al An’am: 116).5

Lalu, bagaimana cara Islam dalam menciptakan sebuah kerukunan umat beragama? Pada hakikatnya, persatuan umat yang akan mengejewantah perdamaian dunia hanya akan terwujud ketika berdiri di atas akidah Islam yang melahirkan aturan Islam. Rasulullah Saw. telah mencontohkan kondisi masyarakat Madinah yang heterogen kala itu mampu dipersatukan di bawah naungan panji- panji Islam. Cukuplah bagi kita firman Allah Swt. sebagai kekuatan untuk kita mengikat diri pada agama yang agung ini.

"Dan berpegang teguhlahlah kamu semuanya pada tali (agama) Allâh, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allâh kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allâh mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allâh menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allâh menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (Q.S Ali ‘Imran: 103).

Wallahualam bissawab.



1) Husain, Adian. 2024. Nostra Aetate dan Catatan untuk Dahlan Iskan. Diakses pada 11 Oktober 2024, https://mediadakwah.id/nostra-aetate-dan-catatan-untuk-dahlan-iskan/
2) Komara, Fika. 2024. Bahaya Politik di Balik Populisme Kunjungan Paus di Indonesia. Diakses pada 11 Oktober 2024, https://muslimahnews.net/2024/09/25/32241
3) Benard, Cheryl. 2003. Democratic Islam Partners, Resources, and Strategies. Rand Corporation.
4) Pipes, Daniel. 2004. Rand Corporation and Fixing Islam. Rand Corporation
5) https://quran.nu.or.id/al-anam/116




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar