Marak Tawuran Gangster di Semarang, Akibat Orientasi Pemuda Sudah Bergeser


Oleh: Rohmah

Polrestabes Semarang dan Pemerintah Kota Semarang menyepakati sejumlah langkah yang bakal ditempuh guna mencegah maraknya aksi tawuran antargeng belakangan ini. Berikut sederet kesepakatannya.

Diketahui, gangster merupakan sebutan untuk kelompok berandalan di Kota Semarang. Mereka biasanya saling tantang lewat media sosial lalu tawuran menggunakan senjata tajam. Anggotanya banyak yang masih di bawah umur.

"Yang meningkat bukan hanya ranah kenakalan remaja, tapi berbau kriminal. Tentu menjadi PR di Semarang untuk bisa mencegah kejadian seperti itu," kata Kapolrestabes Semarang, Irwan Anwar di Mapolrestabes Semarang, Jumat (20/9/2024).

Dalam diskusi itu juga muncul data kejadian tawuran yang ditangani sejak Januari hingga September 2024, yaitu ada 21 kejadian dengan 117 pelaku yang ditangkap.

"Langkah penindakan hukum itu ketika sudah menjadi peristiwa pidana. Nah, kami bersama Ibu Wali Kota dan stakeholder terkait itu fokus kepada deteksi diri dan pencegahannya. Dalam kacamata ini tentu peran keluarga, peran lembaga pendidikan, peran di lingkungan itu sangat diperlukan," ujar Irwan.

Irwan menjelaskan, patroli anggota rutin dilakukan dan akan ditingkatkan. Dia juga berharap peningkatan kegiatan siskamling. Masyarakat juga bisa melapor lewat aplikasi Libas jika melihat gerombolan mencurigakan. 

"Peningkatan patroli itu menjadi poin yang disepakati tadi untuk meningkatkan kembali pos kamling, kemudian meningkatkan patroli bersama dengan 3 pilar, dengan lembaga ketahanan masyarakat, Kelurahan. Itu menjadi poin yang disepakati tadi," ucap Irwan.

Para gangster yang berulah biasanya memiliki akun media sosial untuk saling tantang. Irwan mengimbau masyarakat bisa ikut melaporkan akun itu agar di-take down atau terkena suspend.

"Take down itu kan bisa ada peran masyarakat, ada yang melaporkan, laporkan aja akun-akun yang menyebarkan kekerasan dan sebagainya oleh masyarakat itu bisa dilakukan secara sistem akan ter-take down sendiri," kata Irwan.

Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (Ita) mengatakan banyak anak di bawah umur yang terlibat tawuran.

"Selain mencegah, juga mengobati yang sudah jadi gangster itu. Ini kan juga bukan pekerjaan mudah. Kita sepakati minggu depan akan mengiventarisir yang sudah jadi gangster, yang pencegahan," kata Ita seusai acara diskusi itu.

"Dan tentunya kembali ke keluarga, anak-anak juga tidak bisa diproses hukum. Ada Undang-Undang Perlindungan Anak, harus hati-hati, tapi yakin dengan kolaborasi kita bisa mulai mengikis darurat gangster dan anak-anak kita bisa menatap masa depan," imbuhnya.

Alasan Gangster Sering Tawuran dari jumpa pers Polrestabes Semarang terkait tawuran, para pelaku mengaku tawuran karena ada yang menantang di medsos. Tantangan itu dipenuhi demi pamor. Mereka juga selalu beraksi dalam kondisi terpengaruh minuman keras.

Terbaru, tawuran antargangster menyebabkan mahasiswa Udinus bernama Tirza Nugroho Hermawan (21) meninggal akibat salah sasaran. Salah satu pelaku tawuran itu, Rico Sandova (23) warga Bulu Lor Semarang Utara, mengatakan tawuran itu berawal dari saling tantang di Instagram.

"Dapat DM Instagram buat 3 lawan 3, minta TKP di Jalan Tumpang. Setelah sama rombongan di TKP yang dijanjikan, (gangster) Witchel tidak ada. Saya pulang ke arah Gunungpati malah ketemu di Sampangan. Ketemu rombongan Withchsel (nama geng)," kata Rico di Polrestabes.

"Demi pamor grup dan gengsi," imbuh dia saat ditanya tentang tujuan tawuran.

Pelaku keributan lainnya yang juga anggota gangster, Denny Saputra juga mengaku awalnya saling tantang setelah melihat live Instagram dari gangster lain. Dia sengaja berkomentar di Instagram agar ditantang. Dia bilang saat itu dalam kondisi mabuk dan sedang tidak ada kegiatan.

"Gabut nggak ada kegiatan sama kepancing saat pengaruh alkohol. Sebelumnya saya minum dulu kawa-kawa," ujar Deny, kemarin.

Sepekan lalu Polrestabes mengamankan puluhan anggota gangster dari lima kejadian berbeda. Ada 49 anak di bawah umur yang sempat diamankan dalam penindakan pekan lalu.

Kondisi ini sangat miris. Ketika melihat dan mendengar berita yang viral baik di sosial media maupun di televisi  terutama dengan bergesernya orientasi pemuda.

Mengapa orientasi para pemuda ini sudah bergeser sedemikian rupa. Motivasinya juga karena adanya rasa ingin berkuasa. Bahkan, dari hasil penelitian para pelaku merasa puas jika bisa melukai orang lain sebagai korbannya. Menyerang dengan senjata tajam dan merampas barang korban.

Pemahaman  ini yang bisa mencegah mereka dari hal tersebut. Meskipun demikian, memang penyebabnya ada beberapa faktor. Tidak bisa hanya pelakunya yang disalahkan.

Belum lagi dengan tekanan hidup, kondisi pergaulan, atau karena mereka pernah mendapatkan perlakuan serupa. Serta tidak ada yang memberikan pemahaman bagaimana semestinya mereka menjalani kehidupan.

Akhirnya, mereka mencari jati dirinya tanpa arahan yang jelas. Kita juga tidak bisa memungkiri orientasi keluarga muslim hari ini dalam mendidik anak-anaknya serta untuk melahirkan generasi. Tidak paham bagaimana yang semestinya.

Padahal dalam Islam sudah jelas bahwa harus melahirkan generasi yang berakidah bersih dan memiliki keimanan yang kuat. Taat kepada Allah, beribadah yang benar, perilakunya sopan, baik, cara berpikirnya intelek sesuai dengan pemahaman dan keilmuan yang mereka butuhkan untuk kehidupan ini dengan pandangan yang benar. Kemudian mampu melawan hawa nafsu.  Memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dan bermanfaat bagi orang lain.

Sungguh ini suatu musibah besar. Tatkala generasi umat Islam yang seharusnya menjadi tumpuan harapan kita untuk melahirkan kepemimpinan umat yang kuat dan saleh di masa yang akan datang, tetapi justru kita mendapati fenomena yang sebaliknya.

Ini menjadi keresahan bersama. Walaupun dikatakan sudah ada upaya penanganan yang dianggap mampu menyelesaikan persoalan ini, tetapi ternyata itu tidaklah cukup. Ketika paradigma yang digunakan hanya difokuskan kepada keluarga tanpa melibatkan masyarakat dan bangsa ini dengan hukum-hukum yang benar. Yakni hukum Islam.

Kejadian ini tidak akan pernah tuntas. Mengapa? Karena kemampuan keluarga mengedukasi anak-anaknya tidak bisa tercapai tanpa peran negara yang menyelenggarakan pendidikan, pembinaan, penanaman nilai baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat agar sesuai dengan adab dan aturan Islam.

Kalau sekarang kita melihat semua ini diserahkan kepada individu. Bagi individu dan keluarga yang mendidik anaknya dengan adab dan ibadah yang kuat, memberikan bekal pemahaman tentang kehidupan yang cukup. Mungkin akan terselamatkanlah anak-anak yang terlahir darinya, meskipun tetap harus menghadapi tekanan dan gangguan di tengah masyarakat

Namun, bagi keluarga yang tidak paham dan sulit melakukan pendidikan secara benar di tengah tantangan ekonomi dan problem sosial di lingkungannya, maka lahirlah anak-anak yang kurang kasih sayang. Ditambah mereka mendapatkan tekanan dan kekerasan, juga tidak memperoleh pemahaman yang benar tentang orientasi hidup.

Akhirnya, mereka mencari jawabannya di luar sana untuk kepercayaan dan ketahanan dirinya tanpa dipandu nilai-nilai yang benar. Itulah yang terjadi ketika pembinaan remaja tidak merata dan tidak tersistem dalam standar Islan.

Perubahan Sistemis adalah Dengan penerapan sistem Islam  untuk menyelamatkan generasi hari ini dan membentuk generasi harapan umat di masa depan. Maka perubahan yang dibutuhkan mutlak perubahan sistemis.

Kita rindu memiliki negara dan pemimpin yang menempatkan para pemudanya ini sesuai arahan Islam.

Wallahu a'lam bishshawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar