Oleh : Wahyuni M (Aliansi Penulis Rindu Islam)
Berawal dari tingkat stunting dan gizi buruk yang tinggi di Indonesia, pasangan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo-Gibran mengeklaim akan memperbaiki dan meningkatkan gizi anak melalui program unggulan bernama makan siang gratis (saat ini berganti nama menjadi makan bergizi gratis). Melalui program itu harapannya bisa mendorong kualitas gizi anak sekolah, memperbaiki kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) serta menggerakkan ekonomi nasional.
Sudaryono sebagai Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) menyampaikan bahwa program makanan bergizi bagi anak-anak sekolah direncanakan mulai berjalan pada tahun 2025. Program yang dulu dinamai makan siang gratis ini akan menjangkau sekitar 83 juta siswa. Sementara untuk memenuhi kebutuhan susu dan daging, Indonesia membuka peluang bagi sektor swasta untuk mengimpor sapi hidup. Dia mengungkapkan sudah ada 46 perusahaan dari dalam dan luar negeri yang berkomitmen untuk mendatangkan 1,3 juta ekor sapi.
Program makan siang gratis bukan hanya berdampak positif pada masyarakat namun juga perusahaan industri pendukungnya. Salah satunya adalah penggunaan barang dan jasa dari sektor pertanian dan perkebunan, consumer goods (untuk makanan olahan seperti bumbu dapur dan pendukungnya), sektor susu olahan, non-cyclical (beras), logistik (pengiriman bahan baku makanan). Ini akan menguntungkan sektor tersebut. Pada akhirnya mendongkrak kinerja masing-masing perusahaan dengan kenaikan sahamnya.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didik J Rachbini, menyarankan agar pemerintah mendesentralisasikan pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) kepada usaha mikro, kecil dan menengah di daerah. Tidak hanya itu, meski anggaran yang dialokasikan untuk program andalan Presiden Terpilih berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pelibatan pemerintah daerah juga dapat mengurangi potensi diintervensinya pelaksanaan program MBG oleh pihak yang hanya mengambil untung (baca: koruptor).
Prabowo memang sebelumnya telah sering mengungkapkan bahwa program ini akan melibatkan pengusaha lokal dan UMKM di seluruh pelosok Indonesia. Namun, sebagai keseriusan Presiden Terpilih tersebut, dia harus kembali mengeluarkan statemennya dan menetapkan aturan khusus. Sehingga, pelibatan UMKM dalam program MBG bukan hanya janji manis belaka.
Di sisi lain, program MBG juga disinyalir bakal membuka lebar realisasi impor, khususnya untuk bahan pangan karena selama ini Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan secara mandiri. Meski begitu, dia juga berharap agar pengadaan pasokan bahan pangan tak diserahkan kepada pengusaha asing.
Besarnya anggaran MBG pun menjadi kesempatan bagi-bagi cuan para pejabat. Badan Gizi Nasional (BGN) memperkirakan anggaran untuk tahap awal saja bakal tembus Rp800 miliar per hari. Besaran itu 75% dari total perkiraan anggaran sebesar Rp1,2 triliun per hari jika berjalan secara penuh. Dana besar ini tentu rawan penyalahgunaan. Terlebih di tengah maraknya pejabat korup yang tidak segan menyunat dana operasional. Dari program MBG ini saja masyarakat bisa menyaksikan bagaimana harga porsian makanan bergizi gratis berubah-ubah. Sebagaimana kabar yang telah beredar, harga seporsi MBG sebelumnya Rp15.000 turun menjadi tersisa setengahnya yakni sebesar Rp7.500.
MBG seolah program untuk rakyat dengan adanya klaim perbaikan gizi anak sekolah dan pembentukan generasi yang sehat. Tapi sejatinya yang mendapatkan keuntungan adalah perusahaan besar sebagai pemasok bahan baku. Upah tenaga kerja tentu saja mengikuti keumumam ketentuan upah dalam kapitalisme. Proyek berdana besar ini tentu juga berpotensi membuka celah korupsi. Program MBG ini ibarat tambal sulam kapitalisme dalam menyelesaikan problem generasi khususnya kesehatan atau kecukupan gizi. Yang akan diuntungkan tetaplah korporasi.
Tidak dipungkiri, kemiskinan merupakan sumber masalah malnutrisi pada generasi. Hal ini sangat berdampak pada kualitas dan intelektualitas mereka. Membahas masalah kemiskinan akan memperluas spektrum pembahasan yang sifatnya sangat mendasar. Kemiskinan erat kaitannya dengan sejumlah masalah seperti tingkat pengangguran, akses lapangan kerja, tingkat pendidikan yang rendah, pendapatan yang tidak merata hingga masalah kesehatan pada masyarakat miskin.
Sistem demokrasi kapitalisme menyebabkan tingkat kemiskinan makin menjulang, pendapatan masyarakat rendah, lapangan kerja sempit, dan tingginya kenaikan harga pangan bergizi bagi keluarga. Alhasil, kondisi ekonomi yang serba sulit mendorong peningkatan stunting dan gizi buruk.
Negaralah yang sejatinya bertanggung jawab mengurai semua masalah tersebut. Mata rantai kemiskinan sesungguhnya dapat diputus dengan upaya pemerintah yang seharusnya berperan dalam menciptakan lapangan kerja. Sayang, negara lebih menggantungkan upaya tersebut pada para pebisnis/swasta.
Islam menetapkan sejumlah mekanisme agar kebutuhan rakyat dapat terpenuhi. Hal ini mencakup beberapa hal sebagai berikut; 1) jaminan pemenuhan kebutuhan pokok (primer), 2) negara harus menyediakan layanan keamanan, pendidikan, dan kesehatan untuk semua warganya, 3) pelayanan yang negara berikan kepada rakyat bersumber dari dana baitulmal, 4) penerapan sistem ekonomi Islam akan mewujudkan negara mandiri dan tidak bergantung pada pihak lain seperti swasta—baik dalam maupun luar negeri-dalam memenuhi kebutuhan rakyat, 5) Islam memiliki paradigma khas mengenai kepemimpinan.
Negara Islam tidak perlu program khusus karena kebijakan negara memang harus menjamin kesejahteraan rakyat tidak hanya anak sekolah saja. Hal ini karena negara bersifat pengurus (raa’in) sekaligus pelindung (junnah) rakyatnya. Penerapan sistem ekonomi Islam akan menjamin terwujudnya kesejahteraan melalui tercapainya ketahananan pangan dan kedaulatan pangan. Apalagi negara memiliki berbagai macam sumber pemasukan sehingga negara mampu menjamin kesejahteraan rakyat. Pejabat yang amanah sebagai buah keimanan yang kuat, akan mencegah adanya korupsi dan penyalahgunaan wewenang lainnya termasuk memperkaya pribadi.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar