Minimnya Sarana Pendidikan, Hak Rakyat yang Terabaikan


Oleh : Fithriyati Ummu Thoriq (Anggota Revowriter)

Keberadaan sarana dan prasarana yang memadai dalam dunia pendidikan merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh pemangku kebijakan dan pelaku pendidikan. Karena keberadaan sarana dan prasarana yang memadai akan mendukung proses belajar mengajar secara baik. Lalu apa jadinya jika sebuah sekolah tidak memiliki gedung tempat untuk belajar? Akankah proses belajar mengajar berjalan dengan lancar? Meski belajar bisa dimana saja, tapi keberadaan sarana yang vital seperti ruang kelas akan sangat mendukung proses belajar mengajar. Dan mirisnya, hal itu masih menjadi problem di negeri ini. 

Sebagaimana dilansir oleh https://www.detik.com bahwa SMPN 60 Bandung yang terletak ditengah kota tidak memiliki gedung sendiri. Padahal SMP ini berdiri sejak 2018 dan berstatus negeri, yang artinya pendiriannya dilakukan oleh pemerintah. Dan selama 6 tahun ini proses belajar mengajar menumpang di SDN 192 Ciburuy, Regol, Bandung. Cukup mengherankan bila dalam kurun waktu 6 tahun, belum berhasil  mengupayakan pengadaan sarana berupa gedung. Apalagi letaknya ditengah kota yang dekat dengan pusat pemerintahan provinsi, tentunya lebih mudah akses untuk kepengurusan administratifnya.

Diakui oleh humas SMPN 60, pihak terkait yaitu disdik kota Bandung sudah memberikan bantuan sarana yang lain yaitu meja, kursi termasuk laptop untuk belajar. Tapi belum bisa dipakai karena belum ada ruangannya. Artinya bantuan ini belum tepat. Ibaratnya sudah punya perabotan tapi tempat untuk meletakkan belum ada. 
   
Memang keberadaan SMP ini atas keinginan masyarakat karena daerah tersebut padat penduduk dan untuk menjangkau sekolah yang sudah ada cukup jauh sehingga tidak bisa masuk zonasi sekolah tersebut. Sebagaimana diketahui, sistem pendidikan di Indonesia dalam menjaring siswanya dengan mengukur jarak tertentu yang sudah ditetapkan oleh pemerintah antara rumah sampai sekolah. Jika berada diluar jarak yang sudah ditetapkan maka tidak bisa menjadi siswa disekolah tersebut. Nah, menjawab kebutuhan akan hal inilah maka didirikan SMP 60 bagi penduduk disitu. Namun persoalan baru muncul dengan belum tersedianya gedung karena cukup mahalnya harga lahan dan ketersediaannya di pemukiman padat penduduk.
   
Berbagai persoalan yang timbul akibat kebijakan yang diputuskan seharusnya menjadi perhatian dan evaluasi bagi pemerintah. Kurun waktu 6 tahun bukan sebentar untuk merajut sebuah harapan memiliki gedung sekolah karena setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk mengenyam pendidikan secara tenang dan sarana yang memadai sebagaimana sekolah lain yang didirikan oleh pemerintah. Artinya disini ada kesalahan sistemik yang terjadi sehingga persoalan menjadi runyam dan sulit diatasi. 

Sebenarnya hal seperti ini biasa terjadi, tumpang tindihnya berbagai persoalan. Tidak hanya di Bandung,  tapi di banyak tempat di negara ini. Dan itu terjadi karena negara menerapkan sistem kapitalisme, dimana rakyat dianggap sebagai beban, bukan sebagai pemilik negeri ini yang harus dilayani. Negara berpikir untung rugi ketika mengurus rakyat. Jika itu menguntungkan pengusaha atau oligarki,  negara dengan cepat menyelesaikan urusannya tanpa memperdulikan rakyat. Misalnya seperti pembebasan lahan untuk pabrik atau jalan tol yang sering diwarnai sengketa lahan dengan rakyat. Namun jika menyangkut hak-hak rakyat, seperti pembangunan gedung sekolah atau jalan arteri, pemerintah terkesan mengulur waktu dan hitung-hitungan dengan berbagai alasan seperti kurangnya atau kecilnya anggaran.

Berbeda dengan sistem islam, yang terbukti selama hampir 14 abad diterapkan,  telah mampu memberikan kesejahteraan di semua lini kehidupan termasuk dalam pendidikan. Misalnya ketika negara membangun sebuah sekolah, akan dipikirkan secara matang dan cermat dengan memperhatikan tata ruang kota. Jadi dalam sebuah kota itu harus ada seluruh sarana dan fasilitas yang dibutuhkan masyarakat seperti sekolah, rumah sakit, pemandian umum, taman, perpustakaan umum, masjid dan lain lain. Maka membangun sekolah  akan diperhatikan letaknya, bentuk bangunannya, bahan yang digunakan, sampai  pada kelengkapan sarana dan prasarana seperti penyediaan asrama, perpustakaan,  uang saku, sampai makanan para siswa juga diperhatikan. Ini semua dilakukan agar siswa bisa belajar secara fokus dan maksimal tanpa memikirkan yg lain.

Para tenaga pendidik yang mengajarpun mereka adalah orang-orang yang ahli dibidangnya sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Itu semua diberikan secara gratis atau cuma-cuma kepada seluruh rakyat yang membutuhkan pendidikan. Mengenai pembiayaannya akan diambilkan dari APBN yang bersumber dari pengelolaan SDA, atau zakat maal serta sedekah dari orang orang-orang kaya. Dengan demikian lulusan yang dihasilkan betul betul menjadi generasi yang unggul sebagai penerus peradaban mulia. Itu dilakukan karena negara sadar mereka adalah raa'in(pelayan), dan rakyat adalah yang harus dilayani. Maka negara memberikan pelayanan maksimal karena mereka akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.

Maka dari itu, sistem islam lebih layak untuk diperjuangkan dan diterapkan, karena berasal dari dzat yang menciptakan manusia yaitu Allah SWT. Dan sistem kapitalisme layak untuk ditinggalkan  karena terbukti telah banyak menyengsarakan manusia. Wallahu a'lam bisshowab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar