Optimalisasi Layanan Air Bersih di Bekasi: Tantangan Pengelolaan dan Keadilan Sosial dalam Distribusi


Oleh: Ita

Air bersih merupakan kebutuhan dasar yang sangat vital bagi masyarakat, sehingga harus menjadi kewajiban pemerintah untuk memastikan kebutuhan air masyarakat ini terpenuhi dengan baik, dan merata. Pada 30 September lalu Pemkab dan Pemkot Bekasi menyerahkan empat layanan PDAM Perumda Tirta Bhagasasi di Kota Bekasi. Tujuannya adalah memisahkan pengelolaan PDAM untuk meningkatkan kualitas pelayanan air bersih. Dilansir dari laman bekasiekspres.com, dalam sambutannya, Pj Bupati Bekasi Dedi Supriadi mengatakan penyerahan 4 (empat) layanan menjadi momentum penting yang akan memberikan dampak signifikan bagi optimalisasi pelayanan air bersih kepada masyarakat di wilayah. “Proses serah terima ini mencerminkan komitmen bersama kita untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, khususnya dalam penyediaan air bersih yang menjadi kebutuhan dasar setiap warga,” kata Pj Dedi dalam sambutannya, Senin (30/09/2024).

Meskipun demikian, pemadaman air berulang kali di Kota Bekasi, khususnya di Kelurahan Kayuringin, menjadi bukti nyata kegagalan PDAM Tirta Bhagasasi dalam memberikan pelayanan yang optimal. Hal ini pun dikritik oleh anggota DPRD Kota Bekasi, Abdul Muin Hafie, ia pun merasa PDAM lebih memprioritaskan Kabupaten Bekasi. Kritik terhadap kualitas layanan air bersih, khususnya PDAM Tirta Bhagasasi, menunjukkan adanya ketidakpuasan masyarakat atas distribusi layanan publik. Meskipun pemerintah Kota Bekasi sudah berusaha melakukan perbaikan melalui pemisahan pengelolaan PDAM, namun masalah distribusi yang tidak merata dan gangguan pasokan air tetap menjadi tantangan besar. 

Kondisi ini menggambarkan bahwa meskipun ada niat baik untuk memperbaiki kualitas layanan, tantangan birokrasi dan pengelolaan sumber daya masih belum teratasi dengan optimal. Salah satu faktor yang seringkali menjadi sorotan dalam hal ini adalah penerapan sistem ekonomi sekuler-kapitalis yang cenderung memprioritaskan aspek finansial daripada pelayanan masyarakat yang inklusif. Dalam sistem ini, sering terjadi ketimpangan alokasi sumber daya, termasuk dalam penyediaan air bersih, yang seharusnya menjadi hak dasar setiap warga tanpa terkecuali.

Pengelolaan air bersih tidak hanya soal teknis, tetapi juga soal kebijakan yang adil dan merata. Ketika sebuah layanan publik dikelola dengan prinsip profit-oriented, ada kecenderungan bahwa masyarakat yang kurang diuntungkan secara ekonomi akan terpinggirkan dalam distribusi layanan. Hal ini juga terlihat dalam kasus Bekasi, di mana masyarakat Kota Bekasi merasa bahwa mereka tidak diprioritaskan dibandingkan Kabupaten Bekasi dalam hal distribusi air. Kritik dari Abdul Muin Hafied menunjukkan adanya ketidakpuasan ini, dan mencerminkan kegagalan dalam menyediakan layanan yang setara.

Dalam perspektif yang lebih luas, kondisi ini juga menuntut pemerintah untuk lebih serius dalam memperhatikan keluhan masyarakat dan mengambil langkah nyata untuk memastikan distribusi air yang adil. Layanan publik, termasuk air bersih, seharusnya dikelola dengan prinsip keadilan sosial, di mana setiap orang memiliki akses yang sama tanpa diskriminasi berdasarkan wilayah atau status ekonomi. Pemisahan pengelolaan PDAM antara Kota dan Kabupaten Bekasi bisa menjadi langkah awal, namun tetap membutuhkan pengawasan dan evaluasi agar tujuan utamanya, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dapat tercapai secara merata.

Secara keseluruhan, keluhan masyarakat ini adalah cerminan dari tantangan yang lebih besar dalam sistem pengelolaan layanan publik di Indonesia. Ada kebutuhan mendesak untuk meninggalkan pendekatan sekuler-kapitalis yang mengejar keuntungan semata, dan beralih pada model pelayanan yang benar-benar berorientasi pada kesejahteraan seluruh masyarakat. Pemerintah daerah harus mampu bertransformasi menjadi penyelenggara layanan publik yang transparan, akuntabel, dan adil, sehingga hak-hak dasar masyarakat seperti akses air bersih dapat terpenuhi dengan baik.

Karena air bersih adalah kebutuhan paling pokok bagi kelangsungan hidup manusia, pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam menyediakannya secara merata dan adil. Dalam Islam, pemenuhan kebutuhan dasar seperti air bersih bukan hanya hak individu, tetapi juga kewajiban kolektif yang harus dikelola dengan bijak demi kesejahteraan bersama. Rasulullah SAW bersabda, "Manusia itu berserikat dalam tiga hal yaitu air, rumput, dan api." (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadis ini menegaskan bahwa air merupakan hak bersama yang harus diakses oleh semua orang tanpa diskriminasi.

Oleh karena itu, solusi untuk masalah distribusi air di Bekasi harus didasarkan pada prinsip keadilan sosial dan pengelolaan yang transparan. Pemerintah harus memastikan bahwa tidak ada kelompok atau wilayah yang terabaikan dalam penyediaan layanan air bersih. Selain memperbaiki infrastruktur dan teknis distribusi, diperlukan pengawasan yang ketat terhadap kinerja PDAM serta pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, agar kebutuhan semua warga dapat terpenuhi.

Pemenuhan air bersih ini harus dipandang sebagai tanggung jawab yang suci, sebagaimana diatur dalam ajaran Islam, di mana pemerintah wajib memastikan bahwa semua pihak mendapatkan akses yang adil tanpa memprioritaskan aspek komersial. Dengan pengelolaan yang lebih baik, transparan, dan bertanggung jawab, penyediaan air bersih dapat benar-benar meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar