Oleh: Ferdina Kurniawati (Aktivis Dakwah)
Pengarusutamaan gender (PUG) menjadi salah satu strategi dalam mencapai kesetaraan dan keadilan gender (KKG). Melalui integrasi pengalaman, kebutuhan, serta aspirasi perempuan dan laki-laki ke dalam kebijakan dan program pembangunan, PUG menjadi landasan untuk memastikan keseimbangan gender di setiap tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, hingga pemantauan. Hal ini akhirnya dibahas dalam Koordinasi Strategi PUG/GEDSI Sinergisme Pentahelix Samarinda 2024 di Hotel Midtown, Senin (7/10/2024).
Sebagai bentuk komitmen terhadap PUG, pemerintah pusat telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 yang menginstruksikan seluruh lembaga pemerintah di berbagai tingkatan untuk melaksanakan PUG dalam pembangunan. Kebijakan ini diikuti oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda dengan diterbitkannya Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah. Ketua PUG Samarinda, Ananta Fathurrozi, yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Baperida) Samarinda, menyampaikan bahwa komitmen Pemkot terhadap PUG sangat tinggi.(TribunKaltim)
Akar Masalah Lahirnya Kesetaraan Gender
Tindak lanjut Perda tentang Gender sejatinya hanya akan membuat Samarinda menjadi kota peradaban (Gender). Kesetaraan gender selalu dikampanyekan sebagai ide yang akan membuat hak asasi perempuan terpenuhi, baik sebagai manusia maupun sosok perempuan. Terpenuhinya hak ini dianggap dapat membawa kesejahteraan dan kebebasan bagi perempuan. Bahkan, Barat menganggap kebebasan perempuan akan menyelamatkan mereka.
Rekomendasi RAND Corporation dengan membentuk jaringan muslim moderat makin menguatkan pengarusan kesetaraan gender. Salah satu mitra yang harus digandeng adalah pegiat hak-hak perempuan yang akan mengampanyekan kesetaraan gender. Langkah ini jelas menyasar muslimah muda sebagai target untuk mengadang Islam.
Padahal sejatinya, ide kesetaraan gender adalah perangkap Barat bagi muslimah, termasuk muslimah muda, agar para muslimah memiliki kepribadian Barat yang berpikir dan berbuat menggunakan standar hidup Barat. Landasan hidup Barat adalah sekularisme, yaitu memisahkan aturan agama dalam kehidupan. Agama hanya digunakan dalam ruang privat, dibuang ke dalam ruang publik, dan digantikan dengan segala aturan yang dibuat berdasarkan akal manusia.
Ide kesetaraan gender menjadikan perempuan bebas melakukan apa saja sesuai keinginannya, melupakan tuntunan syariat yang ditetapkan Allah. Barat menyebar narasi jahat dan membuat framing buruk atas berbagai aturan Islam tentang perempuan. Dengan kedangkalan berpikirnya, Barat mengecam aturan Islam atas perempuan sebagai bentuk diskriminasi atas perempuan dan menyerukan kesetaraan gender sebagai jalan perempuan menuju kemerdekaan dan sejahtera. Masifnya kampanye global dan nasional—secara terstruktur, masif, dan sistematis—membuat banyak muslimah muda terkecoh dengan racun berbalut madu ini, termasuk di Indonesia.
Ide dasar kesetaraan gender adalah seruan pada perempuan untuk melepaskan diri dari ikatan berbagai aturan, termasuk agama. Perempuan didorong untuk bebas menentukan hidup sesuai dengan kemauannya, bahkan dalam aktivitas seksual dan reproduksi.
Ironisnya, dengan berbagai aturannya yang terperinci dan tegas, Islam justru dituduh tidak setara gender. Berbagai aturan Allah yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, semisal larangan perempuan menjadi penguasa, posisi kepala keluarga ada pada suami, kebolehan suami menikahi empat perempuan, bagian waris laki-laki dua kali lipat bagian perempuan, aurat perempuan seluruh tubuh, kecuali muka dan tangan, perintah agar istri taat pada suami, semua ini difitnah sebagai aturan yang mendiskriminasi perempuan.
Sangat jelaslah bahwa Barat tidak bisa memahami aturan Allah sebagai aturan terbaik untuk manusia ketika iman tidak ada di dada. Oleh karenanya, bagaimana bisa aturan Allah dinilai sebagai aturan yang bias gender, padahal Allahlah Zat Yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu?
Landasan keimanan inilah yang seharusnya dijadikan pegangan bagi setiap muslim, termasuk muslimah muda, dalam meyakini kebenaran dan kebaikan aturan Allah Taala. Keyakinan bahwa aturan Allah pasti mengandung kemaslahatan akan muncul apabila iman telah tertanam dalam dada.
Pengaturan terbaik untuk umat manusia tidak mungkin terwujud ketika hawa nafsu menguasai akalnya dan mengabaikan agama. Apalagi Allah sudah menetapkan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya, orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” (QS Al-Hujurat: 13).
Nyatalah bahwa ide kesetaraan gender menipu dan menyesatkan muslimah muda sehingga mereka mengejar dunia dan melupakan kemuliaan yang Allah tetapkan, yakni sebagai ummu warabbatul bait dan ummu ajyal.
Sebagai sebuah ide, sejatinya kesetaraan gender hanyalah ilusi. Secara fitrah, laki-laki dan perempuan berbeda, masing-masing memiliki tugas khusus sesuai kodratnya. Memaksakan perempuan menjalani tugas laki-laki akan memberikan beban ganda kepada perempuan. Hal ini juga akan berdampak buruk bagi keluarga dan anak-anaknya karena peran sebagai ibu generasi akan terabaikan. Akibatnya, anak-anak akan tumbuh tanpa bimbingan dan sangat potensial melakukan berbagai kenakalan remaja, sebagaimana ditunjukkan dalam berbagai penelitian.
Adanya dampak buruk dan bahaya apabila kesetaraan gender diterapkan, menunjukkan ide ini hanyalah ilusi. Dunia membutuhkan waktu yang makin lama untuk mewujudkannya. Bahkan hari ini, dunia membutuhkan waktu 300 tahun untuk mewujudkan kesetaraan gender secara penuh.
Bagi seorang muslim, sudah seharusnya pemikiran ini dicampakkan karena bersumber dari akal manusia dan lahir dari paham sekuler, bukan dari akidah Islam. Apalagi realitasnya banyak kontradiksi dan standar ganda dalam penerapannya. Cukuplah itu menjadi bukti kelemahan dan kesesatannya sebagai solusi persoalan perempuan.
Hanya Islam yang Memuliakan Perempuan
Islam adalah sistem hidup sempurna yang diturunkan Allah Taala. Islam telah menetapkan berbagai hukum untuk manusia dalam sifatnya yang manusiawi. Islam juga menetapkan hukum-hukum khusus sesuai jenisnya, laki-laki maupun perempuan. Perbedaan hukum ini justru merupakan bentuk penghormatan Islam terhadap perempuan.
Islam juga telah menjadikan negara sebagai pengatur urusan umat, laki-laki maupun perempuan. Islam memiliki mekanisme sempurna yang menjamin kemuliaan perempuan tanpa perlu ide kesetaraan gender. Islam menjaga peran kodrati perempuan sebagai istri dan ibu generasi agar tertunaikan dengan baik. Meski peran ini dianggap tidak mendatangkan nilai ekonomi, tetapi dalam pandangan Islam, peran perempuan ini sangat mulia dan strategis karena berpengaruh terhadap pembentukan generasi dan terwujudnya peradaban yang mulia.
Selain itu, Islam memiliki sistem sosial yang menjaga kemuliaan martabat perempuan sebagai manusia melalui tata pergaulan laki-laki dan perempuan. Islam menjadikan pernikahan sebagai satu-satunya jalan untuk memenuhi naluri seksual dan menjadikannya sarana untuk melangsungkan keturunan.
Islam juga memiliki sistem ekonomi yang mampu menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu, termasuk perempuan, tanpa harus mengeksploitasi mereka dalam pasar kerja. Meski Islam melarang perempuan untuk menjadi penguasa, tetapi Islam juga memberikan berbagai macam hak politik kepada perempuan, bahkan Islamlah yang pertama memberikan hak politik bagi perempuan.
Berdasarkan itu semua, sungguh Islam sangat sempurna mengatur kehidupan manusia, termasuk perempuan. Islam sama sekali tidak membutuhkan kesetaraan gender untuk menyejahterakan perempuan.
Hanya dengan penerapan semua sistem Islam dalam naungan Khilafah, kehormatan perempuan akan terjaga, keluarga sejahtera, dan masyarakat mencapai peradaban yang mulia. Dalam sistem yang mulia inilah muslimah muda akan terlindungi dari berbagai serangan pemikiran yang rusak, semisal kesetaraan gender dan ide rusak lainnya. Muslimah akan istikamah berpegang teguh di jalan yang lurus dan meraih kemuliaan dunia dan akhirat dalam rida-Nya.
Wallahualam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar