Polemik Batu Bara, Solusi Tak Menyentuh Akar Masalah


Oleh: Auliah, S.Pd

Lagi dan lagi batubara menjadi sorotan. Sepertinya tak kunjung usai di masyarakat. “tak ada asap jika tidak ada api”, sepertinya pepatah itu layak diungkapkan untuk para elit batubara dan angkutan batubara. Ini dikarenakan batu bara telah menjadi masalah yang serius  bagi kebanyakan masyarakat. Batubara  bukan hanya menyebabkan kerusakan alam, pencemaran lingkungan dan udara, tetapi dari sisi angkutan, batubara pun menimbulkan berbagai polemik seperti kemacetan jalan lintas serta mengakibatkan banyak kecelakaan akibat ulah supir batubara yang tidak taat aturan.

Berdasarkan Instruksi Gubernur Jambi Nomor 1/INGUB/DISHUB/2024, mulai 2 Januari 2024, kendaraan angkutan batubara tidak diperbolehkan beroperasi di ruas jalan umum. Hal tersebut tertuang melalui surat nomor S.541.2442/SETDA.PRKM/IX/2024, yang ditandatangani oleh Sekda Provinsi Jambi Sudirman dan diwakilkan Asisten II Setda Provinsi Jambi Johansyah, Senin (2/9/2024). Ruas jalan yang dimaksud meliputi Sarolangun - Batanghari - Pijoan - Simpang Rimbo - Pal 10 - Lingkar Selatan - Simpang 46, serta jalur menuju Pelabuhan Talang Duku dan Pelabuhan Niaso.

Instruksi ini bertujuan untuk mengurangi kemacetan dan kerusakan jalan akibat operasional kendaraan batubara. Faktanya angkutan batu bara kembali berulah. Dilansir dari Jambi-independent.co.id - Angkutan batu bara di Jambi kali ini benar-benar keterlaluan. Sudah dilarang lewat jalan nasional atau jalur darat masih juga melanggar. 

Malam ini, Senin tanggal 23 September 2024 tepatnya pukul 22.45, kawasan Muara Tembesi Kabupaten Batanghari, macet total akibat angkutan batu bara.Tak hanya yang berada di jalan nasional, tak sedikit juga angkutan batu bara yang sengaja parkir di bahu jalan.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jambi Saiful Riswandi  menyatakan  "Jadi soal batu bara, Problem kita hari ini mengapa pemerintah provinsi tidak memiliki keleluasaan dan kewenangan dalam hal mengatur dan mengatasi batu bara itu. Ya karena urusan batu bara di Jambi itu wewenangnya semua ada di Pemerintah Pusat bukan Pemda," kata, Jumat (27/9/2024) melalui laman detiksumbagsel”

Solusi demi solusi telah diberlakukan tetapi tidak menyentuh akar permasalahan. Miris kezaliman yang kian terjadi ini akibat ketidakseriusan negara dalam membuat aturan terkait masalah ini. Aturan yang seharusnya menciptakan keadilan, kesejahteraan, dan kenyamanan bagi rakyat sepertinya tidak terealisasikan. Wajar, karena negara mengadopsi ideologi sekuler kapitalis yang berasasl dari Barat.

Ideologi  yang  mengagungkan kebebasan kepemilikan penghelolaan kekayaan alam ini mampu menggeser peran negara untuk mengelola SDA. Ideologi ini membolehkan seseorang memiliki usaha apa pun, termasuk tambang. Negara hanya sebagai fasilitator. Akibatnya, tambang batubara tidak dikuasai oleh negara melainkan dikuasai oleh swasta dan pemerintah hanya mendapatkan 13,5—14% pendapatan batu bara. 

Akibatnya para pemilik modal lah yang berkuasa. Negara bahkan menjadi pelayan pemilik modal bukan pelayan rakyat. Sehingga aturan demi aturan lebih dominan kepada keuntungan para oligarki. Carut marutnya polemik batubara ini dikarenakan tidak adanya aturan yang tegas dari pemerintah terhadap penuntasan akar permasalahan. 


Bagaimana Islam Memandang?

Islam adalah sistem aturan sempurna karena semua aturan berasal dari sang Khalik (Allah SWT). Islam bukan hanya mengatur urusan spiritual (ibadah, pakaian, makanan dan akhlak) tetapi juga mengatur urusan umat. Salah satunya mengatur pengelolaan SDA. Sebagai mana sabda Rasulullah, "Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api.” (HR Ibnu Majah). 

Dalam riwayat lain disebutkan, Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadis dari Abyadh bin Hammal. “Sungguh ia (Abyadh bin Hammal) pernah datang kepada Rasulullah saw.. Ia lalu meminta kepada beliau konsensi atas tambang garam. Beliau lalu memberikan konsensi tambang garam itu kepada Abyadh. Namun, tatkala Abyadh telah berlalu, seseorang di majelis tersebut berkata kepada Rasulullah saw.,Tahukah Anda apa yang telah Anda berikan kepada Abyadh? Sungguh Anda telah memberinya harta yang (jumlahnya) seperti air mengalir (sangat berlimpah).” (Mendengar itu) Rasulullah saw. lalu menarik kembali pemberian konsesi atas tambang garam itu dari Abyadh.” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Hadis ini memang berkaitan dengan tambang garam. Namun demikian, ini berlaku umum untuk semua tambang yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak. Ini sesuai dengan kaidah usul, “Patokan hukum itu bergantung pada keumuman redaksi (nas)-nya, bukan bergantung pada sebab (latar belakang)-nya.” (Fakhruddin ar-Razi, Al-Mahshûl fii ‘Ilm Ushûl Fiqh, 3/125)”.

Didalam Islam, pengelolaan tambang tidak boleh dikuasai oleh individu apalagi swasta (para pemilik modal), melainkan dikuasai oleh Negara. Jelas kepemilikan pengelolaan kekayaan alam seperti tambang batubara terkategori harta milik umum (milkiyyah amah). yang hasilnya akan dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Islam memiliki aturan dalam mengelola kekayaan alam dengan mempertimbangkan kemaslahatan umat, kemaslahatan alam semesta sebagai amanah Allah. Islam memiliki tiga pilar dalam mengontrol kehidupan masyarakat, pertama ketakwaan inividu, kedua control masyarakat dalam amar ma’ruf nahi munkar serta ketiga negara menerapkan aturan syariat Allah. Jika ini diaplikasikan insyaAllah akan meminimalisir polemik yang kebanyakan terjadi di sistem kapitalis. Salah satunya polemik batubara yang ada di jambi. 

Islam menuntastakan permasalahan sampai ke akar-akarnya. yang tidak akan ditemui didalam sistem kapitalis demokrasi. Maka solusi dari polemik batubara ini terletak pada system pemerintahannya, karena akan mustahil terpecahkan jika akar permasalahannya tidak diubah.

Wallahua'lam bishawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar