Sekolah Tanpa Gedung, Bukti Abainya Negara


Oleh : Erni Setianingsih (Aktivis Muslimah)

Dilansir dari detik.com, 28/10/2024, Enam tahun sudah SMPN 60 Bandung berdiri. Namun, sejak didirikan, sekolah tersebut tidak memiliki bangunan sekolah. Hingga kini sebagaian siswanya harus belajar di luar kelas demi mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM). Selain lesehan dengan beralaskan terpal plastik bewarna biru di teras ruangan luar kelas, para siswa juga kerap belajar di bawah pohon rindang atau disingkat DPR.

Sungguh, realita masalah pendidikan saat ini memang kompleks apalagi masalah sarana dan prasarana yang tidak memadai. Bukan hanya tidak punya gedung sendiri, namun juga tempat sekolah-sekolah negeri yang rusak dan minim sekali fasilitas. Sebagaimana data Kemendikbudristek, pada tahun 2022 terdapat 21.983 sekolah yang kondisinya rusak dan butuh perbaikan. Ternyata salah satu penyebab kerusakan tersebut yaitu kurangnya anggaran dari pemerintah untuk merenovasi dan memperbaiki sarana dan prasarana sekolah.

Masalah pendidikan hari ini tentu menjadi problem yang harus segera dituntaskan. Sebenarnya satu penyebab pendidikan hari ini tidak pernah dituntaskan dan makin hari kian memperhatinkan. Sebabnya, ialah akibat sistem kapitalisme dalam mengelola sistem pendidikan. Karena paradigma sistem kapitalisme memandang bahwa pendidikan sebagai barang dagangan. Sehingga, biaya pendidikan kian mahal. 

Sebenarnya ada sekolah negeri favorit Dengan fasilitas cukup memadai dan kelebihan kouta siswa. Namun, ada juga sekolah negeri yang fasilitasnya alakadarnya dan tidak mendapatkan siswa baru sama sekali. Memang sungguh ironis, seharusnya ini ada peran negara yang memperhatikan persoalan tersebut. Apabila negara benar-benar serius dalam menangani persoalan pendidikan, maka tidak ada dikotomi fasilitas pendidikan di seluruh sekolah negeri. Seandainya semua sekolah-sekolah negeri memiliki sarana dan prasarana yang sama, tentu siswa-siswi dan orang tua tidak akan pilih-pilih sekolah. 

Apalagi tujuan sistem pendidikan saat ini tidak lagi memiliki visi untuk membentuk manusia beradab dan unggul. Sebab, pendidikan hari ini di arahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Walhasil, bersekolah hanya sebatas pada kebutuhan mendapat ijazah kelulusan agar bisa bekerja. Apabila negara benar-benar serius maka sarana penunjang pendidikan seperti sarana dan prasarana sekolah, bahan ajar, kurikulum, dan guru yang profesional dibangun visi pendidikan yang berorientasi dalam membentuk generasi mulia, bukan nilai materi dan dunia yang dikejar.

Sekolah merupakan tempat generasi menimba ilmu. Memang sepatutnya negara menyediakan segala fasilitas dan layak pendidikan yang sangat memadai di setiap sekolah-sekolah hingga ke pelosok negeri. Apabila penyediaan sarana dan prasarana sekolah saja tidak terpenuhi dengan sangat baik, lalu bagaimana mungkin bisa mencetak dan membentuk generasi yang unggul dan berkualitas dengan fasilitas sangat minim dan ala kadarnya?

Memang kondisi saat ini yang anggarannya sedikit, karena menjadikan dana tidak dialokasikan secara merata dan sempurna. Inilah watak sistem kapitalisme yang mencetak para pejabat yang oportunis (mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri dari segala kesempatan), dengan mengelola dana secara keliru dan kemudian menjadi palaku korupsi. Ini sudah menjadi hal biasa di sistem sekuler kapitalis saat ini. Sehingga, yang menjadi korban adalah para pendidik yang tak kunjung mendapatkan kesejahteraan dan para pelajar pun mendapatkan pahitnya pendidikan kapitalis. Alhasil, lahirlah generasi yang minim penyerapan dan penerapan ilmu dalam dirinya.

Bedahalnya dengan sistem Islam, negara wajib mengatur segala aspek kebutuhan urusan rakyatnya termasuk pendidikan, mulai dari sarana dan prasarana sekolah, kurikulum, bahan ajar, metode pengajaran, hingga mengupayakan pendidikan dapat diakses oleh seluruh rakyat dengan secara mudah. Sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda: "Seorang imam (Khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam catatan sejarah, sistem pendidikan Islam pada Khilafah berlangsung sangat gemilang. Dengan implikasinya, kemajuan iptek dan perkembangan perpustakaan besar, pusat pembelajaran dan universitas sangat pesat di beberapa tempat, seperti Cordoba, Baghdad, dan Kairo. Contohnya, perpustakaan umum yang bernamaBaitul Ilm yang berada di banyak kota di Afrika Utara dan Timur Tengah pada abad ke-9 untuk siapa pun. Para staf perpustakaan benar-benar digaji oleh negara sebagai pegawai negeri. 

Khilafah akan menjamin dalam melengkapi sarana-sarana fisik untuk terlaksananya program dan kegiatan pendidikan sesuai dengan kebutuhan sekolah dengan begitu memadai. Sarana seperti berupa gedung sekolah ataupun gedung kampus, ruang guru dan TU, ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, asrama siswa, ruang seminar dan diskusi, layanan internet, dan sebagai.

Sebagaimana pada masa Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky pernah mendirikan Madrasah an-Nuriah di Damaskus pada abad ke-6 H. Di sekolah tersebut terdapat fasilitas lain seperti adanya tempat asrama siswa, tempat peristirahatan, asrama perumahan staf pengajar, disediakan para pelayan, serta ada ruangan besar untuk ceramah dan diskusi.

Dalam sistem Islam, pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab negara dalam mengurus urusan rakyatnya. Seluruh pembiayaan pendidikan dalam Khilafah diambil dari Baitul mal, yakni dari pos fa'i, kharaj, dan pos milkiyyah 'amah (kepemilikan umum). Apabila harta dibaitul mal habis ataupun tidak cukup maka untuk menutupi pembiayaan pendidikan, negara khilafah meminta sumbangan sukarela dari kaum muslim. 

Ditambah lagi pembiayaan pendidikan dalam sistem Islam bebas biaya untuk seluruh peserta didik. Seperti pada masa Khalifah al-Mustansir Billah di kota Baghdad yang mendirikan Madrasah al-Mustansiriyyah, di sekolah ini setiap siswa menerima beasiswa berupa satu Dinar (4,25 gram emas) perbulan. 

Negara Khilafah juga akan menyediakan para tenaga-tenaga pengajar yang ahli dalam bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup fantastis bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan. Sebagaimana dalam masa Khalifah Umar bin Khattab ra. pernah menggaji guru-guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah, sebanyak 15 Dinar atau setara dengan 63,75 gram emas. Dengan harga 1 gram emas per 2 Oktober 2024 sebesar Rp.1 464.000 maka setara dengan Rp93,330 juta per bulan. Gaji ini beliau ambil dari Baitul mal. 

Begitulah sejarah Islam dengan gemilangnya mengatur segala urusan umat, pemimpin dalam negara Islam sangat bertanggung jawab dengan amanahnya. Karena mereka sadar bahwasanya Allah Swt. selalu mengawasi mereka dalam menjalankan syariat Islam dalam kehidupan untuk mengurus urusan umat.

Wallahu alam bish shawwab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar