Oleh : vieDihardjo (Alumnus Hubungan Internasional)
57 negara OKI mandul, setahun sudah genosida Palestina (sejak 7 Oktober 2023) korban semakin banyak dan Israel terus mengingkari berbagai kesepakatan yang diserukan oleh organisasi-organisasi internasional. Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan Liga Arab telah menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) luar biasa pada 11 November 2023 dan mengadopsi Resolusi Majelis Umum PBB A/ES-10/L.25 yang diadopsi pada sidang darurat kesepuluh tanggal 26 Oktober 2023. Selain itu mengecam tindakan agresi Israel terhadap Palestina. Salah satu bunyi resolusi pada KKT luar biasa OKI sebagai berikut,
Kami memutuskan untuk:
Mengecam agresi Israel terhadap Jalur Gaza dan kejahatan perang serta pembantaian barbar, tidak manusiawi dan brutal yang dilakukan oleh pemerintah pendudukan kolonial terhadap Jalur Gaza dan rakyat Palestina di Tepi Barat yang diduduki, termasuk Al-Quds Timur. Kami menuntut penghentian agresi ini segera.
Menolak menggambarkan perang pembalasan ini sebagai pembelaan diri atau membenarkannya dengan dalih apa pun.
Hancurkan pengepungan di Gaza dan segera terapkan konvoi bantuan kemanusiaan Arab, Islam, dan internasional, termasuk makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Jalur Gaza. Kami menyerukan kepada organisasi-organisasi internasional untuk berpartisipasi dalam proses ini, menekankan perlunya mereka masuk ke wilayah tersebut dan untuk melindungi tim mereka agar memungkinkan mereka untuk sepenuhnya memenuhi peran mereka. Kami menegaskan perlunya mendukung Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).
Mendukung semua langkah yang diambil Republik Arab Mesir untuk menghadapi konsekuensi agresi brutal Israel di Gaza. Kami mendukung upayanya untuk menyalurkan bantuan ke wilayah tersebut dengan cara yang segera, berkelanjutan, dan memadai.
Menyerukan kepada negara-negara anggota OKI dan Liga Arab untuk melakukan tekanan diplomatik, politik, dan hukum, dan mengambil tindakan pencegahan untuk menghentikan kejahatan yang dilakukan oleh otoritas pendudukan kolonial terhadap kemanusiaan.
Mengecam operasi militer yang dilancarkan oleh pasukan pendudukan terhadap kota-kota dan kamp-kamp Palestina; mengecam terorisme pemukim; dan mendesak masyarakat internasional untuk memasukkan kelompok-kelompok dan organisasi-organisasi ini ke dalam daftar terorisme global,
Mengecam ujaran kebencian dan tindakan yang ekstrimis dan rasis yang dilakukan oleh para menteri dalam pemerintahan pendudukan Israel, termasuk ancaman seorang menteri untuk menggunakan senjata nuklir terhadap rakyat Palestina di Gaza,
Pada 386 hari agresi Israel ke Palestina telah jatuh korban 56 orang dari delapan keluarga dan 278 orang terluka dalam 24 jam. Sejak 7 Oktober 2023 total korban jiwa sebesar 41.985 dan 97.590 terluka, mayoritas perempuan dan anak-anak (www.dunia.tempo.co 9/10/2024)
Israel terus melakukan pembantaian di jalur Gaza, semakin massif dan brutal, mereka menyerang kamp-kamp sipil baik dari darat, udara juga laut. Genosida yang terus meluas di Gaza dan sekitarnya tidak akan berhenti dengan kecaman dan kutukan saja, karena Israel menggunakan seluruh poltensi militer yang dimiliki dibantu oleh negara-negara sekutunya. Menghentikan Israel haruslah menggunakan kekuatan militer yang sepadan. Seruan dan kutukan dari berbagai organisasi internasional hanya seperti ‘angin lalu’ Israel seolah ‘tuli’. Sementara negeri-negeri muslim memiliki potensi militer yang demikian besar yang dapat dikerahkan untuk melawan dan menghentikan agresi dan genosida di Palestina.
Mengapa negeri-negeri muslim tidak mampu mengirimkan bantuan militer ke Palestina?
Potensi negeri-negeri muslim yang jumlahnya sekitar 50 negara di dunia, seharusnya bukan hal sulit untuk menghentikan genosida Palestina. Tetapi justru terlihat ‘mandul’ dalam persoalan Israel Palestina. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi,
Pertama, keadaan negeri-negeri muslim hari ini yang terpecah-belah. Ini adalah strategi Barat untuk melemahkan kekuatan kaum muslimin. Kekuatan kaum muslimin salah satunya adalah persatuannya. Maka untuk melemahkannya mereka harus dipecah-belah, caranya adalah dengan memisahkan mereka dalam sekat-sekat kecil bernama ‘nasionalisme’ lalu disibukkan dengan urusan-urusan didalamnya. Sehingga apa yang terjadi dalam dunia global, di luar negeri mereka tidak lagi menjadi perhatian bagi mereka. Kalaupun mereka bereaksi itu karena apa yang terjadi di luar negeri mengusik apa yang ada di dalam negeri mereka, maka itu menjadi musuh bersama bagi mereka.
Kedua, keadaan negeri-negeri Timur Tengah, beberapa sedang disibukkan dengan konflik internal (dalam negeri) seperti Syria, Iran dan Yaman. Beberapa lainnya sangat tergantung pada Amerika Serikat dalam hal politik dan militer, seperti Arab Saudi, Qatar, Turki, Libanon dan Mesir. Bahkan beberapa diantaranya menjalin hubungan diplomatik dengan Israel meskipun dengan sembunyi-sembunyi. Gas masih mengalir dari Israel melalui Azerbaijan ke Mesir dan Yordania dan minyak juga masih mengalir melalui Turki dari Azerbaijan ke Israel. Alih-alih memblokir hubungan Israel yang membantai puluhan warga Palestina, beberapa negeri-negeri muslim masih menjalin hubungan dengan Israel, bagaimana mungkin mereka mengirimkan bantuan militer untuk mengusir Israel dari Palestina?
Ketiga, Salah memahami agresi militer Israel ke Palestina. Yang terjadi di Palestina adalah pertarungan ideologis, antara ideologi islam dengan ideologi kufur, kapitalisme. Islam adalah musuh terbesar bagi Amerika Serikat dan Barat. Amerika Serikat dan sekutunya akan terus mengontrol islam dan mencegah terjadinya kebangkitan islam. Amerika Serikat mengganggap bahwa wilayah Timur Tengah harus bisa terus dikontrol karena berpotensi menjadi wilayah dimana islam akan bangkit dan mempersatukan kaum muslimin di seluruh dunia dan juga karena sumberdaya minyak yang cukup besar dan dibutuhkan oleh Amerika Serikat (AS). Atas kepentingan tersebut AS melakukan berbagai upaya, salah satunya adalah dengan terus membantu Israel agar berhasil merebut Palestina dan berdiam di wilayah tersebut sebagai perpajangan tangan Amerika Serikat untuk mengontrol kawasan Timur Tengah. Namun, AS juga berusaha menanamkan di kepala para pemimpin muslim bahwa yang terjadi di Palestina bukan pertarungan ideologis, diarahkan sebagai konflik kemanusiaan sehingga bantuan yang diberikan untuk alasan kemanusiaan saja, makanan,pakaian, obat-obatan dan sejenisnya, bukan mengirimkan bantuan militer.
Keempat, saat ini negara-negara muslim dunia ketiga adalah negeri-negeri pengemban ideologi kapitalistik yang digawangi oleh Amerika Serikat, tidak mengejutkan jika negara-negara muslim dunia ketiga justru mendukung solusi dua negara (two state solution) yang ditawarkan oleh AS melalui PBB. Bagaimana mungkin para penguasa muslim mampu mengirimkan bantuan militer ke Palestina ketika mereka justru mempercayai dan mendukung solusi yang ditawarkan oleh Barat?
Solusi Hakiki Masalah Palestina
Negeri-negeri muslim memiliki potensi militer yang cukup besar. Mengutip rilis Organisasi Global Firepower (GFP) terdapat 5 negara muslim dengan kekuatan militer mumpuni, yaitu, Mesir, Iran, Pakistan, Turki, Indonesia. GFP merilis, Mesir memiliki 920 pasukan militer, 440 pasukan aktif dan 480 pasukan cadangan, Potensi militer (Angkatan darat, laut dan udara) Mesir menduduki peringkat 9 dari 138 negara. Turki di peringakat ke 11, Iran ke 14, Pakistan ke 15 dan Indonesia ke 16 dari 138 negara.
Negeri-negeri muslim memiliki cadangan sumberdaya alam cukup besar yang dibutuhkan untuk keperluan militer, misalnya minyak bumi, uranium, nikel, bijih besi dan sebagainya. Potensi dan sumberdaya alam yang cukup besar di negeri-negeri muslim seharusnya bisa untuk membebaskan Palestina. Kenapa sulit? Karena tidak ada institusi yang bisa mempersatukan dan memerintahkan semua potensi itu untuk mengusir Israel dari Palestina.
Maka solusi pembebasan Palestina dari penjajahan Israel adalah jihad fi sabilillah yang diperintahkan oleh seorang Khalifah yang memimpin sebuah negara adikuasa bernama Khilafah’ala minhajin nubuwwah. Kaum muslimin hendaknya memahami bahwa hanya jihad dan Khilafah yang mampu mengusir penjajah Israel dari Palestina. Sejarah membuktikan bahwa hanya Khilafah yang mampu menjaga Palestina. Setelah mengurus jenazah manusia mulia, Rasulullah SAW, Khalifah Abu Bakar as Shiddiq ra memerintahkan Usamah bin Zayd ra. untuk segera berangkat kembali mengomando ribuan para mujahidin berangkat menuju wilayah Balqa, Syam. Tujuan utamanya adalah futuhat atas Baitul Maqdis (Palestina). Upaya pembebasan Baitul Maqdis (Palestina) diteruskan oleh Khalifah Umar bin Khattab ra dengan mengirimkan panglima-panglima perang terbaiknya, seperti, Usamah bin Zayd ra. untuk segera berangkat kembali mengomando ribuan para mujahidin berangkat menuju wilayah Balqa, Syam. Tujuan utamanya adalah futuhat atas Baitul Maqdis (Palestina), pada komando panglima Abu Ubaidah bin Jarrah ra dengan pasukannya mengepung rapat Baitul Maqdis (Palestina) dengan penuh kesabaran sejak akhir tahun 637 M hingga 638 M, hingga akhirnya kunci Baitul Maqdis diserahkan secara sukarela oleh Patriakh Monofisit Sophronius kepada Khalifah Umar bin Khattab ra. Para Khalifah setelah Khulafaur Rasyidin terus menjaga Baitul Maqdis (Palestina) meskipun pernah jatuh ditangan pasukan salib, namun Kembali bisa dibebaskan oleh Shalahuddin Al Ayyubi, penjagaan tanah suci Baitul Maqdis (Palestina) terus berlangsung hingga kesultanan Ottoman, dengan Sultan yang kokoh pendiriannya untuk terus melindungi Baitul Maqdis (Palestina) meskipun Yahudi terus melancarkan rayuan agar bisa mendapatkan wilayah Baitul Maqdis. Theodore Herzl, tokoh Yahudi menuliskan dalam memoarnya bahwa Abdulhamid berkata, “Tidak mungkin bagi saya untuk menandatangani surat kematian rekan seagama kami dengan membuka jalan bagi migrasi ini.”
Tawaran Zonis untuk membeli tanah di Baitul Maqdis (Palestina) ditolak oleh Sultan Hamid II dengan mengatakan bahwa ‘ Umat Islam telah berjihad demi kepentingan Palestina. Mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Yahudi disilakan menyimpan harta mereka.Jika suatu saat kekhilafahan Turki Usmani runtuh, kemungkinan besar mereka akan bisa mengambil Palestina tanpa membayar harganya.’ Sultan Hamid II juga mengatakan bahwa selama dia masih hidup, dia lebih rela menusukkan pedang ketubuhnya sendiri daripada tanah Palestina dikhianati dan dilepaskan dari Khilafah Islamiyah.
Meskipun sogokan yang ditawarkan Theodore Herzl tidak main-main, uang sebesar 150 juta poundsterling khusus untuk Sultan, membayar semua utang Pemerintah Utsmaniyah yang mencapai 33 juta poundsterling, membangun kapal induk untuk pemerintah dengan biaya 120 juta frank, memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga, dan membangun Universitas Utsmaniyyah di Palestina, namun Komitmen para penguasa muslim terhadap tanah Palestina tidak ada bandingannya. Pembelaan terhadap pembebasan Palestina hari ini adalah dengan mengirimkan militer dan mengusir Israel. Menyatukan segala potensi yang dimiliki oleh negeri-negeri muslim untuk membebaskan Palestina, yang hanya bisa melakukan negara adidaya yang menerapkan islam secara kaffah bernama Khilafah’ala min hajin nubuwwah.
Wallahu’alam bisshowab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar