Oleh : Reshi Umi Hani
Demi pencegahan penyakit menular kanker serviks, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Penajam Paser Utara (PPU) memastikan ribuan anak perempuan kelas 5 sekolah dasar (SD) mendapatkan vaksinasi human papillomavirus (HPV) secara gratis. Dilaksanakannya program tersebut tentu akan mengakibatkan banyak bermunculan spekulasi yang beragam ditengah-tengah masyarakat, terlebih dibarengi dengan ramai nya pemberitaan terkait dengan pembagian alat kontrasepsi pada kalangan pelajar.
Menanggapi hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) PPU telah mengambil sikap kebijakan tersebut berpotensi membuka pintu bagi tindakan yang melanggar norma agama dan hukum. Ketua MUI PPU, Ustaz Abu Hasan Mubaroq, menyatakan bahwa pemberian alat kontrasepsi kepada pelajar SLTA bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam.
Pada dasarnya pemberian alat kontrasepsi pada kalangan pelajar jelas bukanlah solusi yang tepat dalam penanganan penyakit menular seperti hal nya kanker serviks ataupun HIV. Sebaliknya, hal tersebut justru akan semakin memberikan peluang terhadap semakin maraknya seks bebas. Gaya hidup para pemuda dan pelajar yang semakin bebas dan tanpa batas tentu akan semakin memudahkan para pelaku kejahatan seksual semakin marak.
Dengan semakin bebas nya pergaulan dan didukung oleh terfasilitasinya alat kontrasepsi, serta cara pikir para pemuda yang semakin liberal dan menormalisasi hubungan diluar pernikahan, jelas akan semakin merusak moral dan keperibadian pemuda, yang semakin lama akan semakin rusak dan jauh dari norma-norma serta nilai-nilai agama.
Mengapa kebijakan yang tidak memberikan Solusi hakiki tersebut bisa dengan mudahnya diterapkan ditengah-tengah masyarakat?
Permasalahan terkait dengan penanganan penyakit menular melalui pemberian vaksinasi gratis hingga munculnya kebijakan untuk memberikan alat kontrasepsi dikalangan pelajar, bukanlah kebijakan pertama yang diambil oleh pemerntah, bahkan sudah banyak regulasi dan kebijakan-kebijakan terdahulu yang kebanyakan belum memberikan solusi yang tuntas untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Sebelum mengetahui solusi yang tepat, maka perlu bagi kita untuk mengetahui terlebih dahulu pokok permasalahan yang ada. Maka, jelas pokok permasalahan daripada semua kerusakan yang ada saat ini terletak pada sistem yang ada ditengah-tengah masyarakat. Sejatinya, akar masalahnya adalah karena liberalisme dan sekularisme menjadi landasan tata kelola kehidupan. Sistem kapitalis-sekuler yang digunakan saat ini jelas merupakan pokok permaslahan, sebab sistem tersebut hanya akan menghadirkan banyak masalah ditengah-tengah umat. Penanganan penyakit menular yang seharusnya bisa menjadi solusi justru malah semakin menambah masalah baru, seperti halnya pemberian alat kontrasepsi dikalangan pelajar tersebut. Akhirnya, setiap solusi yang dilakukan hanya tambal sulam dan tidak pernah menyentuh inti persoalan. Penanganan penyakit menular yang tak kunjung memberikan dampak yang signifikan adalah cerminan rusaknya peradaban kapitalisme sehingga perlu adanya solusi komprehensif.
Maka sistem kehidupan yang sudah semakin rusak perlu diganti dengan sebuah sistem yang dapat menawarkan solusi tuntas. Sistem tersebut tentu sistem yang berlandaskan akidah Islam sajalah yang mampu mengatasinya, bahkan seluruh persoalan kehidupan dapat terselesaikan.
Sistem Islam sangat menjaga agar manusia senantiasa berada dalam perilaku mulia dan memuliakan. Hal yang menyimpang tidak akan mendapat ruang dalam kehidupan dan akan ada sanksi tegas atas pelanggarannya. Begitu pula sistem ekonomi, pendidikan, sosial, kesehatan, dan politik Islam, seluruhnya saling terkait untuk benar-benar mengentaskan permasalahan, termasuk. Oleh dalam hal penangan penyakit menular tersebut. Karenanya, telah menjadi suatu keniscayaan hanya dengan penerapan syariat Islam kafah, semua permasalahan dapat tuntas terelesaikan.
Untuk mencegah penularan penyakit menular, satu-satunya jalan penyelamat ialah menerapkan sistem sosial dan pergaulan dengan tata cara Islam. Inilah mekanisme Islam mencegah perilaku zina, “aktivitas sesama”, dan penyakit menular seksual.
Pertama, laki-laki dan perempuan wajib menundukkan pandangan dan menjaga kesucian diri mereka. Kedua, larangan khalwat, yaitu berduaan dengan nonmahram. Rasulullah saw. Ketiga, larangan ikhtilat, yaitu campur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa hajat (kebutuhan) syar’i, seperti pendidikan, kesehatan, dan muamalah jual beli. Islam hanya membolehkan interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam tiga aspek muamalah ini. Keempat, larangan zina dan “hubungan sesama”. Keduanya adalah perbuatan keji dan mungkar. Kelima, penerapan sistem sanksi yang tegas. Sanksi dalam Islam berfungsi untuk mencegah (zawajir) masyarakat agar tidak berbuat kriminal, juga berfungsi sebagai penebus dosa (jawabir) atau membuat jera pelakunya.
Adapun sanksi bagi orang yang memfasilitasi orang lain untuk berzina, dengan sarana apa pun dan dengan cara apa pun, baik dengan dirinya sendiri maupun orang lain, tetap akan terkena sanksi. Menurut pandangan Islam, sanksi bagi mereka adalah penjara lima tahun dan mencambuknya. Jika orang tersebut suami atau mahramnya, sanksi diperberat menjadi sepuluh tahun. (Abdurrahman al-Maliki. 2002. Sistem Sanksi dalam Islam. Hlm. 238. Pustaka Tariqul Izzah. Bogor.)
Dengan pemberlakuan sistem sanksi Islam ini, perbuatan zina atau perilaku menyimpang seksual dapat dicegah dan dibabat habis secara tuntas. Jika perbuatan zina dan perilaku mungkar lainnya dapat dicegah, penyakit menular seksual. Kelima, menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Pengajaran dan pendidikan generasi harus mengacu pada kurikulum pendidikan Islam. Demikianlah, tidak ada sistem sosial dan tata pergaulan terbaik dalam menjaga generasi dari perilaku kotor dan perangai buruk selain Islam.
Wallahu’alam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar