Sosialisasi Cegah Pernikahan Dini Apakah Solusi Efektif ?


Oleh: Wulan Safariyah (Aktivis Dakwah)

Pemuda Katolik Mahulu Kaltim Gelar Sosialisasi Cegah Pernikahan Dini di SMA Negeri 1 Long Bagun Komisariat Cabang Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu), Kalimantan Timur mengadakan sosialisasi bertajuk "Membangun Generasi Emas Menuju Masa Depan yang Lebih Cerdas" pada Jumat (20/9/2024) di SMA Negeri 1 Long Bagun.

Acara ini bertujuan untuk memberikan edukasi terkait dampak dan upaya pencegahan pernikahan dini kepada generasi muda. Sosialisasi ini menghadirkan tiga pemateri utama, yakni Anastasia Hiyang, Suasana Bulan, dan Anatolus Bahlan Tigang.

Ketua Pemuda Katolik Mahulu, Anastasia Hiyang, menyampaikan pentingnya sosialisasi ini dalam upaya mencegah pernikahan dini, terutama di kalangan remaja SMA.

Menurutnya, data menunjukkan peningkatan pernikahan usia dini pasca COVID-19. Pernikahan dini dapat menyebabkan masalah serius seperti stunting, yang terjadi akibat ketidaksiapan orang tua dalam hal ekonomi dan kurangnya pemenuhan gizi yang baik untuk anak. (Kaltim.tribunnews.com)

Menurut Kepala DP3AKB Kota Balikpapan, Heria Prisni bahwa terdapat berbagai dampak negatif akibat keluarga yang dibangun oleh pasangan yang menikah pada usia anak. Salah satunya adalah dampak psikologis pada anak yang belum siap menjadi orang tua karena masih dalam masa kanak-kanak. Hal tersebut dapat menyebabkan rentan terjadinya konflik, kekerasan dalam rumah tangga, hingga perceraian dalam keluarga. (Dilansir dari Balikpapan pos)

Sosialisasi cegah pernikahan dini apakah menjadi solusi efektif dalam menekan angka pernikahan dini? Apakah benar menikah dini adalah masalah? Atau masalahnya ada pada penyebab pernikahan dini tersebut?


Pandangan Sekulerisme Liberal

Anggapan bahwa pernikahan dini itu dapat menimbulkan banyak masalah, sarat dengan paradigma sekularisme liberal. Pandangan sekuler ini memang menjauhkan agama dari kehidupan. Baik buruk dan terpuji tercelanya suatu perkara, hanya distandarkan pada manfaat menurut akal manusia yang terbatas. 

Inilah ketidaksinkronan kebijakan pemerintah. Baru beberapa waktu yang lalu dikeluarkan PP no. 28 tentang alat kontrasepsi bagi usia remaja, sekarang ada sosialisasi gerakan mencegah pernikahan dini. 

Jadi sebenernya, alat kontrasepsi kemarin untuk siapa? Sangat jelas bahwa alat kontrasepsi kemarin untuk remaja gaul bebas karena yang mau menikah dicegah.

Terjadinya pernikahan dini saat ini akibat pergaulan bebas. Pembatasan usia pernikahan bukanlah solusi mencegah nikah dini, tetapi pergaulan bebas yang berakar dari sistem kapitalisme sekuler. 

Solusi yang ditawarkan sekularisme sangat jauh dari agama. Agar tidak hamil, maka dianjurkan menggunakan alat kontrasepsi. Bukannya menyelesaikan masalah, tetapi memunculkan masalah baru.

Dalam pandangan sekularisme liberal, fakta justru dijadikan sebagai alat bukti dalam memberikan solusi persoalan. Maka adanya realitas yang terjadi di masyarakat,misal berupa masalah stunting ketidak siapan orang tua dalam hal ekonomi,kurangnya pemenuhan gizi, terjadinya konflik, KDRT, perceraian dan sebagainya, tidak bisa dijadikan alasan untuk menyudutkan pernikahan dini apalagi sampai menganggapnya sebagai masalah.

Jika mau berfikir benar adanya masalah stunting, ekonomi, maupun kurangnya pemenuhan gizi yang baik, yang terjadi di masyarakat akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme, menjadikan kesulitan hidup masyarakat bertambah. 

Sistem yang menjadikan negara mencukupkan diri hanya sebagai regulator dalam berbagai pengaturan dan pemenuhan kebutuhan hidup rakyatnya. Negara absen dari fungsi utamanya sebagai  raa‘in (pengatur urusan rakyat). 

Dan mirisnya, negara justru membiarkan pihak swasta bahkan swasta asing penjajah, merampas sumber daya alam milik rakyat atas nama investasi yang dilegalkan oleh UU. Negara juga tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang luas bagi rakyatnya, sehingga tingginya angka pengangguran dan kemiskinan yang berdampak rakyat sulit mendapatkan pekerjaan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga yang semakin meningkat.

Terjadinya konflik, perceraian dan KDRT karena lemahnya pemahaman agama pasangan suami istri tentang hak dan kewajiban mereka dalam rumah tangga. Maka seharusnya negara hadir bersinergi dengan keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan dalam membimbing calon mempelai. 

Di samping itu, gaya hidup liberal sekuler yang eksis di negeri ini menjadikan pergaulan perempuan dan laki-laki yang bukan mahram, bebas tanpa batasan agama. Akhirnya menjadi pemicu terjadinya konflik, perselingkuhan, teman tapi mesra, dan sebagainya yang merusak keharmonisan rumah tangga.

Jadi, problem masyarakat yang terjadi secara sistemik di negeri ini, akibat penerapan sistem kehidupan kapitalisme sekuler yang liberal. Bahkan maraknya pergaulan bebas di kalangan remaja dan pelajar, yang berakibat meningkatnya nikah dini pada remaja, adalah buah dari sistem hidup sekuler liberal. Bukan pernikahan dini yang keliru, tapi sistem hidup masyarakatnya yang rusak.


Pernikahan Dini Dalam Pandangan Islam

Dalam pandangan Islam pernikahan dini, yaitu pernikahan yang dilakukan di masa awal balig, sepanjang memenuhi seluruh ketentuan syariat Islam tentang pernikahan. Bahkan Islam menjadikan pernikahan sebagai perkara sunnah yang disukai oleh Allah SWT dan Rasul-Nya saw.

Allah berfirman dalam Al Qur’an, “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia–Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian–Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An–Nur: 32)

Imam Ibnu Katsir menyebutkan dalam tafsirnya bahwa ayat ini berisi perintah untuk menikah. Beliau menyatakan, “Dari Ibnu Mas’ud ra.: Memohonlah kalian (kepada Allah) akan kekayaan melalui menikah”.

Rasulullah saw. juga bersabda, “Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang telah mampu menikah, maka menikahlah. Karena sesungguhnya, pernikahan itu lebih dapat menahan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa belum mampu melaksanakannya hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat menekan syahwatnya (sebagai perisai).” (HR. Bukhari No. 5066).

Islam memandang, pernikahan bukan sekadar memenuhi dorongan naluri seksual. Namun Islam menjadikan pernikahan sebagai benteng yang akan menjaga siapa pun dari perbuatan dosa atau zina yang merusak kehormatan mukmin. Pernikahan juga satu-satunya jalan yang ditetapkan Islam demi melangsungkan keturunan dari hubungan laki-laki dan perempuan secara sah dan halal.

Dengan demikian, jelaslah bahwa menikah adalah perkara yang disyariatkan dalam Islam. Islam bahkan memudahkan bagi siapa pun yang telah mampu untuk menikah. Islam juga tidak  mempermasalahkan tentang batas minimal usia calon mempelai yang tepat untuk menikah sebagaimana yang terjadi saat ini. Karena syara telah menentukan, siapa saja yang sudah balig, yaitu sudah haid bagi perempuan dan telah mengalami mimpi basah (ihtilam) bagi laki-laki,jika mereka ingin menikah, maka boleh menikah. Tentu saja dengan memenuhi seluruh perkara yang dituntunkan oleh hukum syara, yang akan menjadikan sah dan sempurnanya akad pernikahan tersebut.

Kekurangan harta dan kemiskinan bukan penghalang bagi pernikahan. Karena bagi siapa saja yang hendak menikah demi menjaga kesucian dan kehormatannya, maka akan ditolong oleh Allah SWT.

Dalam Islam negara bertanggung jawab menyediakan lapangan pekerjaan, agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Negara juga menerapkan seluruh hukum Allah, termasuk mengatur pergaulan antara pria dan wanita dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.

Selain itu, negara hadir secara nyata dalam membimbing para remaja, pelajar, dan masyarakat secara umum, termasuk pada calon mempelai yang akan menikah. Negara dapat menyiapkan hal itu melalui materi kurikulum sistem pendidikan Islam secara sistemik.

Negara juga dapat memberikan berbagai arahan dan sosialisasi yang dilakukan secara masif melalui berbagai media yang ada. Yang semua itu mengarah pada pembentukan kepribadian Islam masyarakat. Sehingga di usia balig (dewasa), para pemuda benar-benar siap taat syariat, matang kemampuan berpikirnya, dan terbentuk rasa tanggung jawab, serta mental memimpinnya.

Dengan sistem pendidikan Islam yang diterapkan secara kaffah, negara dapat menguatkan pembentukan karakter generasi yang telah dimulai oleh orang tua dalam keluarga. Sehingga lahir generasi dan pemuda yang bertakwa, berkepribadian Islam, dan bermental pemimpin. Dan saat para pemuda itu menikah, mereka telah siap secara fisik, psikis, mental, dan ilmu tentang semua perkara terkait kehidupan pernikahan dalam Islam.

Masyarakat yang dibina dan diberikan arahan-arahan Islam oleh negara, juga akan tersuasana melakukan kontrol sosial  ditengah-tengah masyarakat dengan selalu menegakkan amar makruf nahi munkar.

Wallahu'alam bissawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar