Tambang Kembali Makan Korban, Islam Tuntaskan Masalah Tambang


Oleh: Ferdina Kurniawati (Aktivis Dakwah)

Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik tegas memberi waktu 15 hari untuk menutup kolam bekas tambang batu bara, lokasi tewasnya 2 bocah Kutai Kartanegara (Kukar).

Pernyataan tegas Pj Gubernur Kaltim setelah 2 bocah Kukar tenggelam di kolam bekas tambang batu bara di Desa Bangun Rejo, kawasan L3 Blok B, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kukar.

Dua bocah Vegar (9), dan Altaf Abi Puta Zulkarnaen (10) yang tenggelam di kolam bekas tambang batu bara di Tenggarong Seberang, Kukar ini kemudian ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa. 

Senin (16/9/2024) Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik langsung meninjau ke lokasi kejadian melihat kolam bekas tambang batu bara di Kukar yang tempat tenggelamnya dua bocah tersebut.  

Kini, jumlah korban tewas di kolam bekas tambang batu bara di Kaltim menjadi 49 orang.

Sebelumnya, tewasnya dua bocah Kukar di kolam bekas tambang batu bara ini juga terjadi kecelakaan kerja di area konsesi PT Insani Bara Perkasa (IBP) yang menewaskan seorang karyawan, Selasa (10/9/2024).

Artinya jumlah korban di areal tambang batu bara yang dikenal juga sebagai emas hitam ini sudah menjadi 50 orang. 

Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik tegas memberi waktu 15 hari untuk menutup kolam bekas tambang batu bara, lokasi tewasnya 2 bocah Kutai Kartanegara (Kukar).

Di sisi lain Pemkab Kutai Barat melakukan penutupan atau penertiban aktivitas tanpa izin menggunakan aset tanah Pemerintah Kutai Barat di Pelabuhan Royok (Sekolaq Odai) Kecamatan Sekolaq Darat dan Pelabuhan Jelemuq Kecamatan Tering, Jumat (20/9/2024).

Penutupan pelabuhan ini menyusul disinyalir adanya aktivitas ilegal yang menggunakan aset pemerintah Kabupaten Kutai Barat.

Di mana PT Perusda Witeltram merupakan perusahaan milik Pemerintah Kabupaten Kutai Barat, pernah meminta izin penggunaan lokasi pelabuhan ke Badan Keuangan dan Aset Daerah dengan difasilitasi Bagian Ekonomi Sekretariat Daerah Kubar namun tidak diberikan izin oleh BKAD.

Asisten II Setkab Kubar Rahmad kepada Kaltim Post mengatakan area yang ditutup adalah aset Pemerintah Kabupaten Kutai Barat yang harus diatur sesuai peruntukannya.

Tentu miris menyaksikan rakyat rela berjibaku demi memperoleh penghasilan yang tidak seberapa. Meski nyawa taruhannya, tuntutan agar asap dapur tetap mengepul adalah alasan utama mereka. Akhirnya, terus bertahan menjadi penambang seakan menjadi alternatif satu-satunya.

Di sisi lain, aktivitas pertambangan rakyat yang belum mendapatkan izin operasi (ilegal) memang rawan bagi keselamatan para penambang. Aktivitas pertambangan berjalan seadanya tanpa memperhatikan aspek keselamatan. Bukannya tidak paham akan bahayanya, hanya saja, menjalani pekerjaan ini adalah tuntutan hidup mereka.

Secara umum, pemerintah pernah mengungkap bahwa Indonesia darurat pertambangan tanpa izin (PeTI). Melonjaknya harga komoditas pertambangan menjadi alasan utamanya. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, sampai kuartal III 2022, terdapat lebih dari 2.700 lokasi PeTI di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 2.600-an lokasi merupakan pertambangan mineral dan 96 lokasi merupakan tambang batu bara.

Akan tetapi, problem pertambangan rakyat ini bukan sekadar masalah legal atau tidaknya, melainkan berkaitan dengan upaya rakyat untuk bertahan hidup. Pada saat yang sama, ada regulasi bertingkat dan mekanisme administrasi yang rumit untuk mengantongi izin pertambangan.

Namun, di sisi lain, rumitnya mekanisme perizinan menjadi celah permainan oknum yang tidak bertanggung jawab. KPK pernah menyatakan bahwa sektor pertambangan merupakan sektor yang paling rawan praktik tindak pidana. Pada saat melakukan kajian, KPK menemukan berbagai permasalahan pada sektor minerba, antara lain penataan perizinan, permasalahan penjualan dan ekspor yang tidak valid, serta rendahnya kepatuhan para pelaku usaha.


Paradoks

Membuka lapangan kerja, salah satunya melalui kegiatan pertambangan, pada dasarnya merupakan tugas negara dalam rangka tanggung jawabnya untuk menyejahterakan rakyat. Oleh karenanya, jika pertambangan rakyat menjadi tempat untuk mencari nafkah, sudah selayaknya negara memfasilitasi. Dalam hal ini, negaralah yang bertugas mengelolanya. 

Kurang etis kalau berdalih bahwa aktivitas pertambangan belum mengantongi izin, sedangkan tidak ada evaluasi mengenai regulasi yang sedang berjalan. Sebagaimana diketahui, pemerintah melalui DPR mengesahkan UU 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Dari UU ini, terdapat sejumlah perubahan signifikan, seperti status Izin Usaha Pertambangan.

Pasal-pasal yang terdapat dalam UU Minerba ini justru menjauhkan amanat pasal 33 ayat 3 tentang pengelolaan kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat. Terlebih lagi, UU Minerba juga paralel dengan agenda besar yang tidak kalah kontroversial, yakni RUU Cipta Kerja.

Rakyat sendiri ketika menjalankan aktivitas penambangan, banyak mengalami kendala, salah satunya adalah investasi. Bukan rahasia jika urusan administrasi dan birokrasi di negeri ini membutuhkan dana yang tidak sedikit. Ini berbeda dengan aktivitas penambangan yang ditopang dengan investasi multikorporasi. Makanya, isu oligarki pertambangan tidak pernah lepas dari izin usaha tambang.

Jika negara paham bahwa tambang merupakan kekayaan negara dan rakyat berhak menikmatinya, negara seharusnya mampu melakukan eksplorasi dan eksploitasi yang peruntukannya untuk rakyat. Ironisnya, dalam kasus pertambangan di Banyumas, negara tampak tidak hadir di sana.

Inilah paradoks kegiatan pertambangan di negeri ini. Rakyat bertaruh nyawa, korporasi justru melenggang mulus mengeksploitasi SDA. Lantas, bagaimana solusi dan pandangan Islam mengenai hal ini?


Solusi Islam

Kekayaan alam negeri sejatinya pun milik rakyat. Negara bertanggung jawab mengelolanya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Benar bahwa aktivitas penambangan membutuhkan standar jelas agar keselamatan para pekerja bisa terjamin. Alhasil, negara tidak boleh tinggal diam. Negara harus mengelolanya dan hasilnya dikembalikan untuk menyejahterakan rakyat.

Dalam Islam, kekayaan alam termasuk kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara dan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta, apalagi asing.

Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah saw., “Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal, yakni air, rumput, dan api.” (HR Ibnu Majah). Rasulullah saw. juga bersabda, “Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli, yaitu air, rumput, dan api.” (HR Ibnu Majah).

Terkait kepemilikan umum, Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal. Diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul saw. untuk dapat mengelola tambang garam. Rasul saw. lalu meluluskan permintaan itu, tetapi seorang sahabat segera mengingatkan beliau saw., “Wahai Rasulullah, tahukah Anda apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sungguh, Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut darinya.” (HR At-Tirmidzi).

Mâu al-iddu adalah air yang jumlahnya berlimpah sehingga mengalir terus-menerus. Hadis tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir. Semula Rasulullah saw. memberikan tambang garam kepada Abyadh. Namun, ketika kemudian beliau saw. mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang cukup besar—bagaikan air yang terus mengalir—beliau pun menarik kembali pemberian itu. Dengan kandungannya yang sangat besar itu, tambang tersebut terkategori sebagai milik bersama (milik umum).

Atas dasar ini, negaralah yang berhak mengelola kepemilikan umum. Negara dapat melibatkan rakyat dengan status sebagai pekerja. Hasil dari pengelolaan SDA tersebut masuk ke baitulmal yang nantinya akan disalurkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan rakyat.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar