Oleh: Rifdah Reza Ramadhan, S,Sos.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang disebut sebagai wakil rakyat dalam menyampaikan aspirasi resmi dilantik untuk masa bakti periode 2024/2029. Rakyat mengharapkan DPR mampu untuk mewakili rakyat dan berpihak kepada kepentingan rakyat.
Namun jika menengok lebih dalam, DPR tidaklah terlepas dari kepentingan partai politik, elite politik, kekuasaan, terlebih lagi ada upaya meraih keuntungan pribadi dan keluarga. Harapan rakyat di atas butuh upaya super karena politik dinasti pun sangat kental dan melekat pada DPR periode 2024-2029. Banyak anggota DPR terpilih diketahui mempunyai hubungan keluarga atau kerabat dengan pejabat publik, elite politik, hingga sesama anggota DPR terpilih lainnya.
Hal di atas bukanlah tanpa bukti, semua dapat dilihat dari hasil riset Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) yang mencatat setidaknya 79 dari 580 anggota DPR periode ini terindikasi dinasti politik. Relasi kekerabatan mulai dari suami-istri, anak, ponakan, dan lainnya. (tirto.id, 02/10/2024).
Merespon hal itu, dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah melihat bahwa ini menjadi cara yang buruk dan sangat disayangkan tidak ada instrumen hukum yang bisa meluruskan tindakan sewenang-wenang ini. Beliau mengatakan, “Sehingga, jangan heran jika tokoh yang ada dalam daftar keluarga elite parpol sering kali lolos ke parlemen,” (Tirto, (01/02/2024).
Permasalahan yang hadir bukan hanya pada aspek itu. Baru-baru ini disampaikan bahwa akan ada pemberian tunjangan perumahan kepada 590 anggota DPR baru Rp50 juta per bulan per orang. Tentu saja ini memantik kritik salah satunya dari lembaga pengawas parlemen karena dianggap tidak ada urgensi dan hanya menambah beban anggaran negara.
Sebelumnya juga Indra Iskandar selaku Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengatakan bahwa alasan tidak menyediakan rumah dinas karena kondisi rumah dinas yang sudah rusak dan butuh perawatan yang tidak murah. Beliau mengklaim lebih dari 50% rumah jabatan itu rusak di bagian atap sehingga sering bocor saat hujan. (bbc.com, 05/10/2024).
Di sisi lain bila ditelaah komposisi DPR, DPD, MPR RI ternyata 50% lebih anggota dewan lama. Lantas atas fakta-fakta di atas apakah DPR benar-benar bisa melayani rakyat?
Di Indonesia yang menganut sistem demokrasi, DPR menjadi komponen yang penting. Namun tidak dapat dipungkiri pula hidup di sistem kapitalis demokrasi membuat DPR terlilit dengan segudang kepentingan. Terlebih hal ini juga diperkokoh dengan tidak adanya oposisi, semua menjadi koalisi. Lantas siapa yang akan berdiri bersama rakyat?
Belum lagi oligarki yang tak berkesudahan memanjangkan tangannya melalui DPR sehingga dengan mudah mengesahkan aturan-aturan yang hanya menguntungkan segelintir orang sedang rakyat menelan derita lagi. Politik balas budi sangat kental sehingga mendapat kursi DPR bukan menjadi upaya memberikan pelayanan dan perubahan baik pada rakyat tetapi untuk saling menguntungkan segolongan mereka saja.
Dengan mudah pun ditunjukkan bahwa wakil rakyat dipilih bukanlah karena kemampuannya, tetapi karena kekayaan, mekanisme politik, dan politik transaksional yang mengencangkan langkahnya. Belum lagi sosok-sosok artis yang tidak ketinggalan menempati kursi yang dalam upaya kampanyenya memanfaatkan popularitas dan sangat minim penyampaian visi misi plus kredibilitasnya sebagai wakil rakyat.
Rakyat pun seperti teralihkan dan tidak tersadar pada efek jangka panjang dari kultur DPR yang sangat tidak sehat yaitu diliputi dengan banyaknya kepentingan. Rakyat banyak terbawa alur kampanye, memberikan suara dengan ketidaktahuan, dan menjadi alat politik semata. Atas dasar itu, tujuan DPR yang di dalamnya menyusun, membahas, menetapkan, memberikan persetujuan pada RUU untuk kepentingan rakyat sudah sangat amat ditunggangi dengan kepentingan pribadi.
Hal ini akan mengantarkan pada kebijakan yang keliru dan menyengsarakan rakyat, bahkan hal ini sudah terbukti pada periode yang lalu. Banyak dari rakyat yang turun ke jalan untuk berdemo menyuarakan kekesalan atas ketidakadilan yang disahkan oleh DPR.
Sungguh berbeda dengan sistem berlandaskan Islam kafah yang di dalamnya terdapat Majelis Ummah guna mewakili rakyat. Di dalamnya berlandaskan kesadaran atas pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT dan tentunya atas kecintaan kepada rakyat secara total. Maka Majelis Ummah merupakan representasi dari umat yang bertugas untuk menyampaikan aspirasi umat, namun tidak berwenang untuk membuat aturan.
Dengan demikian persoalan DPR adalah buah dari sistem kapitalisme yang melahirkan caleg dan politisi yang cinta dunia, materi, kuasa, dan mengenyampingkan kepentingan rakyat. Sama sekali tidak ada kesadaran dirinya dengan Sang Pencipta dan tiada pula ketakutan pada Allah SWT. Apa saja dilakukan demi kebahagiaan dunia yang hanya sementara ini, urusan agama dengan aktivitas kehidupan dipisahkan secara terang terangan sehingga yang menjadi komando hanyalah nafsu sedang aturan-Nya diabaikan.
Maka, kita tidak bisa berhadap bahwa DPR dapat melayani rakyat, sebab landasannya saja tidak mengantarkannya ke sana. Dengan itu, untuk menciptakan suasana damai sejahtera, memprioritaskan rakyat, dan tahu betul apa itu amanah plus tanggung jawab, lihatlah pada Islam.
Sebab Allah telah memberikan seperangkat aturan untuk mengurus rakyat dan Allah pun sudah berikan tauladan sebagaimana Rasulullah SAW dan para sahabat membuat struktur pemerintahan berlandaskan hukum syara. Semua itu adalah sebaik-baik contoh yang pernah ada. Maka, sudah saatnya mencampakkan sistem kapitalisme ini dan bergegas menuju penerapan Islam kafah demi meraih ridhonya dan tercapainya kondisi di tengah rakyat yang penuh kesejahteraan dengan genggaman amanah yang kuat dari struktur pemerintahan/negaranya.
Wallahu a’lam bishawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar