Oleh: Widya Rahayu (Lingkar Studi Muslimah Bali)
Baru-baru ini, DPR kembali menjadi sorotan publik. Isu ketidakpantasan perilaku anggota dewan mulai dari penggunaan fasilitas publik hingga minimnya kehadiran dalam rapat-rapat penting di Senayan, membuat banyak orang bertanya-tanya: apakah wakil rakyat ini benar-benar melayani rakyat atau hanya mengejar kepentingan pribadi?
Di tengah kritik tersebut, muncul laporan bahwa beberapa anggota DPR beserta keluarganya justru memanfaatkan waktu luang untuk berpiknik di gedung yang seharusnya menjadi pusat pengambilan keputusan penting bagi bangsa .
Bukan hanya itu, beberapa anggota DPR bahkan tidak menempati rumah dinas yang disediakan. Sebaliknya, mereka memilih tinggal di rumah pribadi, yang mengakibatkan fasilitas negara ini menjadi mubazir.
Pemberian tunjangan perumahan kepada 580 anggota DPR baru yang disebut mencapai Rp50 juta per bulan per orang menuai kritik dari lembaga pengawas parlemen karena "dianggap tidak ada urgensinya dan hanya menambah beban anggaran negara". Dikutip BBC News Indonesia, Jumat (04/10)
Akibatnya, rumah dinas yang kosong akan dikembalikan ke Sekretariat Negara dan Kementerian Keuangan . Fenomena ini memperlihatkan betapa jauhnya perilaku para wakil rakyat dari peran ideal yang mereka emban sebagai pelayan masyarakat.
Di sisi lain, pelantikan anggota DPR baru beberapa waktu lalu membawa kembali pertanyaan lama: apakah mereka benar-benar mampu mewakili rakyat, atau justru menjadi perpanjangan tangan oligarki yang semakin kuat dalam politik Indonesia?
Ahmad Muzani dari farksi Gerindra terpilih sebagai Ketua MPR RI dengan wakil Bambang Wuryanto dari PDIP, Kahar Muzakir dari Golkar, Lestari Moerdijat dari NasDem, Rusdi Kirana dari PKB, Hidayat Nur Wahid dari PKS, Eddy Soeparno dari PAN, Edhie Baskoro Yudhoyono dari Demokrat dan Abcandra Akbar Supratman dari Kelompok DPD. Dikutip CNBC Indonesia (Jum'at, 04/10/2024)
Di era di mana semua partai politik berada dalam satu koalisi yang mendukung pemerintah, hampir tidak ada lagi oposisi yang mampu menjalankan fungsi pengawasan. Ini menciptakan kondisi di mana konflik kepentingan menjadi hal yang lumrah, dengan anggota dewan lebih sering memperjuangkan kepentingan elite politik dan pengusaha daripada kepentingan rakyat.
Fakta dan Realita Sistem Demokrasi Hari Ini
DPR, sebagai lembaga yang bertugas menyampaikan aspirasi rakyat sekaligus membuat aturan hukum, idealnya berperan sebagai penjaga kepentingan publik. Namun, realita yang kita saksikan saat ini menunjukkan bahwa hubungan antara wakil rakyat dan rakyat yang diwakili semakin merenggang. Salah satu penyebab utama adalah politik transaksional, di mana para calon wakil rakyat lebih banyak dipilih berdasarkan kekayaan, status, atau jabatan, bukan karena kemampuan atau integritas mereka.
Politik transaksional ini memungkinkan mereka yang memiliki akses ke sumber daya besar, seperti pengusaha atau pejabat tinggi, untuk menduduki kursi legislatif. Hasilnya, kebijakan-kebijakan yang dihasilkan sering kali lebih berpihak pada oligarki ketimbang masyarakat luas. Konflik kepentingan yang muncul dari hubungan erat antara politik dan bisnis menjadi persoalan serius. Wakil rakyat yang seharusnya berperan sebagai penjaga amanah publik, justru kerap terjebak dalam tarik-menarik kepentingan antara partai politik dan pengusaha yang mendanai kampanye mereka.
Sistem politik yang ada saat ini juga gagal menciptakan mekanisme check and balance yang efektif. Ketika hampir semua partai politik bergabung dalam koalisi besar yang mendukung pemerintah, tidak ada lagi oposisi yang kuat untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Siapa yang akan berpihak pada rakyat jika semua pihak berada dalam satu barisan yang justru membela kepentingan oligarki?
Analisis Sistem Demokrasi dan Wakil Rakyat
Masalah yang muncul dalam sistem demokrasi saat ini sangat terkait dengan mekanisme politik yang mendasarinya. Dalam demokrasi kapitalistik, kekuasaan sering kali jatuh ke tangan mereka yang memiliki sumber daya ekonomi yang besar. Kekayaan dan status sosial menjadi alat untuk meraih kekuasaan, bukan kompetensi atau moralitas. Hal ini menciptakan sebuah siklus di mana para wakil rakyat lebih sibuk mempertahankan posisi mereka daripada benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat.
Selain itu, fungsi DPR sebagai lembaga legislatif yang juga bertugas membuat undang-undang sering kali menjadi sumber konflik kepentingan. Ketika para legislator memiliki hubungan erat dengan kelompok bisnis atau kepentingan tertentu, kebijakan yang dihasilkan akan lebih menguntungkan pihak-pihak tersebut. Rakyat, yang seharusnya menjadi prioritas utama, justru terabaikan dalam proses legislasi yang transaksional ini.
Di sisi lain, tidak adanya oposisi yang kuat di parlemen membuat kontrol terhadap kekuasaan menjadi lemah. Dalam kondisi ini, pemerintah dapat menjalankan kebijakan yang sering kali tidak sejalan dengan kepentingan rakyat tanpa ada pengawasan yang efektif. Demokrasi yang seharusnya menjadi alat untuk memperjuangkan hak-hak rakyat, justru berubah menjadi alat untuk melanggengkan kekuasaan oligarki.
Solusi Islam: Kembali ke Syariah dan Majelis Ummah
Dalam Islam, konsep wakil rakyat sangat berbeda dengan sistem demokrasi yang kita kenal saat ini. Dalam sistem Islam, dikenal adanya Majelis Ummah yang berfungsi sebagai representasi umat. Anggota Majelis Ummah dipilih bukan karena kekayaan atau status sosial mereka, melainkan karena kemampuan, keadilan, dan integritas yang mereka miliki. Mereka tidak memiliki kewenangan untuk membuat hukum, melainkan bertugas menyampaikan aspirasi rakyat kepada Khalifah.
Hukum dalam Islam tidak dibuat oleh manusia, melainkan bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah. Oleh karena itu, tidak ada ruang bagi kepentingan pribadi atau kelompok untuk mempengaruhi proses legislasi. Hukum syariah bersifat tetap dan berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu, sehingga mencegah terjadinya konflik kepentingan yang sering kita lihat dalam sistem demokrasi.
Dalam konteks ini, sistem Islam mampu menghadirkan wakil rakyat yang benar-benar memperjuangkan kepentingan umat. Mereka tidak terjebak dalam transaksi politik atau terikat dengan kepentingan oligarki, karena tugas mereka murni menyampaikan aspirasi umat kepada Khalifah. Di bawah sistem Islam, pengambilan keputusan didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan yang ditetapkan oleh syariah, bukan oleh kepentingan politik atau ekonomi tertentu.
Oleh karena itu, solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada dalam sistem demokrasi saat ini adalah dengan kembali kepada sistem Islam. Hanya dengan menerapkan syariah secara menyeluruh, kita dapat menghadirkan wakil rakyat yang benar-benar melayani kepentingan umat, bukan hanya segelintir elite yang menguasai kekayaan dan kekuasaan.
Kesimpulan
Kritik terhadap kinerja DPR yang sering kali jauh dari harapan publik menunjukkan bahwa sistem demokrasi yang ada saat ini gagal menghadirkan wakil rakyat yang benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat. Politik transaksional dan konflik kepentingan menjadi faktor utama yang menggerogoti fungsi legislatif sebagai penjaga amanah rakyat. Oleh karena itu, solusi yang ditawarkan Islam melalui konsep Majelis Ummah dan penerapan hukum syariah menawarkan alternatif yang lebih adil dan berintegritas bagi rakyat. Dengan sistem Islam, wakil rakyat akan benar-benar menjalankan tugasnya sebagai penyambung lidah umat tanpa terjebak dalam kepentingan oligarki.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar