Oleh : Amey Nur Azizah
Negara Indonesia adalah negara hukum. Demikian bunyi Pasal 1 Ayat 3 Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Yang dimaksud negara hukum adalah negara yang di dalamnya terdapat berbagai aspek peraturan-peraturan yang bersifat memaksa dan mempunyai sanksi tegas apabila dilanggar.
Maka, arti Indonesia sebagai negara hukum adalah segala aspek kehidupan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus didasarkan pada hukum dan segala produk perundang-undangan serta turunannya yang berlaku di wilayah NKRI.
Namun bagaimana jadinya jika ternyata penegakan hukum di negara yang katanya adalah negara hukum justru tidak menampakkan ketegasan hukum-hukumnya? Sebagaimana yang dilansir oleh kompas.com bahwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto menduga putusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani dugaan kasus gratifikasi terhadap Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep sarat intervensi. Hal tersebut disampaikan Hasto saat menanggapi pernyataan KPK yang menyatakan, pemberian fasilitas kepada putra bungsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) itu bukanlah gratifikasi.
Menurut Hasto, penegakan hukum seharusnya memberikan rasa keadilan dan tidak tebang pilih. Dia pun khawatir keputusan KPK ini menjadi preseden buruk terhadap proses penegakan hukum. Sebab, lanjut Hasto, masyarakat bisa menganggap bahwa hukum hanya ditegakkan kepada pihak-pihak yang tak memiliki kedekatan dengan kekuasaan.
Serupa dengan apa yang terjadi di atas, tvonenews.com memaparkan Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan Tahun 2015–2016 Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong, sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula periode 2015--2023 di Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Sementara itu, Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, menyampaikan keprihatinannya terkait penetapan tersangka terhadap mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi impor gula. Said Didu menilai penetapan tersangka tersebut menandakan ada yang tidak beres dalam kebijakan impor gula selama pemerintahan Presiden Jokowi.
Ia pun mengatakan agar publik mendorong Kejagung dapat mengusut tuntas dugaan korupsi dalam praktik impor gula, yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir. Menurut catatan Said Didu, selama masa pemerintahan Jokowi, setiap Menteri Perdagangan yang menjabat telah mengeluarkan kebijakan impor gula dalam jumlah besar. Ia mencatat bahwa pada masa jabatan Tom Lembong sebagai Menteri Perdagangan pada 2015-2016, impor gula mencapai sekitar 5 juta ton. Kebijakan impor ini terus berlanjut di bawah Enggartiasto Lukita yang menjabat pada 2016-2019, dengan angka impor sekitar 15 juta ton.
Tom Lembong dan CS pun kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Dari berita di atas dapat disimpulkan bahwa Korupsi masih marak di negeri ini, dan mirisnya justru penanganan yang dilakukan oleh negara menunjukkan perbedaannya. Contohnya pada kasus korupsi impor gula negara bisa menetapkan pelaku sebagai tersangka tetapi dalam kasus jet kenapa tidak demikian? Dari sini tampak jelas adanya tebang pilih dalam penegakan hukum. Inilah gambaran penegakan hukum dalam sistem sekuler kapitalisme, di mana yang kuat itulah yang menang. Ditambah lagi dalam sistem yang diterapkan hari ini kekuasaan dapat memainkan hukum.
Berbeda halnya di dalam Islam, korupsi adalah haram dan merupakan pelanggaraan hukum syarak. Sehingga Islam menutup semua celah terjadinya korupsi termasuk oleh aparat. Islam memiliki berbagai mekanisme dalam pencegahan dan penanganan kasus korupsi. Sistem hukum Islam menjamin tegaknya hukum karena semua orang sama di hadapan hukum.
Hukum Islam berasal dari Allah Swt. bukan hasil rancangan manusia. Karena itu pasti ada jaminan kesempurnaan dan keadilan. Sistem persanksian (nizhaam 'uquubaat), yang merupakan bagian dari sistem hukum Islam, misalnya, diterapkan dalam rangka menjaga kehidupan masyarakat dan menjamin agar masyarakat dapat hidup dengan tertib dan aman.
Hukum persanksian di dalam Islam tentu memberikan kemaslahatan di dunia dan akhirat. Di antara falsafah penting penerapan sanksi di dalam Islam adalah sebagai pencegah (zawaajir) dan sebagai penebus dosa (jawaabir) bagi pelakunya. Bersifat zawajir, yakni dapat memberikan efek jera bagi pelakunya dan membuat orang lain takut untuk melakukan tindakan kriminal serupa. Karena itu penerapan sistem hukum Islam akan dapat menurunkan angka kriminalitas. Masyarakat pun akan terjaga dari berbagai kerusakan dan kehancuran. Dan peran pemimpin yang berani tegas sangat dibutuhkan.
Sebagaimana Hadis Nabi saw. dari 'Abdullah bin 'Umar r.a. Rasulullah saw. bersabda: “Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin. Setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas pihak yang kalian pimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya” (HR Muttafaqun 'alayhi).
Saat menjelaskan hadis ini, Imam al-Baghawi (w. 516 H) menuturkan: "Pemeliharaan seorang al-Imam (Khalifah) adalah wilayah urusan- urusan rakyatnya, melindungi mereka, menegakkan sanksi-sanksi had, dan hukum- hukum bagi mereka." (Al-Baghawi, Syarh as- Sunnah, 10/61).
Dari sini didapati riwayat Rasulullah saw. menegakkan sanksi huduud atas rakyatnya, juga mengatasi potensi perselisihan di antara masyarakat. Syariah Islam yang menjadi aturan dalam masyarakat mampu mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat. Ini sejalan dengan prinsip Al-Qadhi Abu al-Baqa' al- Hanafi (w. 1094 H) "Politik adalah mewujudkan kemaslahatan bagi makhluk-Nya dengan menunjuki mereka ke jalan keselamatan di dunia dan akhirat."
Wallahualam bissawab. []
Sumber :
1. https://kumparan.com/berita-hari-ini/pengertian-negara-indonesia-adalah-negara-hukum-1uhFyeet28m
2. https://nasional.kompas.com/read/2024/11/03/13343121/kpk-putuskan-private-jet-kaesang-bukan-gratifikasi-hasto-pdi-p-ada-akrobat.
3. https://www.tvonenews.com/berita/nasional/262072-tom-lembong-jadi-tersangka-impor-gula-padahal-impor-gula-era-zulkifli-hasan-dan-mendag-lainnya-lebih-tinggi?page=2
4. Afandi, luthfi. (2024). Solusi Islam Menyelesaikan Problematika Bangsa. Al-wa’ie edisi November, 1-30 November 2024, halaman 14.
5. Abu Naveed, Irfan. (2024). Meniti Jejak Rasulullah SAW Sebagai Negarawan. Al-wa’ie edisi November, 1-30 November 2024, halaman 33.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar