Oleh: Ai Sopiah
Puluhan peternak sapi perah dan pengepul susu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, dalam beberapa waktu terakhir ini terpaksa membuang susu hasil panen mereka. Hal itu lantaran pabrik atau Industri Pengolahan Susu (IPS) membatasi kuota penerimaan pasokan susu dari para peternak dan pengepul susu itu.
Pada Jumat pagi, 8 November 2024, sekitar pukul 08.00 WIB, sejumlah peternak dan pengepul susu bahkan membagi-bagikan susu secara gratis kepada warga di kawasan Simpang Lima Boyolali Kota. Hanya dalam waktu sekitar 15 menit, sebanyak 500 liter susu ludes diberikan kepada warga sekitar lokasi.
Lalu pada sekitar pukul 09.00 WIB, sekitar 30 peternak dan pengepul susu dari berbagai kecamatan di Kabupaten Boyolali mendatangi Kantor Dinas Peternakan wilayah itu untuk mengadukan permasalahan yang sedang mereka alami. Mereka juga meminta izin untuk membuang stok susu yang tidak bisa dikirimkan ke pabrik atau IPS.
Salah seorang peternak dan pengepul susu sekaligus Ketua Koperasi Peternakan dan Susu Merapi (KSPM) Seruni, Boyolali, Sugianto mengemukakan yang dialami peternak dan pengepul susu di wilayah itu sama dengan yang dialami para peternak dan pengepul susu di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Ia menjelaskan koperasinya masuk di NSP Pasuruan, Jawa Timur yang memasok susu untuk salah satu IPS di Jakarta.
Sugianto mengungkapkan pembatasan kuota sebenarnya sudah dilakukan sejak sekitar September 2024 lalu. Berdasarkan informasi dari pihak pabrik atau IPS, membatasi kuota penerimaan pasokan susu dari kalangan peternak lokal itu karena alasan pemeliharaan mesin.
Selama dua minggu terakhir ini pihaknya terpaksa membuang stok susu yang tidak terserap di pabrik atau IPS.
"Alasannya (pabrik atau IPS membatasi penerimaan pasokan susu) satu, maintenance mesin. Padahal tidak mungkin itu," ungkap Sugianto saat ditemui wartawan di sela-sela audiensi peternak dan pengepul susu dengan jajaran Dinas Peternakan Kabupaten Boyolali hari ini.
Ia menduga pembatasan penerimaan pasokan susu oleh pabrik atau IPS itu lantaran ada kebijakan impor susu yang diambil oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan. "Indikasi yang terjadi di lapangan sekarang ini adalah karena keran impornya dibuka oleh Menteri Perdagangan," kata dia.
Sugianto berharap pemerintah lebih memikirkan nasib para peternak dan produsen susu lokal atau dalam negeri ketimbang melakukan impor. Menurutnya, untuk memenuhi kebutuhan susu nasional sebetulnya dapat dipasok oleh para peternak lokal.
"Untuk memenuhi kebutuhan susu nasional pun kami sudah siap supply, walaupun kurang. Kasihan peternak kalau kami hari ini setop untuk masuk cooling, otomatis kalau dari peternak kami setop, lalu peternak mau jual susu ke mana?" ucap dia.
Koperasinya, ujar Sugianto, membawahi sekitar 800 peternak dapat memproduksi hingga 10 ton atau 10 ribu liter susu dalam sehari. Dalam kurun waktu sekitar 2 minggu terakhir ini total susu yang terbuang mencapai 33 ton atau 33 ribu liter. Ia menyebut jika dihitung nilai kerugian yang ditanggung koperasinya mencapai ratusan juta rupiah.
Hal senada disampaikan peternak sekaligus pengepul susu lain dari Kecamatan Taman Sari, Boyolali, Wartono. Ia membuang susu selama lima hari terakhir. "Untuk produksi susu saya kemarin total mengumpulkan 2.200 liter, dari saya sendiri 120 liter. Biasa kirim ke Salatiga di Getasan itu sekitar 1.000 liter per hari, sekarang hanya diberi kuota 250 liter per hari. Adapun yang saya kirim ke KPSM dari biasanya kuota 1.400 liter, cuma dikasih 900 liter. Kelebihannya ya saya buang," katanya.
Wartono memperkirakan nilai kerugian yang ditanggungnya karena persoalan ini bisa mencapai ratusan juta rupiah. Ia pun berharap pemerintah segera memberikan solusi mengingat permasalahan itu menyangkut nasib para peternak. "Saya berharap pemerintah membatasi impor susu biar susu dari petani se-Boyolali bisa terserap di IPS," katanya. (TEMPO online, 8/11/24).
Beredar berita bahwa pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk impor susu dari luar dan membatasi hanya sedikit untuk pemasok lokal. Hal tersebut akan memicu kerugian yang sangat besar bagi para peternak. Negara seharusnya melindungi nasib peternak melalui kebijakan yang berpihak kepada peternak baik dalam hal menjaga mutu maupun dalam menampung hasil susu dan yang lainnya.
Polemik susu lokal tergilas susu impor yang diduga tak terlepas dari kemudahan aturan impor yang ditetapkan pemerintah, ini menunjukkan ketidakjelasan visi membangun kedaulatan pangan. Inilah wajah pemerintah yang tidak punya visi jelas dalam membangun kedaulatan pangan.
Terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang kebutuhan susunya justru akan dipenuhi dari impor, pemerintah harusnya menyiapkan program yang rinci dari mulai hulu sampai hilir, bukan sekadar karena kampanye yang asal populis.
Kebijakan impor diduga ada keterlibatan para pemburu penghasilan untuk mendapatkan keuntungan dari impor susu. Inilah salah satu kebijakan buruk dalam sistem ekonomi kapitalisme, karena berpihak pada para pengusaha. Tanpa memikirkan bagaimana nasib peternak lokal.
Berbeda halnya dengan Negara Khilafah yang memakai aturan Islam akan berdiri di tengah umat, menyolusi dengan syariat demi mewujudkan kemaslahatan umat. Negara secara mandiri akan memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengoptimalkan seluruh potensi yang ada. Hal ini mencegah merebaknya orang-orang yang mencari untung di tengah penderitaan rakyat.
Negara Islam (Khilafah) menjalankan hubungan luar negeri, termasuk perdagangan, berdasarkan dua hal, yaitu sesuai syariat (termasuk agenda dakwah dan jihad) dan kemaslahatan rakyat. Khilafah akan menjalin hubungan luar negeri dengan cermat dan mengutamakan kepentingan rakyat dan negara.
Di dalam kitab Muqaddimah ad-Dustûr Pasal 161 disebutkan, “Perdagangan luar negeri berlaku menurut kewarganegaraan pedagang, bukan berdasarkan tempat asal barang dagangan. Pedagang yang berasal dari negara yang sedang berperang (at-tujjar al-harbiyyun) dilarang mengadakan aktivitas perdagangan di negeri kita, kecuali dengan izin khusus untuk pedagangnya ataupun barang dagangannya.
Pedagang yang berasal dari negara yang terikat perjanjian (at-tujjar al-mu’ahidun) diperlakukan sesuai dengan teks perjanjian antara kita dan mereka. Para pedagang yang berasal dari warga negara (Khilafah) dilarang mengekspor bahan-bahan yang diperlukan negara (Khilafah), termasuk bahan-bahan yang akan memperkuat militer, industri, dan perekonomian musuh.
Para pedagang yang berasal dari warga negara (Khilafah) tidak dilarang mengimpor barang yang hendak mereka miliki. Dikecualikan dari hukum-hukum ini, negara yang antara kita dan penduduknya terjadi peperangan secara langsung, seperti Israel, maka ia diperlakukan sebagai negara kafir harbi fi’lan pada semua hubungan dengan negara tersebut, baik hubungan perdagangan maupun nonperdagangan.”
Berdasarkan pasal tersebut, Khilafah dalam melakukan hubungan luar negeri akan melihat status negara tersebut. Jika negara tersebut terkategori kafir harbi fi’lan seperti AS dan Israel yang memerangi Palestina, Cina yang melakukan genosida terhadap muslim Uighur, dan Myanmar yang melakukan genosida terhadap muslim Rohingya, Khilafah tidak akan melakukan perdagangan luar negeri dengan negara-negara tersebut.
Adapun terhadap kafir harbi hukman (tidak memerangi umat Islam) dan mu’ahidun (terikat perjanjian damai), Khilafah boleh melakukan perdagangan luar negeri. Namun, ada catatannya. Khilafah tidak akan mengimpor produk yang haram, misalnya khamar, narkoba, dan aneka produk yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
Pada produk yang boleh diimpor, Khilafah tidak akan serta-merta melakukan impor. Untuk produk strategis seperti makanan pokok (beras, jagung, gandum, kedelai, daging, ikan, minyak, gula), sandang (tekstil dan produk tekstil), dan alutsista, Khilafah akan mewujudkan swasembada di dalam negeri sehingga tidak tergantung pada impor yang bisa membahayakan kedaulatan negara.
Pada produk lainnya seperti aksesori, alas kaki, mebel, dan perabotan, Khilafah memang boleh melakukan impor, tetapi Khilafah tetap akan mengutamakan perlindungan industri industri dalam negeri sehingga tidak akan mudah melakukan impor. Khilafah akan menjamin iklim usaha yang kondusif dan aman untuk rakyat agar industri dalam negeri memiliki daya saing yang tinggi.
Khilafah tidak akan membebani industri dengan berbagai pungutan yang memberatkan. Khilafah justru memberi kemudahan-kemudahan seperti bantuan modal dan jaminan keamanan. Dengan begitu, industri bisa maju dan optimal memproduksi kebutuhan rakyat.
Khilafah juga akan membuat kebijakan yang menjamin kesejahteraan rakyat sehingga mereka memiliki daya beli tinggi. Dengan demikian, hasil industri dalam negeri akan terserap dengan baik. Khilafah juga akan melakukan edukasi literasi finansial pada rakyat sehingga bijak dalam mengonsumsi produk, tidak mudah terjebak pada tren atau barang murah.
Terkait bea masuk atau cukai, Khilafah akan menerapkan cukai atas dagangan yang masuk ke Negara Islam sebesar cukai yang mereka ambil dari pedagang Islam. Jika mereka menghapuskan cukai, Khilafah juga akan melakukan hal yang sama.
Khalifah Umar bin Khattab ra. pernah menginstruksikan kepada para pegawainya untuk mengambil cukai sebesar 5% kepada orang-orang kafir harbi yang membawa minyak dan biji-bijian ke Hijaz. Dalam keadaan tertentu beliau menginstruksikan kepada para pegawainya untuk membebaskan cukai sama sekali kepada mereka. (Al-Waie, 3/6/2019).
Untuk mencegah masuknya barang yang membahayakan industri dalam negeri, Khilafah akan menempatkan polisi dan militer untuk melakukan penjagaan di perbatasan, yaitu pelabuhan dan bandara. Selain itu, akan ada sanksi tegas bagi pelaku impor yang membahayakan.
Oleh karena itu supaya perekonomian berjalan dengan baik dan sehat, sudah seharusnya pemerintah segera mengganti sistem dengan sistem Islam secara kaffah. Mari kita mengkaji dan berjuang untuk menerapkan sistem Islam secara kaffah.
Wallahua'lam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar