Kolaborasi Anggota APEC Solusi Tata Kelola SDA Versi Kapitalisme


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

Presiden Prabowo Subianto mengajak negara-negara yang tergabung dalam APEC (Asia-Pasific Economic Cooperation) berkolaborasi dengan Indonesia untuk mengolah berbagai sumber daya bersama. Hal ini perlu dilakukan agar dana beredar di dalam cakupan ekonomi sendiri. Prabowo menyampaikan hal ini saat berpidato kunci di forum APEC CEO Summit 2024 yang diselenggarakan di Gran Teatro Nacional, Peru, Kamis (14/11) waktu setempat.

Prabowo mengatakan, negara-negara di dunia saat ini menghadapi tantangan yang signifikan, tetapi banyak negara, termasuk Indonesia diberkati dengan sumber daya yang melimpah, wilayah, tanah, dan air yang signifikan.

“Kita beruntung karena mampu, dalam beberapa tahun, sepenuhnya mandiri dalam energi, mandiri dalam energi hijau. Kita mungkin akan menjadi salah satu dari sedikit negara yang dapat mencapai 100% energi terbarukan dalam beberapa tahun. Kita memiliki potensi panas bumi terbesar, saya kira 60% potensi energi panas bumi dunia ada di Indonesia. Kita memiliki potensi, tentu saja, energi surya, tetapi kekuatan utama kita akan datang dari bioenergi, dari bahan bakar berbasis tanaman yang dapat kita hasilkan,” kata Prabowo, Sabtu (16/11).

Prabowo pun mengajak negara-negara di APEC untuk berkolaborasi bersama Indonesia dalam upaya ini. Contohnya, yang akan dilakukan Indonesia dengan Brasil dan dengan Republik Kongo. Selain itu, Indonesia juga disebutnya menjajaki peluang berkolaborasi dengan Peru sebagai salah satu negara APEC.

Prabowo menjelaskan, di tengah dunia yang saling bersaing ini, pemimpin negara harus lebih bijaksana dan arif. Adapun, sebagai pemimpin dirinya selalu akan memilih jalur kolaborasi, keterlibatan, komunikasi, dan negosiasi.

“Saya percaya bahwa kesejahteraan hanya dapat datang dari perdamaian. Perdamaian datang dari pengertian. Pengertian datang dari keterlibatan dan negosiasi,” pungkasnya. (merdeka online, 16/11/2024).

Sebenarnya bukan kali pertama Indonesia menginginkan kerjasama ekonomi dengan negara lain. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-43 di Jakarta pada Kamis (7-9-2023). Terdapat 90 dokumen yang disepakati untuk berbagai isu, seperti pengembangan ekosistem kendaraan listrik di ASEAN yang didukung Jepang, Cina, dan Korea Selatan.

Joko Widodo yang pada saat itu masih sebagai presiden menyebutkan, salah satu manfaat ekonomi yang dirasakan ialah disepakatinya 93 proyek kerja sama konkrit yang ditawarkan negara ASEAN dalam gelaran ASEAN Indo Pacific Forum (AIPF). Proyek yang disepakati itu nilainya mencapai 38,2 miliar dolar AS atau setara sekitar Rp584 triliun (asumsi kurs Rp15.300 per dolar AS). Dari total nilai proyek tersebut, wakil Menteri Luar Negeri saat itu, Pahala Mansury mengatakan, sebagian besar merupakan proyek yang akan digarap oleh Indonesia.

Ini merupakan investasi asing yang lebih banyak membawa malapetaka bagi rakyat dibandingkan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sebab, dengan ditandatanganinya beberapa proyek hasil dari ketetapan KTT ASEAN, justru pernyataan para pejabat seolah Indonesia mendapat “durian runtuh”. Jika mengandalkan investasi terus, kapan mandiri? Kalau hanya dijadikan objek, bukan kolaborasi namanya tapi kedul (malas) dan gak ada aksi! Sebanyak apapun SDA, jika tidak dikelola dengan benar sesuai syariat, bagaimana pemanfaatan hasilnya bisa optimal bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat?

Faktanya, fokus kerja sama ASEAN itu lebih pada tataran penguatan eksploitasi ekonomi. Ini karena hasil yang paling menonjol dan dibangga-banggakan oleh pemerintah adalah masuknya investasi asing. Dampak yang nyata dari investasi asing nyaris tidak bersentuhan langsung dengan penyelesaian problem ekonomi rakyat, melainkan eksploitasi sumber daya alam yang terus-menerus dan habis-habisan.

Akhirnya, konteks investasi dengan paradigma kapitalismenya ini, terjadi pelegalan atau pemberian “karpet merah” kepada para investor atau para kapitalis dengan UU Omnibus Law, sedangkan yang didapatkan oleh rakyat adalah kerusakan. Bayangkan, seluruh harta kekayaan yang ada di bumi ini 99% dikuasai oleh kapitalis dan sisanya 1% saja untuk rakyat jelata. Miris!

Sebagai organisasi regional, ASEAN dibentuk oleh negara-negara pemenang perang, para kapitalis, yaitu Amerika dan Eropa dengan tujuan untuk kepentingan politik dan ekonomi. Sudah pasti di belakang itu semua ada kepentingan kapitalisme global, tidak pernah mereka memperhatikan kepentingan rakyat atau kerusakan lingkungan. Yang mereka perhatikan, terutama terhadap negara-negara berkembang, adalah sebagai objek kapitalisme.

Sedangkan APEC adalah organisasi ekonomi, yang bertujuan untuk meningkatkan kerja sama dan liberalisasi perdagangan. Wilayah APEC meliputi wilayah Asia-Pasifik, yaitu Asia Tenggara, pesisir Asia Timur, Australia, dan Oseania. Saat ini, APEC yang dibentuk pada tahun 1989 di Canberra, Australia, telah memiliki 21 anggota, termasuk Indonesia, Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chili, Cina, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Papua Nugini, Peru, Filipina, Rusia, Singapura, Taiwan, Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, Hong Kong, Jepang, dan Korea Selatan.

Memang, kerja sama ekonomi melalui berbagai organisasi ekonomi internasional seolah-olah tampak baik, tetapi sebenarnya ada kepentingan di balik itu. Inilah bentuk kolonialisme yang dilahirkan oleh kapitalisme, dia tidak hanya mengeksploitasi kekayaan alam, tetapi juga menyebarkan gagasan-gagasan mereka yang tidak kompatibel dengan pandangan Islam. 

Jika Indonesia sebagai anggota APEC menjadi pelopor kebangkitan umat Islam dengan kemandirian politik dan ekonomi, maka APEC dan Indonesia, khususnya, akan menjadi negara besar. Hanya saja, itu akan terwujud kalau dasarnya adalah syariat Islam. Ini karena syariat Islamlah yang bisa menjawab globalisasi.

Jika tetap mempertahankan sistem ekonomi kapitalisme dan demokrasi, kita akan selalu menjadi objeknya. Organisasi regional APEC, apa pun namanya, pasti semuanya akan dijadikan alat untuk kepentingan para kapitalis, termasuk penjajahan secara tidak langsung melalui sistem politiknya. Mau sampai kapan?

Saatnya rakyat sadar bahwa kapitalisme tidak akan pernah berpihak kepada rakyat. Mereka hanya merusak lingkungan dan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Sebaliknya, yang bisa berpihak kepada rakyat adalah ketika kita melakukan perubahan sistem, yakni dengan sistem ekonomi Islam dan politik Islam. Maka ketika Indonesia ingin sumber daya alamnya bermanfaat untuk rakyat, harus ditopang dengan kekuatan global yang berasal dari potensi rakyat yang mayoritas muslim dengan penerapan syariat Islam.

Berbeda dengan sistem Islam. Dalam ekonomi Islam, terdapat hukum-hukum yang terperinci tentang macam-macam jenis kepemilikan, yakni kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan kepemilikan umum. Islam tidak memiliki konsep kebebasan kepemilikan. Islam mengatur dengan jelas sehingga kepemilikan umum yang merupakan hak bagi seluruh rakyat, tidak boleh dimiliki oleh segelintir kapitalis untuk mengeruk kekayaan.

Islam telah mensyariatkan di antara hukum-hukumnya saling bersinergi dalam menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan pokok bagi setiap individu rakyat secara keseluruhan. Islam menjamin pendistribusian kekayaan kepada setiap individu rakyat, orang per orang, yang dalam pendistribusian ini menjamin pemenuhan semua kebutuhan pokok pangan, sandang, dan papan secara keseluruhan. Di samping itu juga meniscayakan setiap individu rakyat dapat memenuhi kebutuhan pelengkap semaksimal mungkin sesuai kemampuannya.

Pemimpin dalam Islam ialah pelayan umat. Ia memiliki kepekaan sosial yang tinggi dan bertanggung jawab menunaikan amanah kekuasaan yang diberikan oleh rakyat. Ia bersungguh-sungguh menunaikan kewajiban mengurus dan menjaga umat. Ia khawatir dan takut jika tidak amanah. Sebabnya, ia menyadari dan memahami bahwa neraka sebagai tempat kembali bagi penguasa yang menipu rakyatnya.

Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Sungguh jabatan adalah amanah. Pada Hari Kiamat nanti, jabatan itu akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mengambil jabatan itu dengan hak dan menunaikan amanah yang menjadi kewajibannya.” (HR. Muslim).

Kerjasama yang dijalin semata-mata kerjasama dalam penyebaran Islam dan penegakkan syariat Islam di semua aspek kehidupan, bukan untuk kepentingan korporasi apalagi harus menyengsarakan rakyat. Kerjasama yang dibangun adalah penguatan akidah penyempurnaan ketaatan kepada Allah SWT. Negara Islam senantiasa membebaskan negara-negara agar menjadi negara merdeka dari penghambaan kepada selain Allah SWT. Negara Islam juga tidak akan bekerjasama dengan negara kafir yang nyata-nyata menerangi Islam secara fisik atau pemikiran.

Demikianlah cara Islam dalam mengatur urusan luar negeri. Semua Kesejahteraan akan terlaksana tanpa kolaborasi bathil yang hanya akan menyengsarakan rakyat. Semua dapat kembali dirasakan asal kembali pada sistem Islam yang terbukti selama 13 abad berkolaborasi cantik dengan berbagai negeri sehingga dapat menyatukan hampir dua pertiga dunia dalam satu naungan, yaitu Khilafah. Mari bersama-sama kita mewujudkannya.

Wallahu'alam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar