Oleh: Arina Sayyidatus Syahidah (Aktivis Dakwah Muslimah)
Sistem Demokrasi Kapitalisme Melumpuhkan Peran Generasi
Krisis kesehatan mental di kalangan remaja Indonesia kian hari kian mengkhawatirkan. Baru-baru ini, kasus dugaan bunuh diri seorang remaja di area parkir Metropolitan Mall, Bekasi, menyentak perhatian publik. Remaja tersebut, yang diduga siswa SMP berdasarkan ikat pinggang yang dikenakannya, ditemukan tanpa identitas diri. Meski identitas dan latar belakang kejadian ini masih ditelusuri, kasus ini memberikan gambaran nyata tentang kondisi kerapuhan mental yang dialami generasi muda. Kejadian tragis ini bukanlah kasus pertama dan mencerminkan semakin tingginya tekanan yang dihadapi para remaja Indonesia saat ini.
Situasi ini diperkuat oleh data dari Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), survei kesehatan mental nasional pertama di Indonesia yang mengungkap bahwa satu dari tiga remaja, atau sekitar 15,5 juta anak, mengalami masalah kesehatan mental. Gangguan cemas tercatat sebagai kondisi paling umum, diikuti oleh gangguan depresi mayor dan gangguan perilaku. Tekanan sosial dan akademik, perundungan siber, serta perubahan sosial yang cepat disinyalir menjadi beberapa pemicu utama dari masalah ini. Bahkan, survei pada 2023 menunjukkan bahwa depresi menjadi penyebab utama disabilitas pada remaja, sementara Gen Z yang berusia 15-24 tahun tercatat paling rendah dalam mengakses layanan kesehatan mental yang memadai. Kondisi ini memperlihatkan betapa minimnya dukungan bagi generasi muda dalam menghadapi tekanan yang semakin meningkat.
Selain itu, tantangan ekonomi juga menambah beban yang dirasakan oleh generasi muda Indonesia. Data terkini menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di kalangan usia 15-24 tahun telah mencapai 9,9 juta orang, atau sekitar 22,25% dari total populasi usia tersebut. Angka ini menunjukkan bahwa hampir seperempat dari remaja dan dewasa muda di Indonesia belum memiliki pekerjaan yang stabil, sebuah kondisi yang tidak hanya menyulitkan secara ekonomi, tetapi juga menambah ketidakpastian dan tekanan mental. Banyak dari mereka merasakan ketidakpastian masa depan dan sulit membangun kepercayaan diri dalam lingkungan ekonomi yang kompetitif.
Gen Z saat ini dihadapkan dengan berbagai persoalan serius yang berdampak langsung pada kehidupan mereka. Masalah seperti tingginya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT), meningkatnya angka pengangguran, gangguan kesehatan mental, dan tekanan sosial lainnya menjadi beban yang semakin berat bagi generasi muda ini. Permasalahan-permasalahan ini tidak lepas dari sistem demokrasi kapitalisme yang berorientasi pada materi sebagai pusat kehidupan, memisahkan aturan-aturan agama dari kehidupan sehari-hari. Sistem ini, dengan berbagai regulasi dan kebijakan yang tidak berpihak pada kesejahteraan masyarakat, seringkali malah melahirkan ketidakadilan dan mengakibatkan kerusakan moral pada generasi muda. Sebagai akibat dari penerapan kapitalisme, masyarakat terbentuk dengan budaya yang mengukur kebahagiaan dan kesuksesan dari aspek material semata, alih-alih nilai-nilai ruhiyah atau kecintaan kepada Allah. Kondisi ini memperburuk kesehatan mental karena banyak dari Gen Z merasa tidak mampu mengejar standar hidup yang dihasilkan oleh pola pikir konsumtif dan hedonistik. Kerapuhan yang muncul bukan hanya di level individu tetapi juga di level umat secara kolektif, yang semakin jauh dari ketenangan batin dan ketentraman jiwa yang sesungguhnya hanya dapat diraih dengan berpegang teguh kepada syariat.
Di samping itu, Gen Z juga semakin terjebak dalam pola hidup yang mengabaikan batas-batas agama, seperti FOMO (Fear of Missing Out), konsumerisme, dan hedonisme. Dorongan untuk selalu mengikuti tren, tampil sempurna di mata manusia, dan memenuhi gaya hidup modern telah menjauhkan mereka dari ketakwaan dan merusak fitrah sebagai hamba Allah. Tekanan sosial ini mendorong mereka semakin jauh dari ketenangan hati yang seharusnya didapatkan dari mengingat keberadaan Allah—sebagai pencipta dan pengatur segala urusan manusia—dan menjalankan perintah-Nya. Gaya hidup seperti ini bukan hanya mengancam individu, tetapi juga membahayakan tatanan sosial umat, mengikis pemikiran-pemikiran dan konsep-konsep Islam yang seharusnya menjadi asas kehidupan.
Gen Z memiliki potensi besar sebagai agen perubahan yang mampu membangun kembali sistem kehidupan yang benar dan selaras dengan fitrah manusia. Sayangnya, demokrasi, sebagai sistem yang diterapkan saat ini, justru menjauhkan generasi muda dari perubahan hakiki yang hanya dapat dicapai melalui penerapan Islam secara kaffah. Dalam Islam, keselamatan dan kemuliaan hidup manusia hanya akan terwujud ketika hukum-hukum Allah diterapkan dalam segala aspek kehidupan. Hal ini terbukti dari generasi-generasi terdahulu yang hidup di bawah naungan Negara Islam, di mana pemuda-pemudi mereka tumbuh menjadi sosok gemilang dengan kualitas iman dan amal yang tinggi, lahir dari rahim-rahim ibu yang shalihah dan dididik dalam lingkungan yang Islami. Karena itu, lahirlah banyak tokoh-tokoh muda Islam yang tak hanya unggul dalam perkara duniawi, melainkan juga ukhrawi.
Kunci dari keberhasilan generasi sebelumnya terletak pada ketaatan mereka untuk hidup dalam batasan-batasan syariat yang dianggap sebagai perlindungan, bukan pengekangan. Syariat menetapkan aturan justru untuk melindungi manusia dari segala bahaya dan kerugian, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Sayangnya, pemuda masa kini banyak yang salah kaprah menganggap batasan syariat sebagai penghalang kebebasan, tanpa menyadari bahwa kebebasan tanpa aturan justru menghantarkan manusia pada kerusakan. Sebab manusia itu sifatnya lemah dan terbatas, membutuhkan sesuatu yang sifatnya tidak lemah dan terbatas untuk mengatur kehidupan mereka, yang tidak lain adalah Allah SWT. Kehidupan yang seolah dikuasai oleh hasrat pribadi, tanpa mengenal batas yang ditetapkan oleh Allah, menjadikan banyak orang hidup seakan dunia ini sepenuhnya milik mereka, tanpa memikirkan tujuan hidup yang lebih tinggi dan shahih. Padahal, manusia sejatinya berasal dari Allah, hidup untuk mencari ridha-Nya, dan pada akhirnya akan kembali kepada-Nya. Dunia ini hanyalah tempat singgah sementara untuk mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya demi kehidupan akhirat yang kekal. Mindset inilah yang seharusnya menjadi dasar pola pikir dan arah hidup generasi muda saat ini, namun sayangnya seringkali terlupakan atau bahkan sengaja diabaikan.
Islam Membentuk Generasi Pejuang
Diperlukan suatu wadah yang mampu membimbing mereka secara utuh dalam membentuk kepribadian Islami yang kuat. Wadah ini, layaknya sebuah 'partai' atau organisasi, dapat menjadi tempat bagi Gen Z untuk dibina dalam pemahaman Islam yang mendalam dan benar, yang tidak hanya mencakup pengetahuan agama, tetapi juga mengarahkan mereka dalam aspek-aspek kehidupan sehari-hari. Dalam situasi saat ini, di mana berbagai pengaruh luar seringkali mengaburkan pedoman Islam, adanya sebuah organisasi yang shahih dan terstruktur dalam pembinaan sangat dibutuhkan guna membantu generasi muda memahami Islam secara kaffah. Sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW dalam membina para sahabat secara intensif, pembentukan generasi yang berkepribadian Islami memerlukan perhatian dan bimbingan yang mendalam. Salah satu contoh nyata adalah pembinaan yang beliau lakukan di rumah Arqam bin Abi al-Arqam di Makkah. Rumah ini menjadi pusat pengajaran bagi para sahabat baru, sebuah tempat penuh ilmu dan keimanan yang teguh, di mana Rasulullah SAW menanamkan dasar-dasar aqidah, memperkenalkan nilai-nilai tauhid, dan menguatkan keberanian para sahabat dalam menghadapi tantangan di tengah masyarakat yang memusuhi Islam. Di rumah Arqam inilah para sahabat seperti Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, dan Abu Bakar Ash-Shiddiq mendapat pemahaman mendalam tentang ajaran Islam, baik dalam aspek aqidah, ibadah, maupun akhlak. Hasilnya adalah generasi sahabat yang kokoh imannya dan siap menanggung segala ujian demi membela serta menyebarkan Islam. Pembinaan intensif ini melahirkan generasi yang menjadi tulang punggung tegaknya syariat dan penyebaran Islam ke berbagai penjuru dunia. Pembinaan seperti yang dilakukan Rasulullah SAW kepada para sahabat di rumah Arqam ini menjadi teladan berharga dalam membentuk generasi Muslim yang kuat dan berkarakter Islami. Di masa kini, Gen Z sudah semestinya mencontoh metode Rasulullah SAW ini untuk membangun pondasi keimanan yang kokoh dan menjadi pelopor kebangkitan Islam, menuju peradaban yang rahmatan lil ‘alamin.
Dengan adanya bimbingan yang tepat, Gen Z dapat tumbuh menjadi pribadi yang tidak hanya berakhlak mulia, tetapi juga memiliki keberanian untuk membela Islam dan memperjuangkan ajaran-ajaran Islam di tengah masyarakat. Keberadaan generasi yang berkomitmen pada tuntunan Islam akan menjadi pondasi penting dalam membangun kembali peradaban Islam yang gemilang, yang mampu memberikan kontribusi nyata bagi kebaikan umat manusia. Melalui pembinaan ini, Gen Z diharapkan dapat mengambil peran aktif dalam menciptakan perubahan positif dan membangun peradaban yang lebih baik, berlandaskan ajaran Islam yang rahmatan lil 'alamin.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar