Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Sejumlah korban luka-luka dari kecelakaan beruntun yang terjadi di ruas Tol Cipularang KM 92 jalur B (arah Bandung ke Jakarta) Kecamatan Sukatani Kabupaten Purwakarta yang melibatkan 17 kendaraan pada Senin (11/11/2024) sore, mendapat perawatan medis di RS Abdul Rajak Kabupaten Purwakarta.
Para korban yang dibawa ke RS Swasta ini ada sekitar 29 orang. Dengan rincian, 1 korban meninggal dunia, 24 korban luka ringan, dan 4 korban luka berat. Seluruh korban luka, saat ini tengah mendapatkan perawatan medis. Adapun kondisi para korban kecelakaan ini, kebanyakan mengalami luka memar dan lecet di beberapa bagian tubuhnya. Bahkan, ada beberapa orang yang mengalami patah tulang hingga luka robek di kepala.
Eko Purwanto (42), salah seorang korban luka mengatakan, saat kejadian posisi kendaraan di lajur kanan Tol Cipularang KM 92 itu dalam kondisi landai. Karena, dari pantauannya, saat itu sedang ada perbaikan jalan. Eko menuturkan, posisi kendaraan yang ia tumpangi saat itu berada di posisi kedua di depan dari kendaraan yang terlibat kecelakaan beruntun ini. Ia juga memastikan, kecelakaan tersebut berawal saat sebuah truk menambrak beberapa kendaraan. Dia menjelaskan, posisi mobil Granmax nopol 9200 CJG yang ia tumpangi kedua dari depan mengalami kerusakan. Mungkin, kata dia, ada puluhan kendaraan di belakang yang terdorong kedepan hingga kendaraan yang ia tumpangi juga ikut terdorong.
"Jadi di depan mobil saya, itu ada Innova. Mobil saya terdorong hingga menabrak pembatas jalan. Kondisi terakhir, mobil saya ringsek dibagian depan kiri dan kaki saya terjepit badan kendaraan," kata dia. (Liputan6 online, 11/11/2024).
Dari informasi di lapangan, kecelakaan diduga terjadi akibat kendaraan truk yang melaju dari arah Bandung menuju Jakarta mengalami rem blong. Sehingga tidak dapat mengendalikan laju kendaraannya dan menabrak kendaraan-kendaraan di depannya. Saat dilakukan pengecekan ternyata truk tersebut dalam posisi gigi tinggi.
Tidak ada satu pihak pun yang menginginkan kecelakaan maut itu terjadi. Terlepas dari kecelakaan dan meninggalnya para korban adalah ketetapan Allah Taala, alangkah baiknya peristiwa ini menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah agar tidak berulang terjadi.
Jika kita melihat dari sisi pemilik perusahaan transportasi, keterbatasan modal membuat mereka meminimalisasi pengeluaran sehingga membiarkan kendaraan tidak layak jalan dibuat seolah-olah masih layak. Di sisi lain, biaya pendaftaran izin angkutan dan uji berkala kendaraan juga pastinya tidak murah dan mudah.
Kondisi ini dilematik. Mau dapat untung, tetapi modal tidak beruntung. Mau memberi fasilitas dan kenyamanan, tetapi biaya pemeliharaan kendaraan cukup besar. Alhasil, pemilik perusahaan transportasi kadang kala lebih memilih menekan biaya dengan tidak rutin mengontrol kendaraan layak jalan atau tidak.
Ada kalanya juga pemilik perusahaan transportasi memegang prinsip “modal sekecil-kecilnya, untung sebesar-besarnya”. Prinsip ekonomi ala kapitalisme inilah yang sebenarnya menjadi malapetaka bagi masyarakat. Kendaraan beroperasi tanpa pemeliharaan dan kontrol berkala dari si pemilik perusahaan.
Dari segi personal sopir apalagi kernet pun bukanlah pekerjaan mudah, dia sangat beresiko tinggi meski penghasilannya bisa jadi hanya satu persen dari tunjangan DPR, atau pensiunan presiden. Walhasil banyak diantaranya yang memaksakan diri mengambil beberapa trayek demi mencukupi kebutuhan hidup. Banyak pula diantara mereka yang hanya mengandalkan pengalaman mengendarai truk, bukan didapat dari kursus atau sekolah khusus mengemudi.
Juga dari segi kenyamanan jalan. Bukankah jalan tol itu jalan berbayar? Sudah seharusnya fasilitasnya juga lebih baik dari jalan gratis. Keamanan jalan wajib ditingkatkan, jangan hanya tarifnya saja yang terus meningkat. Seharusnya pihak penyedia jasa jalan tol memberikan keamanan dalam berkendara, misalnya dengan melibatkan satuan polisi yang menjaga setiap berapa kilometer agar pengendara selalu waspada.
Bukan hanya diingatkan melalui tulisan yang banyak berjejer di sepanjang jalan tol. Seperti halnya tulisan peringatan yang biasa kita lihat di jalan raya, “Hati-hati jalan bergelombang, kurangi kecepatan.” Pengguna jalannya diminta hati-hati menyesuaikan kondisi jalan, bukan jalannya yang diperbaiki agar pengguna aman dan nyaman berkendara. Terbalik, bukan? Faktanya memang demikian.
Dan yang terpenting, harus ada peran negara. Penguasa jangan hanya terlibat saat pembukaan jalan tol dengan potong pita, habis itu ongkang-ongkang kaki menunggu jatah dari pemilik jalan tol. Sebab seharusnya negaralah yang mengelola jalan tol. Negaralah yang berkewajiban menyediakan layanan kepada masyarakat termasuk jalan tol.
Jika jalan tol dikelola oleh negara, tentu biayanya tidak akan semahal sekarang bahkan bisa jadi gratis. Yang namanya kewajiban negara adalah hak masyarakat sebagai rakyatnya, yang diwakilinya. Negara juga wajib memberikan pelayanan uji berkala dan pengontrolan kendaraan secara gratis dan segera mengganti transportasi yang sudah tidak layak pakai dengan kendaraan yang masih bagus dan nyaman dipakai.
Inilah buah busuk penerapan sistem demokrasi kapitalisme. Dalam sistem ini, negara hanya sekadar melakukan imbauan dan saran agar tidak terjadi kecelakaan. Pengurusan dan pembangunan sarana dan prasarana transportasi dan infrastrukturnya diserahkan kepada pihak swasta, asing, dan Aseng. Negara sudah merasa cukup dengan hanya menempatkan Dinas Lalu Lintas dan Angkatan Jalan (DLAJ) sebagai peminta retribusi jalan kepada kendaraan yang melintas. Apa bedanya dengan pengemis paksa? Karena nyatanya segala keamanan dan kenyamanan yang ingin dinikmati mesti harus dibayar lagi diluar biaya retribusi.
Berbeda dengan sistem Islam. Visi pelayanan dalam sistem Islam adalah negara bertanggung jawab penuh dalam memenuhi hajat publik, salah satunya transportasi nyaman dan infrastruktur publik yang aman bagi pengguna jalan. Negara berkewajiban memberikan rasa aman dan nyaman bagi setiap warga yang melakukan perjalanan baik dalam kota, antarkota, antarprovinsi, bahkan antarnegara. Inilah yang semestinya negara lakukan untuk menjamin keselamatan rakyat.
Seharusnya negara membangun dan memperbaiki sarana publik seperti jalan raya secara totalitas. Artinya, perbaikan jalan harus dilakukan secara menyeluruh. Mulai dari pemilihan bahan untuk mengaspalnya dan proses pengerjaannya. Begitu pula dengan sarana lainnya seperti lampu penerang jalan yang harus ditempatkan di semua jalan raya yang dilalui rakyat. Jangan sampai ada jalan raya tetapi tidak ada lampunya.
Begitu pun dengan ruas-ruas jalan yang berpotensi atau rawan terjadi kecelakaan. Negara harus melakukan mitigasi lebih dini. Hal ini bisa dilakukan dengan rekayasa lalu lintas, perbaikan struktur jalan, menghilangkan atau mengurangi unsur hazard (kondisi berbahaya), semisal rambu lalu lintas yang jelas, memasang penerangan atau marka jalan yang menyala apabila tersorot cahaya lampu kendaraan, dan sebagainya yang dapat mengurangi risiko kecelakaan.
Pemerintah juga harus menyediakan moda transportasi dengan teknologi terbaru dan tingkat keselamatan yang tinggi sehingga kelaikan moda transportasi jenis apa pun terjamin kualitasnya. Negara tidak boleh menyerahkan penyediaan moda transportasi ini kepada operator swasta ataupun asing. Negara harus mempermudah rakyat mengakses moda transportasi jenis apa pun secara murah, aman, nyaman, dan berkualitas.
Pemerintah pun harus membangun industri strategis, yakni industri IT dengan segala risetnya yang dapat membantu menghindarkan rakyat dari hal-hal yang mengganggu perjalanan sehingga dapat terhindar dari kecelakaan termasuk menegakkan sistem sanksi tegas bagi siapa pun yang melanggar aturan yang sudah negara tetapkan.
Pemerintah juga harus menyiapkan para pengemudi yang andal sehingga siap meng-hendel kendaraan dalam situasi apa pun. Salah satunya dengan membangun sekolah mengemudi gratis yang tidak hanya mengajarkan dasar-dasar mengemudi, tetapi juga tentang teknik pemeliharaan kendaraan sehingga akan mencetak supir-supir profesional dan handal.
Dan tidak berlepas diri sampai di situ, negara juga wajib menggaji para supir dan kernet dengan gaji sepadan sesuai dengan tingkat resikonya, tidak berdasarkan besarnya trayek atau banyaknya barang/penumpang yang bisa diangkut. Negara juga memastikan dan menyiapkan para supir dan kernet dengan kondisi fisik yang prima dengan bekerja secara manusiawi, tidak melebihi batas kemampuan fisiknya karena dapat membahayakan dirinya dan publik. Dengan demikian profesi supir dan kernet tidak akan dipandang sebelah mata, hanya sebagai pelarian pekerjaan dari pada menganggur.
Agar transportasi nyaman dan penumpang aman selama perjalanan, negara mewujudkannya dengan pembiayaannya melalui anggaran baitulmal. Salah satu sumber pemasukan baitulmal, yaitu pengelolaan kekayaan alam harus ditangani dengan benar agar masyarakat dapat merasakan manfaat dari sumber daya alam yang mereka miliki. Di antara manfaat itu ialah transportasi dan infrastruktur publik yang memadai, aman, dan menyenangkan
Khilafah dengan kecanggihan teknologi yang dimilikinya juga dapat memberikan berbagai informasi mengenai keadaan prakiraan cuaca sehingga negara dapat menentukan suatu perjalanan dapat dilakukan atau ditunda untuk mencegah terjadinya dharar (kesulitan, penderitaan, kesengsaraan, dan hilang nyawa) akibat badai, hujan deras, dan sebagainya.
Rasulullah saw. bersabda, “Tidak boleh membahayakan dan tidak boleh dibahayakan.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad).
Anggaran yang digunakan untuk semua hal di atas bersifat mutlak. Artinya, ada atau tidak ada dana kas negara untuk pembiayaan transportasi publik, tetapi jika ketiadaannya berdampak dharar (bahaya) bagi masyarakat, maka wajib diadakan oleh negara dalam rangka menerapkan sabda Rasulullah Saw. riwayat Ibnu Majah, Ahamad, dan Ad-Daraquthni,
لا ضرر ولا ضرارا
“Tidak ada dharar dan tidak ada membahayakan (baik diri sendiri maupun orang lain)."
Khilafah juga wajib mengelola kekayaannya secara benar (sesuai syariat Islam) sehingga berkemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan fungsi dan tanggung jawab pentingnya melayani publik. Khilafah pun harus menjalankan sentralisasi kekuasaan. Tidak dibenarkan menjalankan desentralisasi kekuasaan, melainkan untuk teknis pelaksanaan bersifat desentralisasi.
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal.….” (HR Muslim).
Demikianlah visi riayah pemerintah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, yang bertanggung jawab dengan dasar penerapan sabda Rasul saw. yang diriwayatkan Bukhari,
الإمام راع و هو مسأول عن رعيته
“Pemerintah adalah raa’in dan penanggung jawab urusan rakyatnya."
Allah SWT. berfirman:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَا تَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَا لْاَ رْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَ خَذْنٰهُمْ بِمَا كَا نُوْا يَكْسِبُوْنَ
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A'raf: 96).
Oleh karena itu, agar insiden kecelakaan maut tidak terulang kembali dan menghilangkan berbagai penderitaan masyarakat, khususnya masalah keselamatan transportasi, maka pemerintah harus segera menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah.
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar