Duta Moderasi Beragama, Upaya Halus Menjauhkan Generasi dari Islam


Oleh : Haura (Pegiat Literasi)

Moderasi Beragama Membidik Siswa Madrasah 

Kementerian Agama menyelenggarakan Apresiasi Inisiator Muda Moderasi Beragama (IMMB) tahun 2024. Kegiatan yang diikuti siswa Madrasah Aliyah dari berbagai provinsi –salah satunya adalah siswa MAN 3 Ciamis- ini bertujuan untuk mencari inisiator muda penggerak moderasi beragama atau dikenal dengan sebutan Duta Moderasi Beragama. Tugas mereka membawa misi mensosialisasikan moderasi beragama di kalangan sebaya dan publikasi melalui media sosial (medsos).

Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Abu Rochmad menyampaikan, saat ini Indonesia memiliki tantangan besar untuk dapat menstimulasi cara pandang, sikap dan perilaku generasi muda dalam beragama di tengah keberagaman, termasuk siswa madrasah. Selain itu, generasi muda juga memiliki tantangan menghadapi kelompok yang memiliki cara pandang intoleran. Menurut beliau untuk mengantisipasi hal demikian maka peran Duta Moderasi diperlukan.

Pengukuhan siswa madrasah sebagai inisiator muda moderasi beragama ini diharapkan menjadi langkah yang tepat dalam memperkuat peran siswa madrasah menyebarkan nilai-nilai moderasi beragama di lingkungan madrasah dan masyarakat umum. Program ini menjadi salah satu upaya menguatkan pemahaman dan praktik beragama agar sesuai dengan esensinya. Ada pun esensi beragama yang harus dihayati yaitu menjaga harkat, martabat, dan peradaban manusia, bersikap ‘ditengah’ dan tidak berlebihan sehingga mampu menciptakan lingkungan yang harmonis di antara sivitas akademika, menghargai perbedaan, menciptakan persatuan, dan menolak ekstrimisme. (kemenag.go.id.)


Moderasi Beragama, Sekularisasi Kurikulum Pendidikan

Kiblat pendidikan Indonesia telah bergeser dari negara-negara Timur Tengah mengarah ke negara-negara Barat. Salah satunya, tampak pada kerjasama bidang pendidikan yang dilakukan Kementerian Agama RI dengan negara Erofa seperti kanada. Kerjasama Kementerian Agama dengan Pemerintah Kanada dalam bidang pendidikan telah melewati sejarah panjang. Ratusan doktor dalam bidang Islamic Studies serta ilmu-ilmu sosial dan humaniora telah dihasilkan berkat kerjasama yang sudah dimulai sejak tahun 1950-an.

Tahun lalu Kementerian Agama juga tengah menjajaki peluang kerja sama pendidikan keagamaan dengan Amerika. Pembicaraan ini tercetus dalam pertemuan Sekretaris Jenderal Kemenag Nizar dengan Atase Kebudayaan Amerikat Serikat Emily Yasmin Norris. Dalam pertemuan tersebut, Emily yang juga didampingi Direktur Eksekutif American Indonesian Exchange Foundation (AMINEF) Alan Feinstein menawarkan kerja sama dalam bidang pendidikan keagamaan.

Alan Feinstein menyampaikan, salah satu bentuk kerja sama yang ditawarkan adalah pemberian beasiswa pendidikan S2 dan S3. “Kerjasama ini khusus ditujukan untuk bidang keagamaan, pendidikan keagamaan di bawah Kemenag untuk berangkat ke Amerika, dengan pembiayaan dari pemerintah Amerika dan juga Pemerintah Indonesia. (kemenag.go.id.)

Maka, tidak mengagetkan ketika Mendikbudristek dan Kemenag bekerjasama menyusun materi kurikulum moderasi beragama untuk disisipkan dalam kurikulum Program Sekolah Penggerak. Moderasi beragama dipandang penting diajarkan untuk mengatasi intoleransi dan ektrimisme beragama yang merupakan dosa besar pendidikan. 

Materi moderasi beragama terus dimasifkan dan makin berkembang setiap tahunnya. Konten moderasi beragama juga diberikan kepada para calon guru penggerak pada program Guru Penggerak dengan menyisipkan topik kebhinekaan dan nilai-nilai moderasi beragama.

Upaya pengarusan moderasi beragama di dunia pendidikan sangan diperhatikan dan digarap serius. Kemenag telah membuat empat modul moderasi beragama yaitu buku saku yang menjelaskan sembilan nilai moderasi beragama, modul penguatan moderasi beragama bagi guru, pedoman mengintegrasikan muatan moderasi beragama pada mata pelajaran PAI dan pedoman bagi siswa dan organisasi kesiswaan bidang agama dalam memperkuat moderasi beragama untuk diimplementasikan pada satuan pendidikan. 

Modul ini khususnya digunakan oleh guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah. Dunia pesantren pun tidak luput dari program moderasi beragama sebagaimana amanat Undang-Undang Pesantren harus menerapkan kurikulum umum sebagaimana aturan menteri. Siswa madrasah dan kaum santri menjadi bidikan moderasi beragama, harapannya agar dapat mencetak para intelektual dan ulama moderat, mengambil jalan tengah dalam beragama bukan para intelektual yang intoleran dan ekstrimis.

Moderasi beragama bukan diadopsi dari Islam, melainkan buah dari pemahaman sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Moderasi beragama diduga kuat sebagai upaya untuk menjauhkan generasi muslim dari ajaran Islam yang sesungguhnya.


Islam Kaffah Mencetak Generasi Bermartabat dan Toleran

Islam bukanlah konsep manusia yang pemikirannya terbatas, melainkan konsep Allah SWT yang memiliki kesempurnaan paripurna. Sangat menjunjung tinggi perdamaian, toleransi, kerukunan, keharmonisan dan keadilan.

Oleh karenanya untuk mewujudkan itu semua Sistem Islam memiliki kurikulum pendidikan yang terprogram, terstruktur, sistematis dan holistik. Kurikulum pendidikan Islam wajib mengadopsi ajaran-ajaran Islam. Di atas ideologi Islam Kaffah Pendidikan Islam mampu mewujudkan nilai-nilai kerukunan dan toleransi. Penguatan aqidah Islam membentuk pola pikir dan pola sikap siswa sehingga memiliki kecerdasan dalam bersikap dan berperilaku termasuk kepada sesama yang beda keyakinan. Jiwa saling menghormati dan menghargai tercermin dalam kehidupan kaum muslimin. 

Sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW mampu menghapus fanatisme kesukuan, mempersaudarakan berbagai kabilah, memberi kebebasan kepada pemeluk agama lain untuk beribadah sesuai keyakinannya bahkan beliau pun sebagai kepala negara mencetuskan piagam madinah yang memberi jaminan kehidupan yang damai dan harmonis bagi masyarakat madinah yang majemuk.  

Masa Khalifah Umar dengan perjanjian Ihdat Umariyah nya, beliau memberi jaminan kepada warga nonmuslim tetap bebas memeluk agama dan keyakinan meraka. Khalifah umar tidak memaksa masyarakat nonmuslim untuk memeluk Islam dan memberi kebebasan untuk beribadah sesuai kepercayaannya. 

Begitu juga sikap toleransi diwujudkan pada masa Khilafah Bani Umayah. Ketika pemerintah Islam menguasai kepulauan di Lautan Mediterania, mayoritas penduduknya yang non muslim tetap dibebaskan menjalankan keyakinan agamanya. Khalifah Umar bin Abdul Azis, saat kas baitul mal melimpah dan tidak ada rakyat yang terkatagori mustahik, Khalifah Umar membelanjakan kas baitulmal untuk membebaskan perbudakan di benua Erofa. Dan masih banyak catatan sejarah yang mengungkap sikap bermartabat dan toleransi di bawah kekhilafahn Islam.

Alhasil, penerapan Islam Kaffah bukanlah hal yang mengerikan sehingga harus dihalangi dengan berbagai upaya mengaburkan dan menjauhkan pemahaman umat dari Islam melalui Moderasi beragama. Allahu A'lam Bi Showab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar