Oleh : Ummu Ibrahim
Fakta-fakta baru terkuak terkait kasus pelecehan yang dilakukan IWAS atau AG, alias Agus Buntung di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Jumlah korban terus bertambah. Terakhir jumlah korban Agus Buntung ini menjadi 15 orang, tiga di antaranya masih berusia di bawah umur (www.tribunnews.com 7/12/2024).
Harus kita akui kehidupan saat ini diatur oleh sistem yang memisahkan kehidupan dengan agama, aturan agama masih sekedar mengatur masalah pribadi. Masih banyak yang berpacaran tanpa ada sanksi tegas bagi pelakunya. Sebab dalam pandangan sistem saat ini, segala tindakan boleh dilakukan selama tidak melanggar hak asasi manusia. Menurut pandangan sekuler, manusia harus diberi kebebasan, tidak boleh dibatasi oleh faktor norma, etika, maupun agama. Masalah seksualitas dianggap sebagai masalah pribadi, tidak boleh ikut campur, baik dengan memberikan nasihat baik, apalagi sanksi.
Negara mengatur urusan publik. Maka ketika terjadi pelecehan seksual, barulah hadir, karena hal ini dianggap sebagai masalah publik. Penyebab kemaksiatan adalah salah satunya karena jauhnya agama dari kehidupan ini, termasuk kasus pelecehan seksual dan kekerasan seksual. Lantas bagaimana Islam menyelesaikan kasus pelecehan seksual?
Dalam konteks seksualitas, Islam tidak hanya mengharamkan seks diluar pernikahan, tapi lebih dari itu, mencegah umat melakukan perbuatan yang bisa mengantarkan pada perzinahan. Dalam kasus pelecehan dan kekerasan seksual, sejak awal Islam telah mengharamkan bentuk kekerasan dan penindasan pada umat manusia termasuk tidak kejahatan seksual.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: "Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi." (QS. An-Nur 24: Ayat 33).
Dalam kasus pemerkosaan, Islam akan memberlakukan sanksi bagi pelaku sesuai dengan syariat. Jika pelakunya belum menikah akan dicambuk 100 kali, dan jika pelakunya telah menikah, akan dirajam sampat mati.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: "Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali." (QS. An-Nur 24: Ayat 2).
Adapun untuk korban pemerkosaan akan berbeda halnya, dia terbebas dari hukuman, sebagaimana sabda Rasulullah ï·º: "Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memaafkan kesalahan (yang tanpa sengaja) dan (kesalahan karena) lupa dari umatku serta kesalahan yang terpaksa dilakukan." (HR. Ibu Majah dan Baihaqi).
Adapun kejahatan seksual lain seperti meraba, ujaran kata-kata jorok, merayu dan lainnya akan dihukum berupa ta'zir yang akan diputuskan oleh hakim (qadhi) di pengadilan. Laki-laki yang berusaha melakukan zina dengan perempuan, namun tidak sampai melakukannya, maka akan diberi sanksi tiga tahun penjara, ditambah hukum cambuk dan pengasingan. Hukuman akan dimaksimalkan jika korbannya adalah orang yang dibawah penguasaannya seperti pegawai atau pembantu perempuan. (Abdurrahmam Al Maliki, Nizham Al 'Uqubat fil Islam).
Begitulah ketegasan sanksi hukum Islam, dengan ketegasan sanksi tersebut akan memberikan efek jera dan sebagai penebus dosa. Pencegahan timbulnya kejahatan seksual juga diatur sebagai upaya preventif. Pintu-pintu kemaksiatan di tutup rapat.
Adanya kewajiban laki-laki dan perempuan menjaga pandangan serta menutup aurat dengan sempurna. Adanya larangan makan dan minum zat yang merusak seperti narkoba dan khamr adalah upaya agar akal terjaga, karena zat ini dianggap sebagai penyebab datangnya kemaksiatan selanjutnya.
Islam melarang khalwat (berdua-duaan) serta ikhtilat (bercampur-baur) laki-laki dan perempuan, kecuali dalam hal pendidikan, jual beli dan kesehatan. Dalam Islam, negara juga akan mengontrol media massa, tidak boleh ada tontonan dengan sajian acara yang menampilkan terbukanya aurat dan LGBT.
Begitu sempurnanya Islam mengatur permasalahan ini, sehingga tidak tersisa kecuali kehidupan yang aman dan sejahtera.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar