Oleh : vieDihardjo (Alumnus Hubungan Internasional)
China dan Indonesia melakukan ‘joint statement’ soal kerjasama maritim. Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah Kedua belah pihak akan bersama-sama menciptakan lebih banyak "titik terang" dalam kerja sama maritim. Salah satunya mencapai kesepahaman bersama yang penting tentang pengembangan bersama di bidang-bidang klaim yang tumpang tindih di Laut China Selatan (LCS). 9 poin kerjasama yang dirilis oleh TV China, CGTN diantaranya, kedua pihak akan bersama-sama menciptakan lebih banyak terobosan dalam kerja sama maritim. Kedua pihak juga mencapai kesepahaman penting tentang pengembangan bersama di wilayah yang memiliki klaim tumpang tindih, serta sepakat untuk membentuk Komite Pengarah Bersama Antar-Pemerintah guna menjajaki dan memajukan kerja sama terkait berdasarkan prinsip "saling menghormati, kesetaraan, manfaat bersama, fleksibilitas, pragmatisme, dan pembangunan konsensus," sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku di masing-masing negara.
Poin ini dikritik oleh guru besar hukum internasional, Hikmahanto Juwana, bahwa poin ini erat kaitannya dengan Laut China Selatan (LCS). Hikmahanto mempertanyakan, apakah joint statetement terkait dengan ‘nine dash line’ sembilan garis putus-putus yang diklaim China di Laut China Selatan (LCS) atau laut Natuna Utara yang masuk ke dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia telah berubah? Karena selama ini Indonesia menegaskan tak mengakui klaim China terhadap Laut China Selatan (LCS) atau Natuna Utara yang tidak sesuai dengan hukum laut PBB atau UNCLOS (United Nations Conventions on the Sea of Sea) dan juga menegaskan tidak ada tumpang tindih klaim di wilayah tersebut dengan China.
Apakah Joint Statement akan berbuah kesejahteraan bagi rakyat? Laut China Selatan atau Natuna Utara adalah wilayah Indonesia. Natuna adalah salah satu wilayah di Indonesia yang kaya sumberdaya alam. Pulau Natuna masuk dalam Kabupaten Natuna, Propinsi Kepulauan Riau yang dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 53 tahun 1999 dari hasil pemekaran Kabupaten Kepulauan Riau. Kekayaan alam pulau Natuna sangat beragam. Cadangan minyak bumi Natuna diperkirakan mencapai 14.386.470 barel, gas bumi sebesar 112.356.680 barel, diantaranya ladang gas D-Alpha yang terletak 225 km utara pulau Natuna dengan cadangan mencapai 222 trillion cubic feet (TCT). Ada juga gas hidrokarbon sebesar 46 TCT, terbesar di Asia dan masuk kedalam Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEE) Indonesia. Selama ini Indonesia menolak klaim sepihak China di LCS karena tidak sesuai.
Dari potensi perikanan, dilansir dari situs resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan, potensi sumberdaya ikan Natuna pada 2011 sebesar 504.212,85 ton pertahun. Potensi ikan Pelagis besar. Misalnya, Tuna, ikan Pedang,Marlin, Cakalang, Tenggiri dan sejenisnya. Pelagis kecil, misalnya, Selar, Teri, Kembung, dan sejenisnya, sebesar 262.380,8 ton pertahun 159.250. Sementara Ikan Demersal (ikan dasar laut) seperti ikan Kerapu, Tongkol Krai, Udang Putih, Udang Windu, Cumi-cumi, Sotong, dan sejenisnya sebesar 159.250 ton pertahun.
Saling Klaim Laut China Selatan (LCS) atau Natuna Utara
Letak Laut China Utara (LCS) atau Natuna Utara berbatasan dengan beberapa negara, yaitu China, Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam dan tentu saja Indonesia. Indonesia mengakui LCS (Natuna Utara) masuk dalam Zona Ekonomi Ekskluifnya (ZEE) sesuai UNCLOS 1982. Sehingga Indonesia berdaulat dan memiliki hak untuk mengeksploitasi wilayah tersebut. Akibat klaim yang tumpang-tindih tersebut, ketegangan di wilayah tersebut terus mengalami eskalasi (peningkatan), dipicu oleh klaim sepihak China yang menerbitkan sembilan garis putus-putus (nine dash line) terhadap hampir keseluruhan wilayah LCS. Tak berhenti disitu, China juga membangun pulau-pulau buatan dan fasilitas militer disekitar wilayah tersebut. Tindakan China tersebut tentu memancing reaksi dan kekhawatiran negara-negara di sekitar LCS, seperti Filipina dan Vietnam pasti akan mencari dukungan pada negara yang dirasa memiliki kekuatan yang seimbang dengan China, seperti Amerika Serikat.
Joint Statetement yang terjadi pada pertemuan Presiden Indonesia, Prabowo dan Presiden China, Xi Jinping menguatkan kekhawatiran tersebut. Pakar hubungan Internasional, Suzie Darmawan menyatakan bahwa joint statement itu bisa saja selaras dengan cita-cita China untuk menutup freedom of navigation dengan mengklaim seluruh wilayah LCS dengan mendeklarasikan sembilan garis putus-putus atau nine dash line. Kedatangan Direktur Central Intellegence Agency (CIA) William J Burns ke wisma Indonesia di Washington DC menemui Presiden Prabawo diduga terkait dengan joint statement di bidang maritim. Suzie menyatakan ‘I assume CIA mengingatkan bahaya dari plot China untuk "menyogok" Indonesia mengakui nine dash line yang penting untuk freedom of navigation. "Biasanya kalau sampai begini, ada ancaman either you are with us or you are with the enemy," imbuh Suzie (www.nasional.kompas.com 13/11/2024)
Joint statement seperti bola salju yang terus bergulir dan membesar dan seolah memberi ‘ancaman’ bagi negara-negara yang juga melakukan klaim terhadap LCS, bahkan berpotensi terjadi konflik terbuka jika China melakukant tindakan-tindakan provokatif di sekitar Laut China Selatan (LCS). Jika demikian apakah ‘joint statement’ akan membuahkan kesejahteraan bagi rakyat?
Melindungi Laut China Selatan (LCS) dengan Bersiap Menjadi Negara Adidaya.
Fungsi berdirinya negara adalah melindungi segenap rakyat dan wilayahnya. Melindungi Laut China Selatan (LCS) adalah tugas negara. Tidak memberi kesempatan terjadinya tumpang tindih klaim yang dilatarbelakangi kepentingan ekonomi atau kepentingan yang lain. Dalam fungsi perlindungan wilayah tentu kemampuan militer yang mumpuni harus tersedia tanpa menafikan kemampuan diplomatis. Kekuatan angkatan laut Daulah ada satu kekuatan yang diakui dunia mampu menjaga kedaulatan perairan Daulah dan cukup menggentarkan juga disegani oleh negara-negara barat.
Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan, berhasil menaklukkan beberapa kota di Laut Mediterania, seperti Siprus, Arwad, hingga Rhodes, yang menimbulkan ancaman bagi kekuatan Romawi. Pada 58 H, Daulah Umayyah melakukan manuver besar-besaran di Laut Tunisia. untuk membuka pulau-pulau di wilayah Laut Mediterania bagian barat, terutama pulau-pulau di Sisilia. Syaikh Abdul Aziz Az-Zuhairi dalam bukunya berjudul "Khairuddin Barbarossa: Pahlawan Islam Penguasa Lautan" memaparkan angkatan laut Daulah Fathimiyah menguasai wilayah perairan Mesir, Syam, dan Afrika Utara.
Seorang Khalifah akan terus memperkuat kekuatan militernya sebagai bagian dari politik luar negeri Daulah. Tujuan memperkuat armada militer adalah untuk menjalankan tugas negara melindungi segenap warga Daulah dan juga menjalankan visi islam yaitu jihad dan mengemban dakwah keseluruh dunia. Muawiyah bin Abu Sufyan membangun beberapa galangan kapal. Galangan kapal itu menghasilkan beberapa kapal besar yang beroperasi di beberapa wilayah berbeda. Armada Syam dan Mesir beroperasi di bagian timur Laut Mediterania, armada Tunisia beroperasi di bagian tengahnya (www.muslimahnews.net 26/5/2022)
Perlindungan terhadap Laut China Selatan (LCS) seharusnya tidak hanya mengandalkan pada kekuatan diplomasi saja tetapi Indonesia juga memiliki armada angkatan laut yang mumpuni untuk melindungi wilayah perairan Indonesia. Bahkan kekuatannya mampu menggentarkan negara-negara lain. Dengan sumberdaya alam di laut China Selatan (LCS) atau Natura Utara yang sangat melimpah dan di wilayah-wilayah lain, tentu Indonesia memiliki kemampuan membangun kekuatan besar tersebut dengan mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumberdaya alam tersebut,tanpa perlu kesana-kemari meminta tolong negara-negara lain ikut menjaga bahkan rela melakukan joint development yang belum bisa dipastikan berbuah manfaat atau kesejahteraan bagi rakyat.
Membangun negara adidaya dimana keamanan berada didalam kendali kaum muslimin adalah syarat untuk meindungi segenap warga dan wilayah. Kemampuan itu hanya dimiliki ketika seluruh aspek kehidupan baik secara individu, masyarakat hingga negara diatur dengan menerapkan syariat islam secara keseluruhan (kaffah) dalam sistem pemerintahan Khilafah’ala minhajin nubuwwah.
Wallahu’alam bisshowab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar