Oleh : Ummu Ibrahim
Kejaksaan Negeri (Kejari) Gianyar mengungkap motif administrator kredit salah satu bank di Ubud, korupsi hingga Rp 3,5 miliar. Tersangka diduga nekat melakukan itu untuk menutupi pinjaman online (pinjol). Awalnya tersangka pinjam online, tidak mampu bayar, pinjam lagi di pinjol lain dan seterusnya.
Tersangka terjerat lebih dari 30 pinjol. Pegawai bank senior ini kemudian memanfaatkan keahliannya membobol dana nasabah hingga ada kerugian negara sebesar Rp 3,5 miliar karena tidak bisa melunasi utang pinjol-nya. Hal itu ia lakukan selama lima tahun sejak 2018 hingga 2022. (Detik.com)
Sebelumnya mencuat fakta judol yang kebal hukum, hukum sanksi masih lemah saat ini, masalah ini sudah lama dan kejahatan judol ini dianggap hanya pada bandarnya saja, yang lain dianggap korban sehingga ada wacana diberikan bansos bagi pelaku judol yang kalah dan terlilit hutang. Pemberantasan judol di negeri ini belum bisa lepas dari paradigma kapitalisme-sekularisme karena sampai saat ini belum menyentuh akar persoalannya.
Praktek judol termasuk dalam kejahatan terorganisir yang beroperasi dan dikendalikan lintas negara, mayoritas dari negara Cina, Myanmar, Laos dan Kamboja. Tidak mudah menangkap para bandar judol karena pemerintah di negaranya masing-masing pun mengalami kesulitan memberantas bisnis ilegal ini.
PR bagi negara untuk memberantas, apalagi sebenarnya negara ini memiliki sumber daya yang besar untuk menyetop bisnis ini mulai dari pakar IT, dana yang besar untuk membangun infrastruktur digital dan polisi siber. Jika negara serius dalam memberantas tentu sangat bisa.
Bukan hanya masyarakat yang jauh dari kesejahteraan ekonomi saja yang ikut judol demi mengadu peruntungan, tapi masyarakat dengan ekonomi yang baik-baik saja pun tergiur ikut main judol karena kemungkinan besar mereka menganut pemahaman hedonisme, hal ini bagai penyakit yang menular yang harus dicegah dan diobati tepat di akarnya.
Lalu bagaimana padangan Islam mengenai judol ini? Tentu jelas jawabannya adalah haram, jelas dalilnya pada firman Allah SWT dalam Al-Qur'an,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٞ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung." (QS. Al-Ma'idah 5 : 90)
Dalam memberantas judol, Islam membentuk dan mengokohlah tiga unsur hukum, di antara lain:
1. Menerapkan syariat islam sebagai substansi hukumnya termasuk sanksinya.
2. Membentuk struktur aparat penegak hukum syariah yaitu, hakim (qadhi), polisi, tentara, dll.
3. Membentuk budaya hukum yang kuat di masyarakat dengan menumbuhkan budaya amar makruf nahi munkar, penegak hukum disertai dakwah pemikiran lewat sistem pendidikan formal, media masa, dsb. Dengan itu akan mampu memberantas judol sampai ke sumbernya.
Sistem hukum islam tidak hanya menindak tegas para pemain dan bandar judolnya dengan menangkap dan memberikan sanksi, tapi juga memberantas paham-paham pendukung judi itu, seperti hedonisme salah satunya. Ketaqwaan individu akan menjadi pengontrol utama dan pertama agar individu tersebut tidak melakukan perjudian.
Takzir adalah pidana syariah yang dapat dilakukan dalam memberantas judol, setiap orang yang memiliki harta dengan satu akad dari berbagai akad yang batil, sedangkan dia mengetahui, maka dihukum dengan hukuman cambuk maksimal 10 kali cambukan dan dipenjara hingga dua tahun. Dalam Islam hukuman adalah sebagai penjagaan negara terhadap masyarakatnya juga sebagai pencegahan dari tindak kejahatan dan sebagai penebus dosa di akhirat kelak.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar