Kasus Jual Beli Bayi Marak, Buah Sistem Rusak


Oleh: Vivi Nurwida

Berita terbongkarnya kasus perdagangan bayi di Yogyakarta telah menghebohkan publik. Dua orang bidan yang ditetapkan sebagai tersangka telah menjalankan aksinya sejak tahun 2010.

Para tersangka telah menjual 66 bayi selama kurun waktu 14 tahun. Mereka menjual dengan harga Rp 55-65 juta untuk bayi perempuan,dan Rp 65-85 juta untuk bayi laki-laki dengan modus sebagai biaya persalinan.


Bukan yang Pertama

Kasus perdagangan bayi/ anak ini bukanlah pertama kali terjadi di negeri ini. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat terdapat kasus penculikan dan perdagangan anak pada tahun 2023 yang mencapai 59 kasus. Catatan ini hanyalah sedikit dari kasus yang mungkin terungkap di lapangan, sedangkan faktanya bisa jadi lebih banyak. Hal ini terbukti dengan kasus jual beli bayi oleh dua bidan di Yogyakarta yang baru terungkap setelah 14 tahun berjalan.

Bagaimana mungkin perilaku haram dan amoral dipilih sebagai jalan untuk mencari nafkah? Padahal masih banyak sekali komoditas lain yang layak dan halal untuk  diperjualbelikan. Harga nyawa manusia hanya dipatok antara Rp 55-85 juta, seolah-olah kehidupan bisa dikalkulasi dalam angka.

Sungguh, kehidupan sekuler telah membuat nalar menjadi mandul. Pandangan tentang kehidupan menjadi tidak karuan. Tekanan ekonomi kerap kali menjadikan orang gelap mata, dan menjadikan mereka menghalalkan segala cara untuk meraup keuntungan. 

Terlebih ada ibu yang terkikis hati nuraninya, hingga ia tega menjual anaknya karena terhimpit faktor ekonomi, seperti tidak bisa membiayai biaya persalinan, menganggap kehadiran anak sebagai beban hidup di tengah kondisi yang serba sulit, hingga takut tidak bisa membiayai dan masa depan si anak menjadi suram.


Buah Sistem Rusak

Perbuatan jual beli bayi terjadi akibat kehidupan yang serba bebas (liberal). Sampai-sampai aktivitas haram ini dipilih sebagai jalan pintas meraup pundi-pundi harta dengan cepat dan melimpah. Standar perbuatan halal haram jelas tidak diindahkan.

Selain diakibatkan oleh  faktor ekonomi, kasus jual beli bayi juga diakibatkan oleh pergaulan yang rusak sehingga terjadi kehamilan yang tidak diinginkan seperti zina, hamil di luar nikah karena seks bebas atau kekerasan seksual. Akhirnya mereka melakukan aborsi, pembuangan bayi hingga menyerahkan bayi mereka di tempat-tempat atau yayasan yang mau menampung bayi.

Kasus jual beli bayi atau perdagangan anak  tidak hanya satu atau dua kali terjadi. Hal ini menandakan bahwa kasus ini terjadi bukan karena faktor ekonomi atau individu belaka. Tetapi, lebih dari itu, kasus ini merupakan problem sistemis yang harus diberikan solusi yang sistemis juga.

Faktor-faktor di atas rupanya disebabkan oleh  penerapan sistem rusak sekuler kapitalisme. Dalam sistem ini agama tidak dijadikan pedoman dalam mengarungi kehidupan. Standar kebahagiaan adalah sebanyak-banyaknya mengumpulkan materi, tanpa mempedulikan halal dan haram. Alhasil, manusia berlomba-lomba untuk menumpuk materi tanpa memandang halal dan haram.

Aktivitas pergaulan dalam sistem ini juga rusak dan merusak. Pacaran dianggap lumrah, zina dan seks bebas merajalela dan tidak dianggap sebagai dosa besar. 

Kepemimpinan dalam sekuler kapitalisme juga menelurkan kebijakan yang tidak menyelesaikan masalah. Kebijakan dalam hal ekonomi hanya berpihak kepada para kapital dan menjadikan masyarakat semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup yang layak. 

Semestinya negara mampu menjalankan fungsinya sebagai pengurus dan pelayan umat. Negara semestinya bisa memberikan sanksi yang mampu memberikan efek jera bagi pelaku tindak kejahatan semacam perdagangan anak. Namun, peran negara hari ini seolah tidak mampu menuntaskan persoalan ini hingga akarnya.


Solusi Islam

Maraknya kasus jual beli bayi tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Sebab, Islam menetapkan pemimpin sebagai raa'in, yaitu pengurus urusan umat. Ia bertanggung jawab atas urusan rakyat. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Negara yang memposisikan diri sebagai raa'in akan menjadikan negara menjamin kesejahteraan tiap individu rakyat. Negara ini adalah negara yang menerapkan Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan. Negara menerapkan sistem ekonomi Islam yang mampu memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, yakni sandang, pangan dan papan. Serta, terpenuhinya kebutuhan pokok publik berupa kesehatan, pendidikan dan keamanan. Negara juga akan mewujudkan kemampuan rakyat untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya.

Negara yang menerapkan Islam secara Kaffah memiliki mekanisme untuk mewujudkan jaminan kesejahteraan tersebut. Hal ini dimulai dari mewajibkan seorang pemimpin keluarga atau laki-laki yang sudah mempunyai kewajiban untuk menafkahi keluarganya untuk bekerja.
 
Negara akan memberikan dukungan penuh dengan penerapan sistem pendidikan Islam  yang memadai kepada seluruh rakyat agar memiliki kepribadian Islam yang tangguh. Bagi para laki-laki agar memiliki kemampuan yang mumpuni untuk bisa bekerja memenuhi nafkah orang-orang yang menjadi tanggungan nafkahnya. Dan bagi kaum perempuan bisa menjalankan perannya sebagai  ibu dan pendidik generasi.

Negara juga akan menyediakan lapangan pekerjaan dengan suasana yang kondusif. Islam  mengharamkan penguasaan kekayaan milik umum seperti SDAE dikuasai segelintir orang, terlebih oleh asing. Negara membuka akses yang luas bagi sumber-sumber ekonomi yang halal dan berpotensi besar agar bisa dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kepentingan rakyat,  dengannya akan mampu menyerap tenaga kerja sebesar-besarnya. Seperti pada sektor industri, pertambangan, pertanian, perikanan, dan  sebagainya. Semuanya akan dilaksanakan sesuai aturan Islam.

Selain itu, negara juga menjamin kebutuhan pokok publik yang memadai dan berkualitas yang dapat diakses oleh seluruh rakyat dengan murah bahkan gratis di antaranya adalah pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Kualitas SDM akan meningkat dan siap untuk berkontribusi demi kejayaan Islam.

Negara akan mendorong para ibu untuk memiliki anak. Negara menjamin layanan kesehatan yang  memadai, murah bahkan gratis untuk ibu hamil, melahirkan dan menyusui. Dengan begitu, orang tua tidak perlu pusing dan stres memikirkan biaya pemeriksaan kehamilan, persalinan dan pengobatan anak.

Khalifah juga akan memperhatikan gizi para bayi dan balita sehingga tidak terjadi stunting. Orang tua tidak perlu memikirkan terkait masa depan anak karena kondisi yang serba susah, sebab Khalifah telah menjamin kebutuhan pokok tiap tiap Individu rakyat.

Yang terakhir yang tidak kalah penting adalah terkait sistem sanksi yang tegas berdasarkan hukum syarak jika memang kasus jual beli bayi ini masih terjadi. Sistem sanksi Islam berfungsi sebagai pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir). Artinya, sistem sanksi ini akan menjadi penebus dosa orang yang melakukan pelanggaran hukum dan mencegah orang yang bukan pelanggaran untuk melakukan tindakan yang sama.

Semua ini hanya bisa diwujudkan dalam negara yang menerapkan  Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan dalam satu kepemimpinan. Sudah semestinya kita memperjuangkannya. Karena hanya negara semacam ini yang akan mampu menyelesaikan persoalan tindak kejahatan yang dilakukan masyarakat hingga akarnya.

Wallahu a'lam bisshowab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar