Kenaikan Tarif PPN Mencekik Rakyat


Oleh : Tita Noer Hayati (Muslimah Peduli Umat)

Makin hari, masyarakat dibuat makin terkejut dengan kebijakan-kebijakan baru yang dibuat pemerintah. Yang terbaru dan tengah ramai di masyarakat yaitu mengenai kebijakan pemerintah dalam menaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sebesar 12%. Sedangkan saat ini tarif PPN yang berlaku yaitu sebesar 11% yang sebelumnya dinaikkan pada 1 April 2022.

Kenaikan PPN secara bertahap ini diklaim Menteri Keuangan Sri Mulyani telah sesuai mandat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021. Meskipun masyarakat menolak dan para pekerja serta pengusaha menentang kenaikan PPN menjadi 12%, pemerintah tetap bergeming dan mengatakan jika hal ini sudah melalui pembahasan dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta telah diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Ini adalah salah satu hal kecil yang merupakan dampak dari sistem kapitalisme, dampak yang paling nyata jelas dirasakan oleh rakyat. Fakta yang terdapat dibalik kenaikan PPN pun sangat melukai hati rakyat. Dengan kenaikan PPN menjadi 12%, ini, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tarif PPN tertinggi di ASEAN tetapi dengan gaji rakyat yang rendah. Bahkan dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang gaji rakyatnya jauh di atas gaji rakyat Indonesia, tarif PPN kedua negara tersebut berada di bawah Indonesia.

Beban rakyat Indonesia saat ini sangat berat, rakyat harus diperas dan dipalak demi menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), mendukung biaya pembangunan negara dan mengurangi ketergantungan pemerintah terhadap utang. Bukti jika rakyat Indonesia sangat tercekik bahkan tidak diberi kesempatan untuk menarik nafas sejenak pun.

Indonesia memiliki sumber daya alam yang kaya dan melimpah, tetapi tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan negara dan rakyat. Saat ini, mayoritas pengelolaan sumber daya alam dilakukan oleh swasta bahkan perusahaan asing, sehingga yang terjadi tujuannya hanya untuk memperkaya pribadi tidak peduli dengan rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan. Dan rakyat harus tetap berjuang sendirian karena menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan bekerja dengan sistem kontrak kerja yang tidak jelas bahkan sangat merugikan karyawan.

Dalam Islam, pajak (dharibah) memang ada tetapi bersifat situasional. Maksudnya pemungutan pajak dilakukan hanya karena situasi tertentu atau saat darurat saja dan ketika kondisi darurat tersebut telah teratasi, maka pemungutan pajak dihentikan. Dan dalam Islam, haram hukumnya memungut pajak ketika APBN masih tersedia.

Melihat fenomena penolakan kenaikan tarif PPN, maka ini adalah saat yang tepat untuk kembali kepada syariat Islam dengan meninggalkan sistem kapitalisme. Ketika menerapkan sistem Islam secara Kafah, perekonomian negara akan diatur menggunakan hukum-hukum Islam, termasuk dalam tata cara pengelolaan APBN.

Pemimpin dalam Islam wajib untuk bertanggung jawab atas segala urusan rakyatnya, lalu negara bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan pokok tiap-tiap rakyatnya. Dalam sistem Islam terdapat beberapa sumber pemasukan negara, pemasukan negara tersebut berasal dari tiga bagian yaitu fai dan kharaj, kepemilikan umum dan zakat. Hanya dari kepemilikan umum saja dengan melihat kondisi Indonesia yang sumber daya alamnya melimpah baik itu laut, tambang, migas dan lain-lainnya. Maka Indonesia akan mampu menjaga kestabilan APBN dan memenuhi segala kebutuhan rakyatnya. Dan yang harus digarisbawahi, ini hanya akan terwujud jika Indonesia menerapkan sistem Islam secara kafah.

Wallahualam bissawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar