Oleh : Arini Fatma Rahmayanti
Dalam tujuan mencapai Indonesia emas 2045, tentunya juga perlu mempersiapkan kualitas sumber daya manusia yang baik. Bangkitnya seseorang itu dilihat dari taraf berpikirnya atau pemikirannya, apabila membicarakan pemikiran maka membicarakan pendidikan. Sistem pendidikan Indonesia hari ini sungguh memperihatinkan, terutama nasib para guru, yang jauh dari kata sejahtera. Namun, belakangan tengah ramai dibicarakan bahwa gaji guru akan naik.
Dilansir Detikedu, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto mengumumkan akan menaikkan gaji guru pada puncak Hari Guru Nasional, Kamis (28/11/2024) lalu. Namun belakangan organisasi guru dan aktivis pendidikan mempertanyakan rencana tersebut. Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengungkapkan pernyataan Prabowo tersebut dapat dimaknai berbeda oleh para guru di lapangan.
"Ini menimbulkan multi tafsir menimbulkan harap-harap cemas dan kegalauan dari para guru ASN," ujar Satriwan dalam keterangannya yang dikutip Sabtu, (30/11/2024). Seperti diketahui, Presiden Prabowo menyatakan gaji guru yang berstatus ASN akan naik sebesar satu kali lipat dari gaji pokok. Sedangkan gaji guru non-ASN nilai tunjangan profesinya akan naik sebesar Rp 2 juta per bulan.
Janji tersebut menurut Satriwan memiliki 2 tafsir. Pertama, semua guru PNS akan diberikan tambahan sebesar 100% gaji pokok. Misalnya guru dengan gaji pokok Rp 4 juta akan mendapatkan Rp 8 juta. Belum lagi ditambah dengan tunjangan sertifikasi guru. Karena sesuai amanat Undang-Undang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2009, guru PNS yang sudah disertifikasi berhak mendapatkan tunjangan profesi guru sebesar satu kali gaji pokoknya. Hanya saja, menurut Satriwan gaji PNS merujuk kepada PP Nomor 5 tahun 2024. Dalam aturan tersebut, besaran gaji PNS termasuk guru PNS sudah diatur rinci dari Rp 2 juta sampai Rp 6 juta tergantung kepada golongan atau kepangkatan.
"Tentu ini akan mempengaruhi persepsi dari PNS-PNS selain daripada guru. Nah termasuk juga akan menimbulkan kecemburuan. Karena begitu jumbonya kenaikan gaji pokok dari guru yang sebesar 100%," ujar Satriwan. Belum lagi kenaikan sebesar itu akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). P2G melakukan simulasi memakai rerata gaji pokok guru Rp 3 juta dengan jumlah guru sekitar 1,3 juta. Dalam satu tahun, dibutuhkan hampir Rp 100 triliun hanya untuk gaji guru ASN.
"Anggaran APBN akan terkuras hanya untuk memberikan gaji dan tunjangan sertifikasi bagi guru PNS. Tentu ini rasanya tidak rasional gitu ya. Padahal mengacu anggaran Kemendikbudristek tahun sebelumnya tidak sampai Rp 100 triliun," katanya.
Tafsiran kedua ujar Satriwan adalah kenaikan satu kali gaji pokok tersebut merupakan tunjangan profesi guru yang diberikan bagi guru-guru PNS yang sudah disertifikasi.
"Maksudnya adalah guru-guru PNS yang nanti 2025 akan disertifikasi Dan lulus pendidikan profesi guru. Nah mereka ini berhak mendapatkan tunjangan sertifikasi guru sebesar 1 kali gaji pokok," kata Satriwan. Ia melanjutkan,"Para guru merasa kayaknya yang nomor dua adalah tafsiran yang benar. Makanya kami membutuhkan klarifikasi dari Pak Presiden langsung, termasuk khususnya dari Menteri Keuangan dan Menteri Pendidikan. Kenapa? karena pernyataan Pak Presiden menimbulkan kegalauan dan sangat ambigu maknanya."
Selain itu, organisasi guru juga meminta Prabowo untuk meluruskan pernyataan menaikkan tunjangan profesi bagi guru non-ASN menjadi Rp 2 juta.Satriwan mengungkapkan sebenarnya sejak kebijakan tunjangan tersebut dimulai pada 2008 lalu, guru swasta dan guru honorer yang lulus sertifikasi telah mendapat sebesar Rp 1,5 juta. Jadi kenaikan sebenarnya adalah sebesar Rp 500 ribu.
"Memang tidak pernah naik sejak tahun 2008. Tapi perlu diluruskan karena banyak beredar di media sosial narasi Presiden naikkan tunjangan profesi guru honorer sebesar Rp 2 juta. Bukan menaikkan sebesar Rp 2 juta, itu keliru ya," katanya.
Sementara itu, hidup dalam penerapan sistem kapitalisme-sekuerisme tidaklah mudah, dengan sistem ekonomi kapitalisnya, kita ketahui bahwa banyak kebutuhan pokok rakyat yang membutuhkan biaya besar yang harus ditanggung masing-masing rakyat atau ditanggung oleh setiap individu termasuk guru. Kenaikan harga bahan-bahan pokok, seperti pangan, papan, pendidikan, kesehatan, BBM. Gas. Listrik, dan PPN lebih sering terjadi daripada gaji guru, sehingga tidak sedikit guru yang mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, bahkan banyak yang terjerat pinjol (pinjaman online) hingga judol (judi online).
Dalam sistem kapitalisme hari ini, guru hanya dipandang sebagai faktor produksi, yang tenaganya digunakan untuk menyiapkan generasi yang siap terjun ke dunia kerja (industri), sebab kenaikan pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh banyaknya generasi yang memiliki kemampuan bekerja. Inilah yang terus dikejar oleh ekonomi kapitalisme, padahal pertunbuhan ekonomi kapitalis tidaklah sejalan dengan kesejahtraan masyarakat individu per individu, serta tidak bertanggung jawabnya negara sebagai pelayan masyarakat untuk memenuhi hak-hak kebutuhan rakyatnya. Negara hanyalah bertindak sebagai regulator dan fasilitator, sehingga dalam penerapannya negara melegalisasikan pengelolaan SDA, pendidikan, dan kesehatan oleh pihak-pihak swasta atau individu tertentu.
Penerapan sistem kapitalisme-sekulerisme, menjadikan penguasa berkarakter sekuler, yang pikiran dan tingkah lakunya tidak dilandasi oleh islam, menjadikan mereka mudah berbuat dzolim (tidak adil), hilang rasa prihatin, dan peduli pada rakyatnya, hingga tidak mengasihi dan mencintai rakyatnya. Dengan demikian sangat jelas bahwa sistem kapitalisme-sekulerisme telah gagal memberikan solusi dan jaminan kesehatan bagi para guru.
Nasib menyedihkan guru tentu tidak akan terjadi apabila sistem islamlah yang diterapkan, sebab islam sangat memperhatikan guru. Kehadiran guru dipandangn sebagai strategi dalam mencetak generasi yang berkualitas, generasi pembangun bangsa, dan generasi penjaga peradaban. Keddukan guru yang begitu mulia menjadikan kesejahtraannya tidak boleh diabaikan, guru juga merupakan rakyat pada umumnya. Kesejahtraannya menjadi tanggung jawab penguasa (khalifah), terlebih lagi dalam islam penguasa berperan sebagai raa’in (pengurus rakyat). Penguasa wajib memiliki kepribadian islam khususnya kepribadian sebagai pemutus perkara, selain itu negara wajib menjalankan sistem islam untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan guru, bukan menjalankan sistem kapitalisme ataupun sosialisme, yang telah terbukti gagal.
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, gaji guru sebesar 15 dinar/bulan (sekitar 95 juta rupiah). Penerapan sistem ekonomi islam dalam negara menjadikan kebutuhan-kebutuhan guru mudah dijangkau, harga kebutuhan pokok (pangan, sandang, dn papan) dijaga kestabilannya dengan support negara di sektor hulu dan hilir. Pelayanan pendidikan, kesehatan, hingga keamanan disediakan negara secara geratis, dengan jaminan kebutuhan yang cukup ini maka para guru dapat fokus mendidik generasi dengan ilmu terbaiknya, tanpa harus memikirkan bagaimana kebutuhan di hari esok atau mencari tambahan dana untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Oleh karena itu penerapan syariat islam dalam kehidupan sungguh akan memuliakan dan menyejahterakan guru hingga mampu mencetak generasi yang unggul, berkualitas, dan bertaqwa.
Wallahualam bi shawwab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar