Oleh: Rifdah Reza Ramadhan, S.Sos.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencoba bermain-main dengan angka untuk menghasilkan statistik yang menipu ketika merilis hasil survei standar hidup layak di Indonesia pada 2024. BPS merilis standar hidup layak per kapita sebesar Rp 1.02 juta perbulan. Tak mencerminkan keadaan riil. (tempo.co, 22/11/2024).
BPS menggunakan kalimat ‘standar hidup layak’. Jadi masih rancu, masyarakat juga bingung. Seharusnya bukan standar hidup layak judulnya tetapi ‘rata-rata pengeluaran’. Terlepas dari itu, kecilnya angka standar hidup layak itu mencerminkan upah murah yang diterima buruh Indonesia. Pendapatan kerja yang diperoleh jauh dari kata layak. (cnnindonesia.com, 28/11/2024).
Kelemahan Kapitalisme
Negara seringkali menentukan standar hidup layak berdasarkan nominal yang tidak mencerminkan realita kebutuhan sehari-hari di dalam kehidupan masyarakat. Sangat rendah untuk mencangkup kebutuhan dasar mulai dari makanan bergizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal yang layak dan seterusnya.
Ini adalah pemandangan dalam kerangka kapitalisme, yaitu berorientasi pada angka statistik daripada kesejahteraan yang nyata di tengah masyarakat. Mirisnya, di dalam kapitalisme rakyat sering dianggap sebagai alat untuk mengayuh produktivitas ekonomi. Sangat jauh dari tujuan utama pengelolaan negara. Padahal pengurusan rakyat adalah tugas pokok negara, namun yang ditemukan adalah terfokusnya negara pada pertumbuhan ekonomi makro, investasi asing, dan stabilitas pasar semata.
Dengan itu, saat ini banyak kebijakan yang justru hanya berpihak pada korporasi dan elit ekonomi dibanding untuk kepentingan rakyat. Inilah yang menghadirkan kesenjangan yang semakin luas di antara rakyat.
Sungguh manipulatif kapitalisme, pendekatan yang hadir dibuat untuk menyamarkan kenyataan. Sebagaimana jika ada miliarder mempunyai kekayaan yang amat tinggi, angka pendapatan per kapita akan meningkat, meskipun mayoritas masyarakat tetap berada dalam kemiskinan. Ini hanya akan menggambarkan rata-rata secara kolektif namun tidak memperhitungkan kesenjangan di dalamnya.
Akibatnya, banyak ketidakadilan dan individu terkekang dalam lingkaran kemiskinan. Sistem kapitalisme sangat jauh dari pemberian solusi, justru kapitalisme adalah biang dari tercekiknya rakyat kecil sebab hanya fokus pada keuntungan segolongan ketimbang kebutuhan masyarakat secara adil. Sungguh kapitalisme bukan hanya sekadar gagal namun juga memperparah ketimpangan sosial demi elit ekonomi di atas kebutuhan rakyat.
Islam Memandang Kesejahteraan
Hal di atas sangat berbanding terbalik dengan Islam. Islam menetapkan bahwa penguasa mempunyai tanggung jawab pada rakyatnya sebagaimana HR Bukhari dan Muslim, “Imam (pemimpin) adalah raa’in) pengurus rakyat) dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.”
Dengan demikian pemimpin mempunyai amanah yang amat besar untuk memastikan hidup rakyatnya aman sejahtera. Islam fokus pada perhatiannya untuk memenuhi kebutuhan rakyat, bukan berfokus pada angka kolektif ala kapitalisme.
Di dalam Islam pun kepemilikan umum tidak boleh dikuasai oleh individu atau korporasi untuk keuntungan pribadi. Negaralah yang mengelola sumber daya dengan adil guna menebarkan manfaatnya kepada rakyat.
Dengan diterapkannya Islam maka rakyat akan merasakan layanan negara sebagaimana tugas utama negara sebagai pengurus umat. Islam akan mengatur kepemilikan harta, memenuhi kebutuhan pokok rakyat, dan membangun keadilan. Dalam sejarahnya pun banyak bukti yang menunjukkan bahwa penerapan Islam mampu menjamin rakyat sejahtera, salah satunya penghapusan kemiskinan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Umar bin Abdul Aziz mengelola dana jizyah, tanah mati, dan zakat untuk meraih kesejahteraan ekonomi.
Hendaknya kita menyadari bahwa ada kesempurnaan di Islam sebagaimana Allah SWT adalah Sang Pengatur yang sudah pasti pengaturannya adalah yang terbaik. Hanya dengan Islam rakyat diprioritaskan, dipenuhi hak-haknya, dan keadilan dijunjung tinggi.
Sudah saatnya rakyat membuka mata dan memberikan ruang bagi Islam untuk mengembalikan keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat. Sebab, Islam adalah sistem yang Allah SWT ridhai, yang mampu memberikan keadilan dan kesejahteraan sejati. Saatnya kita mengupayakan penerapannya sebagai solusi nyata bagi umat manusia.
Wallahu a’lam bishawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar