Oleh : Sukma Putri (Aktivis Dakwah)
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan standar hidup layak (SHL) di Indonesia pada 2024 sebesar Rp12,34 juta per tahun atau Rp1,02 juta per bulan. Standar layak hidup dipresentasikan dengan pengeluaran riil per kapita per tahun. Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti pada Jumat (15-11-2024) menyatakan bahwa pengeluaran riil per kapita per tahun yang disesuaikan pada 2024 meningkat Rp442 ribu atau 3,71% dibandingkan 2023 yang hanya Rp11,89 juta per tahun atau Rp990,9 ribu per bulan.
BPS menyampaikan meski namanya standar, standar layak hidup bukan kriteria layak atau tidaknya kehidupan warga Indonesia, melainkan salah satu dimensi Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurut BPS, sumber layak hidup mencerminkan banyaknya barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Makin tinggi angka sumber layak hidup berarti standar hidup rakyat lebih baik.
Standar hidup layak ala BPS ini banyak mendapat penolakan dari masyarakat karena tidak sesuai dengan realitas, bahkan gapnya sangat jauh. Untuk bisa hidup, seorang warga membutuhkan makanan bergizi tiga kali sehari, biaya tempat tinggal, listrik, air, perlengkapan kebersihan, pakaian yang layak, pendidikan, layanan kesehatan jika sakit, transportasi (termasuk BBM), listrik, dan internet. Untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut untuk satu orang, uang Rp1,02 juta tentu tidak akan mencukupi. Apalagi inflasi membuat harga barang-barang melambung.
Sistem Kapitalis Menyengsarakan Rakyatnya
Penetapan standar hidup layak yang tidak realistis terkait erat dengan ukuran kesejahteraan dalam sistem hari ini. Sistem kapitalisme mengukur kesejahteraan rakyat dari pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita adalah rata-rata pendapatan yang diperoleh setiap individu dalam suatu negara pada kurun waktu tertentu. Pendapatan per kapita dihitung dengan membagi pendapatan nasional bruto dengan jumlah penduduk.
Rendahnya standar layak hidup tidak bisa dilepaskan dari cara pandang negara terhadap rakyatnya yang mengikuti sistem kapitalisme. Dalam sistem ini rakyat tidak menjadi prioritas perhatian negara karena penguasa tidak menjadikan pengurusan rakyat sebagai tugas pokoknya. Negara tidak merasa perlu untuk memastikan tiap-tiap rakyatnya hidup sejahtera.
Bagi negara kapitalis, yang penting ekonomi nasional tumbuh. Pertumbuhan ekonomi ini diperoleh dengan meningkatkan produksi nasional. Akibatnya, para pemilik modal menjadi pihak yang diprioritaskan oleh negara karena dianggap sebagai pihak yang berkontribusi dalam menggenjot produksi nasional.
Selain itu, negara memprioritaskan para pengusaha juga karena mereka mendukung penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya sekaligus agar penguasa mendapatkan bagian keuntungan materi dari mereka. Sedangkan urusan rakyat dibiarkan diurusi sendiri oleh sesama rakyat. Rakyat harus bekerja keras membanting tulang demi memenuhi kebutuhannya. Rakyat di fokus hanya untuk masalah masalah hidup yang terhempit, tidak ada pengurusan oleh negara. Hal ini sungguh berbeda dengan Islam.
Sistem Islam Mensejahterakan Rakyatnya
Islam mewajibkan tiap-tiap individu rakyat terpenuhi kebutuhan pokoknya, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara merata . Tidak ada pengelompokan dalam pemenuhan kebutuhan hidup di masyarakat. Seluruh kebutuhan tersebut tercukupi sesuai standar hidup masyarakat setempat.
Misalnya, di sebuah masyarakat umumnya orang makan tiga kali sehari dengan gizi seimbang maka itulah standar yang layak, bukan makan dua kali, bukan juga sekadar kenyang tanpa kecukupan gizi. Begitu pula dalam hal pendidikan, secara umum di masyarakat, pendidikan yang layak adalah setiap rakyat mendapatkan hak yang sama dalam menuntut ilmu secara gratis.
Dengan semua sarana di sediakan, hingga masyarakat tidak lagi di pusingkan dengan biaya sekolah yang sangat mahal, maka itulah standar hidup yang layak. Rumah yang layak adalah yang sehat, memiliki kelengkapan ruang dan fungsi, ventilasi dan drainase yang baik, mendapatkan oksigen dan sinar matahari yang cukup, terhindar dari polusi dan kebisingan, aman, serta menjaga aurat penghuninya. Inilah gambaran standar hidup layak ala Islam.
Wallahu 'alam Bishowab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar