KHUTBAH JUM'AT : MENJAGA AKIDAH UMAT DI PENGHUJUNG TAHUN


KHUTBAH PERTAMA

إنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ اِلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ
 خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. 
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اَللّٰهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللّٰهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللّٰهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى  
قُلْ يٰٓاَيُّهَا الْكٰفِرُوْنَۙ (1) لَآ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَۙ (2) وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۚ (3)‏
Alhamdulillâhi Rabbil Âlamin, Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Taâlâ yang telah menganugerahkan kita nikmat iman dan Islam, serta mempertemukan kita di tempat yang diberkahi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallâhu alaihi wasallam, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.

Hadirin jamaah jumah rahimakumullâh,
Di setiap penghujung tahun Masehi ada dua hari raya yang jelas bukan hari raya umat Muslim: Natal dan Tahun Baru. Namun demikian, seperti sudah menjadi tradisi, banyak Muslim yang malah ikut merayakan keduanya. Instansi Pemerintah, swasta, para pejabat dan tokoh masyarakat yang beragama Islam ikut larut dalam dua perayaan tersebut. Momentum itu juga sering diopinikan sebagai wahana kebhinekaan dan kerukunan umat beragama.
Prihatinnya, banyak karyawan muslim yang kemudian dikondisikan bahkan diwajibkan untuk mengikuti perayaan Natal dan Tahun Baru. Sebagian dari mereka bahkan diperintahkan untuk memakai asesoris perayaan Natal.

Hadirin jamaah jumah rahimakumullâh,
MUI dalam fatwa 7 Maret 1981 telah mengharamkan perayaan Natal bersama bagi umat Muslim. MUI juga menghimbau pengusaha Kristen agar tidak mendorong atau mewajibkan pegawai Muslim terlibat atau mengenakan atribut Natal. 
Namun, sebagian Muslim tetap saja ada yang membolehkan untuk mengucapkan Selamat Hari Raya Natal dan bahkan terlibat dalam Perayaan Natal dengan dalil toleransi. Mereka berdalih dengan Al-Qur'an surah Al-Mumtahanah [60] ayat 8 yang menekankan kebaikan dan keadilan terhadap non-Muslim yang tidak memerangi umat Islam. Padahal, ayat tersebut terkait muamalah, bukan pencampuran akidah dan ibadah, seperti perayaan Natal bersama. Konteks ayat ini merujuk pada perjanjian damai Nabi Muhammad Shallallâhu alaihi wasallam dengan Bani Khuzaah. Mereka juga berdalih dengan Al-Qur'an surah An-Nisâ [4] ayat 86;
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا
"Jika kalian diberi penghormatan dengan suatu penghormatan maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)." (QS. An-Nisâ [4]: 86)
Hanya saja, menurut Imam al-Qurthubi, balasan lebih baik ini dikhususkan kepada orang Islam jika mereka yang mengucapkan salam. Jika yang mengucapkan salam orang kafir, termasuk Ahludz Dzimmah, maka tidak boleh membalas salam mereka, kecuali dengan jawaban yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallâhu alaihi wasallam, Waalaykum. (Al-Qurthubi, Al-Jâmi li Ahkâm al-Qurân, 5/297).

Hadirin jamaah jumah rahimakumullâh,
Perayaan Natal merupakan ibadah umat Nasrani yang mengagungkan kelahiran Yesus Kristus sebagai Tuhan, berbeda dengan keyakinan Islam yang mengimani Isa al-Masih sebagai hamba dan utusan Allah Subhanahu wa Taâlâ. Allah berfirman dalam Al-Quran bahwa penciptaan Isa seperti Adam, diciptakan dari tanah dan atas perintah-Nya (QS. Âli Imrân [3]: 59). Maka ucapan selamat Natal bertentangan dengan akidah Islam, karena Allah Subhanahu wa Taâlâ tidak memiliki anak dan tidak dilahirkan, sebagaimana peringatan dalam Surah Maryam [19] ayat 90-92.  
Ucapan dan keterlibatan dalam perayaan Natal bertentangan dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’âlâ untuk tidak mengikuti ibadah kaum kafir, sebagaimana firman-Nya;
قُلْ يٰٓاَيُّهَا الْكٰفِرُوْنَۙ (1) لَآ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَۙ (2) وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۚ (3)‏
Katakanlah, "Hai kaum kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah. Kalian pun bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.” (QS al-Kâfirûn [109]: 1-3)
Ada yang berpendapat bahwa sekadar ucapan tidak merusak keimanan seorang Muslim. Namun, Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam mengingatkan bahwa ada kalimat yang diucapkan hamba yang dia tidak perdulikan, tetapi Allah mengangkat derajatnya. Sebaliknya, ada kalimat yang membuat Allah murka dan menyebabkan hamba tersebut terjerumus ke dalam neraka. (HR al-Bukhari dan Muslim).  
Perayaan tahun baru Masehi berasal dari tradisi Romawi yang mempersembahkan doa kepada dewa-dewa. Gereja Kristen kemudian mengikuti tradisi ini, dan umat Muslim di masa kini banyak yang ikut merayakannya. Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam memperingatkan:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad). 
Perayaan tahun baru sering diisi dengan kemaksiatan, campur baur pria-wanita, dan bahkan perzinaan, yang bertentangan dengan ajaran Islam.  
Perayaan Natal dan tahun baru juga sering dijadikan ajang kampanye pluralisme, yang mengajarkan bahwa semua agama adalah benar. Hal ini berbahaya karena mencampuradukkan iman dan kekufuran, sementara Islam menegaskan bahwa agama yang diridhai di sisi Allah hanya Islam, sebagaimana firman-Nya:
إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلْإِسْلَٰمُ
”Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Âli ‘Imrân [3]: 19)
MUI sendiri telah mengeluarkan fatwa bahwa pluralisme bertentangan dengan ajaran Islam.  
Seorang Muslim wajib menjaga akidah dan menjauhi perayaan agama lain yang bertentangan dengan prinsip tauhid. Toleransi yang benar tidak berarti mencampurkan akidah dan ibadah. Oleh karena itu, umat Islam harus senantiasa berpegang teguh pada ajaran Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam dan menjauhi tradisi yang dapat merusak keimanan.
Sangat memprihatinkan jika akidah umat mudah tergerus oleh opini dan tradisi yang bertentangan dengan Islam, sementara keyakinan akan keesaan Allah terabaikan. Pluralisme yang disponsori negara justru merongrong iman, sementara Muslim yang menjaga keimanan kerap dipersekusi. Padahal Islam telah mengatur hubungan antar umat beragama dengan adil, melarang pemaksaan dalam agama dan menekankan tolong-menolong tanpa memandang keyakinan. Namun, dalam hal akidah dan ibadah, setiap Muslim wajib berpegang teguh pada keyakinannya, karena hanya Islam yang Allah ridhoi. Allah berfirman: 
وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
“Siapa saja yang mencari agama selain Islam, tidak akan diterima dan di akhirat termasuk orang yang rugi.” (QS Âli Imrân [3]: 85). WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []

بَارَكَ اللّٰهُ لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللّٰهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللّٰهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ




KHUTBAH KEDUA

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إِلَى رِضْوَانِهِ، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُواللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللّٰهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَقَالَ تَعاَلَى: إِنَّ اللّٰهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِي، وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءَ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَاْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ، وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ، رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَ اللّٰهِ ! إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللّٰهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللّٰهِ أَكْبَرْ




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar