Oleh : Anindya Vierdiana
Menuju penghujung tahun, curah hujan semakin meninggi dan bencana banjir terjadi dimana-mana. Ironis, sebab setiap tahun selalu terjadi dan tak tersolusi.
Baru-baru ini terjadi banjir di wilayah Pasuruan. Banjir kembali merendam sejumlah desa di Kabupaten Pasuruan. Padahal, sehari sebelumnya, banjir sempat surut. Banjir melanda Desa Kedawung Kulon, Kecamatan Grati, Desa Jarangan dan Rejoso Lor, Kecamatan Rejoso. Banjir terjadi sejak Kamis (12/12/2024) petang. "Di tempat saya mencapai 1 meter tinggi air," kata Ida, warga Dusun Kebrukan, Desa Kedawung Kulon, DetikJatim.com (13/12/2024)
Sekalipun setiap musim hujan tiba, warga seolah sudah terbiasa dengan banjir namun dengan seiring waktu serta tak kunjung tersolusikan persoalan banjir ini, tentunya cukup membuat warga terganggu dan semakin kesulitan dalam menjangkau aktivitasnya diluar rumah. Belum lagi harus selalu bersiaga kalau-kalau banjir sampai masuk ke dalam rumah.
Bukan Semata Faktor Iklim
Banjir yang terjadi sejatinya bukan hanya karena faktor iklim semata namun ada faktor lain yaitu persoalan sistemik dari hulu ke hilir. Seperti alih fungsi lahan dari wilayah hulu ke hilir. Kemudian kebijakan penguasa yang selalu bias pada kepentingan oligarki. Ini menyebabkan penguasa tidak memiliki kedaulatan penuh dalam mengatur kehidupan dan tata kota. Hal itu membuat para investor dengan mudah melenggang bebas dalam melakukan usaha seraya membuka lahan hijau sesuka hati demi kepentingannya.
Akibatnya terjadi kerusakan lingkungan, minimnya daerah resapan air karena di bangun tempat-tempat usaha layaknya pabrik, hotel, pertokoan dan lain sebagainya. Kerusakan demi kerusakan terjadi, masalah banjir tahunan yang tak tersolusi, merupakan efek dari penerapan sistem kapitalisme sekuler yang diadopsi selama ini dan penguasa hanya menjadi alat bagi oligarki. Itu sebabnya penguasa begitu loyal terhadap kepentingan oligarki dan acuh terhadap urusan rakyatnya. Upaya-upaya yang dilakukan penguasa pun dalam menanggulangi banjir hanya sebatas solusi praktis saja. Maka, tak heran jika persoalan banjir sulit menemukan solusinya
Sistem Islam adalah Solusi
Dalam mengatasi banjir diperlukan solusi yang sistematis. Dimana dapat menyelesaikan persoalan banjir tanpa menumbuhkan masalah baru. Maka solusinya hanya dengan kembali menerapkan sistem Islam untuk mengatur segala aspek kehidupan, sehingga persoalan banjir dan tata kota dapat diatasi dan tak menyisakan masalah yang berkelanjutan.
Dalam Islam, seorang Khalifah sangat menjaga kelestarian lingkungan, dengan begitu tidak akan terjadi alih fungsi lahan yang merusak lingkungan. Kebijakan yang diberlakukan oleh Khalifah ditujukan semata-mata untuk kemaslahatan umat. Kebijakan Khalifah adalah dengan mengembalikan pengelolaan sumber daya alam sesuai hak kepemilikan. Misal kepemilikan umum seperti danau, sungai, air, dan laut yang akan dikelola oleh negara yang hasilnya akan dimanfaatkan kembali untuk kesejahteraan umat. Menjaga kelestarian hutan secara bersama-sama dengan masyarakat dan tidak membiarkan praktik penebangan hutan secara liar agar alam terjaga keseimbangannya. Menjaga kawasan hijau agar tidak menjadi area industri, perkantoran dan infrastruktur lainnya.
Begitulah beberapa kebijakan Khalifah dalam memelihara lingkungan. Wallahu a'lam bishawaab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar