Oleh : Amey Nur Azizah
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jisman P Hutajulu, mengatakan sampai triwulan I 2024 masih ada 112 desa/kelurahan yang belum teraliri listrik. Jumlah ini turun dari akhir 2023 yang masih sebanyak 140 desa/kelurahan yang semuanya terletak di Papua belum mendapat aliran listrik.
Dari total 83.763 desa/kelurahan berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 100.1.1-6177 tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, rasio desa berlistrik sudah sebesar 99,87 persen. Rinciannya, 77.342 desa/kelurahan atau sekitar 92,33 persen mendapat aliran listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. Kemudian, sebanyak 4,27 persen atau 3.573 desa mendapat aliran listrik dari perusahaan penyedia listrik selain PLN. Selanjutnya, 3,27 persen atau 2.736 desa/kelurahan mendapat aliran listrik dari Program Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) Kementerian ESDM.
Dari data di atas dapat diketahui bahwa kebutuhan rakyat akan tersedianya listrik belum sepenuhnya bisa dicover, padahal Listrik merupakan kebutuhan penting yang seharusnya dipenuhi oleh negara. Namun hal ini tidak terwujud karena adanya liberalisasi tata kelola listrik pada sumber energi primer dan layanan listrik, yang berorientasi mendapatkan keuntungan. Akibatnya penyediaan listrik di pedesaan tidak terlalu diperhatikan karena mahalnya biaya. Bagaimana tidak? Karena penguasa yang ada hari ini, mereka yang terpilih dari sistem demokrasi, yang dimana dalam sistem demokrasi politik transaksional itu menjadi sebuah keniscayaan.
Politik transaksional itu bisa terjadi antara parpol dan parpol, antara kelompok civil society dengan parpol, dan begitu seterus- nya. Di sistem demokrasi, yang menempatkan kekuasaan di tangan rakyat, memang telah terjadi simbiosis mutualisme antara berbagai kepentingan. Penguasa untuk berkuasa membutuhkan modal besar. Modal yang besar ini diperoleh dari pengusaha. Setelah penguasa yang didukung pengusaha ini sukses menjadi penguasa, maka para cukong ini mendapatkan konsesi, berupa proyek dari penguasa.
Begitulah, transaksi-transaksi politik yang terjadi antar berbagai kekuatan di dalam sistem demokrasi.
Meskipun demokrasi diterapkan di banyak negara yang menganut sistem kapitalisme saat ini, akan tetapi demokrasi kurang menonjol dibandingkan dengan sistem ekonominya (kapitalisme). Buktinya sistem kapitalisme di berbagai negara yang menerapkannya ternyata sangat mempengaruhi elite kekuasaan (pemerintahan) sehingga mereka tunduk kepada para kapitalis (pemilik modal, konglomerat atau oligarki). Bahkan hampir-hampir dapat dikatakan bahwa para kapitalislah yang menjadi penguasa sebenarnya di negara-negara yang menerapkan demokrasi ini.
Inilah yang kemudian menjadikan rakyat semakin hari semakin terjepit, karena penyediaan hajat hidup ini dilakukan oleh korporasi sehingga harga listrik niscaya mahal. Negara lepas tangan menjamin pemenuhan kebutuhan dharuri rakyatnya. Bahkan Negara justru memalak rakyat melalui tata kelola listrik yang kapitalistik ini.
Dalam Islam, listrik adalah milik umum, harus dikelola negara dan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk listrik gratis atau murah (mudah dijangkau). Islam melarang penyerahkan pengelolaannya kepada swasta. Negaralah yang bertanggung jawab memastikan setiap individu rakyat terpenuhi kebutuhan listriknya, dengan harga listrik murah bahkan gratis, layanan merata sampai ke pelosok. Bahkan dalam mengelola layanan listrik ini, Negara menyediakan sarana prasarana terbaik sehingga memudahkan rakyat dalam mengaksesnya.
Karena apa? karena industri migas, batubara, listrik, panas bumi, hutan dan kepemilikan umum lainnya, serta industri strategis dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai dan dijalankan oleh negara. Tidak diserahkan kepada swasta, baik domestik maupun asing, apa pun pertimbangannya. Dengan demikian, Negara Khilafah menjadi negara yang kuat, karena mempunyai sumber pendapatan yang luar biasa, dan nyaris tak terhingga. Pada saat yang sama, dengan ketersediaan sumber kekayaan yang berlimpah, kewajiban negara untuk menjamin distribusi barang dan jasa juga bisa dilakukan dengan sempurna.
Di sisi lain, regulasi, dominasi, kontrol dan posisi negara yang menjaga jarak yang sama terhadap seluruh rakyatnya, membuat Negara Khilafah dan Khalifah tidak bisa dikontrol oleh kelompok atau etnis tertentu. Satu-satunya yang bisa mengendalikan dan mengontrol negara adalah hukum syariah. Karena itu, di dalam Negara Khilafah tidak akan pernah ada simbiosis mutualisme, antara penguasa dan pengusaha, atau penguasa dengan etnis tertentu.
Kolusi, korupsi dan nepotisme tidak ada. Praktik suap dan sejenisnya juga tidak ada. Karena seluruh rakyat dan aparatur negara terikat dengan hukum syariah, apapun agama mereka. Ketakwaan yang menjadi pondasi Negara Khilafah, individu dan masyarakat juga menjadikan mereka sangat disiplin, bersih dan profesional. Bahkan, jika ada indikasi KKN, Negara Khilafah akan mengambil tindakan tegas terhadap pelakunya.
Dengan sistem politik, ekonomi dan peradilan seperti ini, serta dasar akidah Islam dan terikat sepenuhya pada hukum syarak, Negara Khilafah merupakan satu-satunya negara yang benar-benar kuat, merdeka, bersih, profesional dan bisa bertahan selama ribuan tahun. Wallahualam bissawab. []
Sumber :
1. https://tirto.id/112-desa-belum-teraliri-listrik-hingga-triwulan-i-2024-gZsX
2. Tim Penulis Al waie. 2024. KHILAFAH memahami sistem politik & pemerintahan islam. Pustaka Fikrul Islam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar