Nasib Perempuan Tulang Punggung Kapitalisme


Oleh : Khairun Nisa, S.M (Aktivis Perempuan)

Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Paser menyerukan peningkatan kesejahteraan perempuan sebagai kepala keluarga pada Sosialisasi Pemberdayaan Peran Kepala Keluarga (PEKKA) melalui Pogram Klik “PATUH” dan Koordinasi Penilaian Penghargaan Parahita Ekapraya (PPE) Tahun 2024 yang bertajuk “Perempuan Berdaya, Anak Terlindungi, Indonesia Maju”, Rabu (30/10/2024).

PEKKA merupakan sebuah program pertama di Kalimantan Timur (Kal-Tim) yang dibangun dalam rangka meningkatkan kesejahteraan perempuan kepala keluarga dengan menjalankan peran dan seluruh tanggung jawabnya sebagai pencari nafkah, pengelola rumah tangga, dan penjaga kualitas kehidupan keluarga.

Program ini diharapkan mampu memberi solusi kepada masyarakat dari golongan keluarga yang kurang mampu.

Masifnya program yang digulirkan dalam rangka mengentaskan kondisi kemiskinan telah banyak dilakukan berbagai Lembaga Masyarakat. Termasuk menyerukan perempuan untuk berdaya secara ekonomi. 

Tuntutan perempuan sebagai pencari nafkah, menunjukkan adanya masalah dalam pemenuhan nafkah. Fakta tersebut menunjukkan bahwa perempuan sedang didera kemiskinan akut.

Berbagai strategi dan inisiatif dilakukan untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi melalui perempuan. Dengan pendekatan kolaborasi penta helix, Indonesia mendukung lebih banyak partisipasi perempuan dalam pasar perdagangan global dan rantai produksi dengan melibatkan Lembaga kementrian terkait, masyarakat sipil, dunia usaha, akademisi, dan media.

Pengarusutamaan gender memainkan peran integral dalam mengambil Keputusan dan kebijakan di Indonesia. Dengan menghubungkan perempuan kepada akses sumber daya keuangan, bisnis digital, menjadi tenaga kerja dan sebagai pasar.

Kontribusi perempuan sebagai motor ekonomi ini menguntungkan industri besar milik para kapitalis.

Sebab, segala sesuatu dalam paradigma kapitalisme merupakan komoditas ekonomi. Asas kemanfaatan kapitalisme ini tidak akan membiarkan sesuatu pun tidak berdaya guna termasuk framing perempuan sebagai beban dan lebih rendah daripada laki-laki harus rela dieksploitasi dalam dunia kerja. 

Sayangnya, tidak banyak perempuan yang menyadari bahwa mereka hanya tunduk saja sebagai alat pengeruk kekayaan kapitalis, padahal apa yang mereka korbankan tidak sebesar yang didapatkan.

Jika dibiarkan, keluarnya kaum perempuan ke ranah public secara massal dan sistemis, akan berdampak jauh lebih buruk. Sebab, fenomena ini menjadikan rusaknya fitrah kaum perempuan karena mereka tidak lagi berfokus pada perannya selaku ibu dan pengatur rumah tangga.

Hal ini tentu berdampak kepada buruknya kualitas generasi di bawahnya. Generasi yang seharusnya dibesarkan oleh lembutnya sentuhan peran seorang ibu, justru bernasib sebaliknya yaitu peran ibu yang minim dalam pendidikan di Tengah keluarga.

Fokus ibu yang bekerja atau mencari nafkah keluarga tidak akan utuh dalam memperhatikan kondisi keluarga di rumah. Ketika bekerja, seringkali anak diberikan media hiburan seperti gadget. Tanpa ada pengawasan, tentu generasi dengan mudah tergerus liberalisasi budaya sebagai konsekuensi dari bercokolnya liberalisasi ekonomi.

Belum lagi akan mengganggu keharmonisan dan mental keluarga. Seorang ibu yang bekerja akan merasakan kepuasan dalam kemandirian finansial sehingga bisa mengaburkan peran ayah sebagai pencari nafkah. Terlebih jika jabatan yang dimiliki lebih tinggi. 

Memunculkan kasus perselingkuhan di tempat kerja dan kejenuhan karena penghasilan kepala keluarga yang kecil. 

Sebuah kesesatan logika jika pemberdayaan perempuan dilakukan dalam sektor ekonomi sehingga memaksa mereka menjadi tulang punggung, padahal mereka adalah tulang rusuk. Untuk itu, kaum perempuan harus menyadari penyesatan dan cara pandang tersebut. Sebaliknya, mereka harus dikembalikan kepada peran sebenarnya yaitu sebagai ummun wa rabbatul bait (ibu rumah tangga).

Syari’at Islam telah menjamin jalur nafkah bagi perempuan dengan tidak mewajibkan bekerja demi bisa memenuhi hidup. Sebab, nafkah seorang perempuan terdiri dari empat jalur. Pertama, ketika dirinya belum menikah, jalur nafkah itu melalui ayahnya. Kedua, jika dirinya sudah menikah, jalur nafkah itu berada di suaminya. Jika dirinya janda, jalur nafkah itu melalui ayahnya atau saudara laki-lakinya atau anak laki-lakinya. Dan jika semua jalur nafkah tersebut tidak ada, nafkah itu ditanggung oleh negara melalui Baitul Mal. 

Pemberdayaan perempuan dalam Islam memiliki konsep yang berbeda dengan kapitalisme. Dalam Islam, pemberdayaan tidak diarahkan pada materi, tetapi perempuan diposisikan sebagai rahim kehidupan dan pembentuk generasi.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar