Oleh: Ferdina Kurniawati (Aktivis Dakwah Muslimah)
Koordinator aksi aliansi mahasiswa Septianus Hendra yang sempat berdemo di halaman Kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) pada Kamis, 5 Desember 2024 mengenai pembabatan mangrove oleh perusahaan PT 52 Prosperindo kembali angkat suara.
Hendra membantah pernyataan Kepala DLH Balikpapan Sudirman Djayaleksana yang mengatakan bahwa aksi yang dilakukan hanya masalah komunikasi. Padahal sebut dia, aliansi sebelumnya telah berdiskusi dengan DLH mengenai masalah PT 52 Prosperindo. DLH pun mengakui bahwa perusahaan telah membabat mangrove dan tidak memiliki izin lingkungan.
“Kami disebut belum memahami secara utuh mengenai mekanisme dan prosedur kegiatan pembangunan di Balikpapan. Padahal sebenarnya yang belum memahami dan tutup mata adalah mereka (DLH),” tegas Hendra kepada Kaltim Post, Rabu (11/12).
Ketua GMKI Balikpapan ini juga mengatakan, walaupun beberapa dokumen mengenai perizinan perusahaan PT 52 Prosperindo telah terbit, akan tetapi tidak dibenarkan untuk memulai aktivitas seperti land clearing, jika belum mengantongi izin Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) atau izin lingkungan.
Yang selalu disampaikan adalah bahwa perusahaan telah mengajukan Amdal, tetapi kan yang harus digaris bawahi adalah izinnya belum terbit. Maka belum bisa memulai aktivitas apalagi sampai membabat mangrove,” tegas Hendra.
Menurut Hendra, aturan mengenai hal itu telah jelas tertuang dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2009, Pasal 2 ayat 1 dan pasal 36 ayat 1 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Aturan dengan tegas menyebutkan bahwa setiap usaha yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal.
Selain itu, ditegaskan juga bahwa setiap usaha atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal juga wajib mengantongi izin lingkungan.
“Sementara PT 52 Prosperindo belum mengantonginya dan telah membabat mangrove. Kemudian sebenarnya DLH juga sudah mengetahui hal ini, tapi pura-pura tidak tahu atau bahkan kami menduga ada penyelewengan kewenangan. Mereka kan seharusnya menegakkan Undang-Undang Lingkungan,” tegas Hendra.
Hendra meminta agar DLH stop menyampaikan bahwa banjir yang dirasakan masyarakat adalah kejadian yang sering terjadi bahkan sebelum adanya penataan lahan. Padahal kata Hendra, banjir sebelum adanya penataan lahan dan pasca penataan lahan itu sangat kontras.
Pergeseran Peran Mahasiswa dalam Perubahan
Aksi mahasiswa patut diapresiasi, kritis dan kontrol penguasa. Mereka pun semestinya jeli melihat akar permasalahan yang timbul akibat ulah perusahaan yang tidak bertanggung jawab. Sementara yang mereka lakukan hanya meredam kemarahan masyarakat dengan membantu warga buat tanggul dan menanam kembali hutan mangrove. Meski banjir terjadi sebelum aktivitas perusahaan, namun efeknya lebih parah akibat tata kelola yang salah, ditambah faktor alam. Ini harus disadari mahasiswa bahwasanya perlu sanksi tegas dari negara, jangan terkesan melindungi.
Di sisi lain, sebagai bagian dari proses link and match antara industri dan PT, mahasiswa dihadapkan pada berbagai persoalan baru. Mahasiswa berperan sangat penting sebagai inisiator perubahan sehingga tidak boleh berfokus hanya pada perkuliahan dan studinya. Mahasiswa perlu memiliki kepekaan tinggi terhadap permasalahan sosial di sekelilingnya, sekaligus menjadi bagian dari solusinya.
Sayangnya, fungsi ini seolah melemah seiring banyaknya distraksi dari tuntutan perkuliahan dan berbagai program baru yang ada. Perlu untuk berpikir bersama agar potensi dan fungsi sebagai agen perubahan ini tidak meredup.
Misalnya, saat ini terdapat program Wirausaha Merdeka sebagai bagian dari sinergisitas penta helix yang memiliki target lulusan siap kerja dan berwirausaha. Program ini adalah bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar menjadi wirausahawan berbasis keilmuan yang sedang dipelajarinya melalui aktivitas di luar kelas.
Karakter positif yang diharapkan muncul dalam program ini—seperti sikap inovatif dan berani mengambil risiko—adalah hal yang baik selama mahasiswa bisa tetap kukuh dalam orientasi keilmuan dan idealismenya sebagai agen perubahan.
Akan tetapi, perlu mewaspadai adanya pergeseran orientasi berpikir dan bersikap pada mahasiswa sebagai unsur utama dalam pendidikan tinggi. Setidaknya, ada dua hal sebagai bahan evaluasi bersama.
Pertama, harus disadari, cara berpikir sistem kapitalisme adalah berorientasi pada keuntungan materi semata yang terkadang menghalalkan segala cara. Walhasil, perlu diiringi pemberian landasan ketakwaan yang kuat yang bisa menjadi fondasi dalam bersikap selama berwirausaha. Mahasiswa tidak boleh sekadar menjadi elemen roda produksi yang mengikuti tuntutan pasar. Bidang keilmuan yang digeluti juga tidak akan difokuskan ke arah bisnisnya semata.
Kedua, beban perkuliahan yang sedemikian berat, ditambah program wirausaha di luar aktivitas perkuliahan, dikhawatirkan akan memunculkan ketakseimbangan dan berujung pada hilangnya fokus mahasiswa. Kita ketahui bersama, aktivitas bisnis tidak selalu berjalan mulus, akan ada hambatan dan tantangan sebagai bagian dari pembelajaran. Namun, ketika hambatan ini berbarengan dengan tekanan dalam aktivitas perkuliahan, dikhawatirkan mahasiswa belum bisa menghadapi kondisi ini. Mahasiswa jadi tidak lagi memiliki waktu untuk memikirkan kondisi umat karena sibuk akan persoalan studi dan bisnisnya.
Mengembalikan Peran Mahasiswa sebagai Agen Perubahan
Mahasiswa dengan segudang potensi dan semangat tinggi, serta diiringi fisik yang kuat, memiliki posisi strategis dalam perubahan di tengah masyarakat. Mereka diharapkan menjadi inisiator dan katalisator dalam proses perubahan. Keberadaan mereka di tengah masyarakat diharapkan menjadi bagian dari solusi atas permasalahan umat.
Sejalan dengan tujuan pokok sistem pendidikan Islam untuk mengembalikan peran mahasiswa sebagai agen perubahan, perlu upaya membentuk mereka menjadi sosok berkepribadian Islam. Di tengah arus sekularisme serta upaya monsterisasi terhadap Islam, hal ini tentu jadi tantangan tersendiri. Hanya saja, ini perlu diupayakan karena akidah Islam adalah asas kehidupan sebagai asas berpikir dan bersikap.
Dengan Islam, setiap mahasiswa akan menyadari bahwa setiap amal perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban. Dengan demikian, akan terbentuk sosok mahasiswa yang memahami tujuan utama penciptaannya di muka bumi. Ia akan memahami skala prioritas dan berupaya agar tidak menggeser orientasi kehidupannya, yaitu untuk beribadah pada Allah Taala.
Ia juga akan berupaya memperbaiki kondisi sekitar dengan beramar makruf mahi mungkar. Untuk itu, perlu ada penanaman tsaqafah Islam yang bermula dari akidah, kemudian berlanjut pada pemahaman terhadap kesempurnaan aturan Islam dalam setiap aspek kehidupan.
Sungguh, mahasiswa muslim adalah harapan perubahan bagi umat. Karakter dan orientasi kehidupannya berkontribusi besar dalam kebangkitan. Allah Taala berfirman dalam QS Ali Imran: 110, “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.”
Namun, perlu disadari, mental agen perubahan tidaklah hadir secara otomatis. Orang tua dan orang dewasa di sekitarnya perlu membentuknya dengan pembinaan dan keteladanan. Keteladanan inilah yang menjadi contoh sosok berkepribadian Islam dalam kehidupan nyata.
Peran utama berikutnya adalah negara. Sistem pendidikan yang sesuai fitrah manusia dan fungsi negara yang berjalan sebagai pengatur urusan rakyatnya, akan memunculkan sosok-sosok mahasiswa yang peduli urusan umat. Negaralah yang akan memastikan munculnya para mahasiswa dengan karakter demikian.
Abainya negara dalam peran tanggung jawab pendidikan ini akan menjadi ancaman terhadap eksistensi negara dan bangunan peradaban pada masa mendatang. Untuk itu, basis ideologi negara haruslah sahih dan sesuai fitrah manusia, yakni Islam.
Wallahualam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar