Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Usai dilantik jadi Presiden, Prabowo Subianto melakukan kunjungan kerja ke sejumlah negara selama dua pekan, mulai 8 hingga 23 November 2024. Termasuk berkunjung ke dua negara adidaya, Amerika Serikat (AS) dan China. Bahkan China menjadi negara pertama yang dikunjungi Prabowo. Kunjungan Prabowo ke China membuahkan sejumlah hasil konkret, baik dalam bidang ekonomi, bisnis hingga politik. Prabowo disebut berhasil mendatangkan investasi China ke Indonesia senilai USD 10,7 miliar atau setara Rp157 triliun.
Negara kedua yang dikunjungi adalah AS. Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto dan Presiden AS Joe Biden sepakat untuk memperluas cakupan latihan militer bersama kedua negara, Super Garuda Shield dan memperkuat keamanan maritim. Atas hasil kesepakatan itu, kedua pemimpin menyambut baik pendirian Pusat Pelatihan Maritim BAKAMLA 'Anambas' yang didanai AS di Batam tahun ini. Prabowo dan Biden juga berkomitmen untuk memajukan kerja sama di bidang kesehatan, perdagangan, dan pertanian guna mempererat hubungan yang telah terjalin selama 75 tahun.
Pengamat Hubungan Internasional (HI) menyebut tindakan itu mencerminkan politik luar negeri Indonesia. Guru Besar HI Universitas Indonesia (UI) Fredy Buhama Lumban Tobing, menyinggung bahwa kunjungan itu menandakan pentingnya China untuk Indonesia. Sementara itu, untuk kunjungan Prabowo ke AS setelah dari China, Fredy menyebut AS pun memiliki kedudukan penting untuk Indonesia. Namun, Fredy menilai hubungan dengan AS tak sepenting hubungan dengan China.
"Ke AS itu setelah dia berkunjung ke China. Artinya AS penting bagi RI setelah China. Pentingnya China ini sebagai kelanjutan dari pemerintahan Jokowi sebelumnya yang begitu banyak membuka hubungan ekonomi dengan China ketimbang AS. Tindakan ini melanjutkan kebijakan luar negeri dari Presiden ke 7, Joko Widodo (Jokowi). Dengan demikian Prabowo hanya melanjutkan kebijakan luar negeri Jokowi terhadap China dan tidak membuat kebijakan baru," katanya. (SINDOnews, 10/11/2024).
Secara nyata, Indonesia telah masuk perangkap politik imperialisme dua negara adidaya yang dibungkus dengan globalisasi. Dunia menyaksikan betapa persaingan kedua negara tersebut demi menjadi negara paling berkuasa di dunia. Dan Indonesia adalah mangsa empuk bagi keduanya. Karena SDA yang dimiliki Indonesia begitu melimpah. Pantas jika disebut "tanah kita tanah surga". Sayangnya, para penguasa tidak merasa. Mereka bahkan bangga menjadi rebutan dua serigala raksasa. Disangka dengan permainan plinplan seperti itu dapat mengambil keuntungan sebesar-besarnya, namun nyatanya berkebalikan.
Ibarat seorang gadis muda belia cantik rupawan menjadi rebutan setiap pemuda sehingga berharap bisa memiliki. Karena keserakahan dia malah melayani semuanya dan jadilah dia sebagai piala bergilir. Apa yang akan didapat gadis tersebut pada kesudahannya? Bahagiakan atau malah merana? Setelah semua yang dimilikinya dijaja kepada semua pria. Apakah akan kembali berharga? Masih adakah yang akan memperebutkannya? Tak ada, bahkan menoleh pun tidak.
Apakah Indonesia ingin bernasib serupa? Secara tidak sadar hal itulah sebenarnya yang sedang dilakukan para penguasa negeri ini. Merasa jadi rebutan negara adidaya, semua investasi diterima dengan tangan terbuka. Bahkan tanpa malu menjajakan diri di kancah internasional. Diobral murah pula. Bukankah berbagai fasilitas, kebijakan, sampai pengaturan pembebasan dan keringanan pajak bagi para investor sama dengan mengobral negara?
Apalagi urusannya dengan AS dan China. Semua tahu bahwa kedua negara tersebut sedang adu kekuatan, meski bukan perang fisik melainkan perang dagang. Ketika Indonesia ada di tengah-tengah sudah pasti akan babak belur, sebab dihimpit oleh dua kekuatan dahsyat. Sejatinya, persaingan dagang antara AS dan China adalah politik imperialisme berumpan globalisasi.
Sedangkan globalisasi politik dan ekonomi di sistem kapitalisme hakikatnya adalah penjajahan dalam konteks ekonomi dan Indonesia terperangkap di dalamnya. Indonesia ingin bekerja sama dengan China, bahkan dominasi ekonomi China di Indonesia makin meningkat. Di sisi lain tidak ingin lepas dari AS terbukti dengan banyaknya agen-agen AS yang ada di Indonesia.
Sikap plinplan ini menunjukkan ketakmandirian kebijakan Indonesia hingga akhirnya membuat AS dan China semakin kuat menjajah Indonesia dalam konteks politik maupun ekonomi.
Akhirnya Indonesia menjadi tempat rebutan persaingan dalam mengeksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan kedua negara tersebut. Secara politik juga sama, mereka bersaing untuk menempatkan agen-agennya agar setiap kebijakan ekonomi maupun politik menguntungkan China maupun AS.
Imbasnya, Indonesia hancur. AS tetap mempertahankan dominasi tambang emas di Freeport, sementara tambang-tambang baru dikuasai China. Inilah akibat negara yang dipimpin oleh pemimpin yang tidak memiliki karakter kemandirian. Dia lupa bahwa kepemimpinannya harus dipertanggungjawabkan di dunia kepada rakyat yang dipimpinnya dan di akhirat kepada Allah SWT.
Rasulullah Saw. bersabda sebagaimana yang dituturkan oleh Ibnu ’Umar, “Setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang amir (kepala pemerintahan) adalah pemimpin bagi rakyatnya, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya; seorang laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya; seorang perempuan adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya dan anak-anaknya yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.….” (HR. Bukhari Muslim).
Sejatinya jika Indonesia ingin lepas dari jeratan ekonomi kapitalisme, baik yang dibawa China maupun AS, maka Indonesia harus bisa mandiri dalam mengelola ekonominya. Kemandirian ekonomi itu akan bisa diwujudkan jika Indonesia menerapkan ekonomi Islam.
Jika SDA dikelola dengan sistem ekonomi Islam, kemudian poltik yang diterapkan juga politik Islam, maka dapat dipastikan Indonesia akan keluar dari jerat penjajahan ekonomi kapitalisme China maupun AS.
Hanya saja untuk mewujudkan ke arah itu perlu ada kesadaran politik di tengah masyarakat, sebab perubahan itu akan terwujud hanya jika umat Islam sadar bahwa sekarang ini sedang dijajah politik maupun ekonomi.
Tanpa ada kesadaran itu, maka kita hanya akan menjadi penonton, melihat SDA kita dieksploitasi oleh negara kapitalistis, negara penjajah China dan AS, sementara rakyat hanya mendapatkan kesengsaraan, penderitaan, kelaparan, dan kerusakan SDA yang semakin masif.
Mari kita bersama-sama mewujudkan kemandirian Indonesia dengan menerapkan ekonomi syariah melalui sistem Islam Kaffah dalam naungan Khilafah.
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar