Oleh: Yuni Indawati
Tindakan disiplin berupa mencukur rambut siswa oleh guru di salah satu sekolah sempat viral di media sosial. Pro dan kontra pun bermunculan. Menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Daerah, Bali Made Ariasa, penegakan disiplin atas sebuah aturan tata tertib, diwajibkan untuk dilakukan. Sekolah dan guru adalah pemeran penting dalam penegakan disiplin atas siswanya.
Namun, penegakan hukum tersebut kini harus ada syaratnya, yaitu aturan tersebut harus tertuang secara tertulis dalam tata tertib sekolah yang memiliki landasan hukum, termasuk jenis hukuman yang akan dilakukan saat ada pelanggaran.
Faktanya saat ini, guru dituntut kreatif demi siswa, dan sering kali ditekan untuk menanamkan berbagai karakter yang baik, tetapi siswa dibiarkan liar terkontaminasi berbagai pikiran dan pola hidup di luar sekolah. Saat ada pelanggaran, penerapan disiplin oleh guru dianggap sebagai kekerasan atau melanggar hak kebebasan siswa.
Inilah model pembelajaran liberalis, membiarkan kebebasan berperilaku hingga menggempur kehidupan siswa. Ini benar-benar telah menyita waktu guru, sehingga tenaga mereka terkuras untuk menyelesaikan banyak sekali persoalan siswa. Serba salah perannya, menjadi objek salah-salahan para wali siswa ketika mendapati anaknya tidak seuai keinginan. Padahal guru sudah semaksimal mungkin mendidik dan membimbing mereka menjadi generasi berbudi.
Di sisi lain, negara juga belum mampu memberikan penguatan yang paripurna bagi guru, yaitu penguatan ketakwaan, dan pembentukan kepribadian Islam bagi guru, agar bisa menjadi seorang pendidik yang mulia, program guru penggerak itu lebih berorientasi pada ilmu yang mempelajari pendidikan, cara mengajar, strategi mengajar, pemahaman dan pembimbingan yang sekuleris, sehingga hasilnya masih minim dalam menghadapi berbagai persoalan siswa.
Maka di sinilah urgensi kehadiran sistem pendidikan sahih, yaitu sistem yang menghimpun paradigma pendidikan yang sahih, kurikulum yang sahih, hingga peran negara yang sahih, sehingga seluruh penerapan pendidikan berjalan dengan baik.
Wallahua'lam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar