Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Pilkada telah usai, saatnya menanti realisasi janji saat kampanye. Berbagai angin surga dihembuskan termasuk bagi Gen Z, sebab aspirasi Gen Z saat pemilu melebihi keuntungan tambang emas. Meski pada kenyataannya banyak Gen Z yang tidak peduli. Hanya sebagian kecil saja yang terlibat dalam pesta yang katanya bagi rakyat. Sebagian besarnya disibukkan dengan dunianya dan segudang persoalan yang menghinggapinya.
Begitupun yang dialami Gee mahasiswa semester tiga di salah satu Universitas ternama di Bandung, Jawa Barat. Ketika para politikus mencoba merayunya, dengan berat dia mengatakan masih banyak hal penting yang harus dia pikirkan daripada memikirkan siapa calon Gubernur atau Bupati yang akan dipilih, toh nantinya mereka tidak akan memikirkan apalagi memberikan solusi atas masalahnya kini.
Mahalnya biaya kuliah, kost, biaya hidup di perantauan (uang saku, uang makan, transport, dll). Belum tugas kuliah yang menumpuk. Secara banyak dosen yang hanya memberi tugas, membuat kliping, makalah, resume, dll yang terkadang tanpa masuk kelas atau memberikan arahan terlebih dahulu. Apalagi sekarang di penghujung semester, harus siap pula menghadapi UAS.
Hal ini diperparah dengan kenyataan pahit, bahwa tempat dia bekerja di sela kesibukan kuliah tidak akan memperpanjang lagi kontraknya dikarenakan mengalami krisis pailit. Barang yang diproduksinya kurang laku karena banyak saingan dan krisis deflasi menyebabkan gulung tikar. Mau tidak mau dalam waktu tidak lama lagi harus menghadapi badai PHK.Tentu saja nasib serupa bukan hanya menimpa Gee tetapi banyak lagi Gen Z bahkan yang nasibnya lebih buruk pun jumlahnya tidak sedikit.
Menurut laporan dari Oxfam, 10% populasi dunia menguasai sekitar 90% dari total kekayaan dunia. Sebaliknya, 90% penduduk dunia memperebutkan 10%-nya. Inilah pangkal malapetaka dan sumber konflik sosial karena 90% penduduk akan sikut-sikutan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, alih-alih berupaya mendistribusikan harta dari yang kaya kepada yang miskin, sistem ekonomi kapitalisme malah makin mengeksploitasi si miskin.
Tingginya angka pengangguran dan rendahnya pendapatan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok, terjadi pada berbagai kelompok umur, termasuk Gen Z. Problem pengangguran sesungguhnya kompleks. Selain karena faktor ekonomi global, kondisi lapangan kerja yang sebagian besar bertumpu pada swasta juga menjadi penyebab maraknya pengangguran hari ini. Mirisnya, pemerintah cenderung lepas tangan menyelesaikan hal ini. Mirisnya, pemerintah justru masih memberi ruang bagi masuknya tenaga kerja asing (TKA) ke dalam negeri.
Berbeda dengan sistem Islam. Para pemimpin tidak akan mengumbar janji palsu sebagimana saat ini. Para pemimpin langsung memberikan bukti nyata. Dalam negara Islam, pendidikan sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara sehingga biaya pendidikan tidak dibebankan kepada orang tua atau peserta didik. Tidak akan ada anak yang dipulangkan dari sekolah gara-gara nunggak SPP. Tidak ada pula mahasiswa yang harus menanggung berbagai kesulitan seperti yang dialami Gee dan yang lainnya saat ini. Bahkan dalam negara Islam, peserta didik selain gratis mengenyam pendidikan, juga diberikan uang saku.
Pendidikan dalam sistem Islam dirancang bukan untuk mencetak buruh pemuas Kapitalis. Pendidikan diarahkan agar terlahir generasi pemimpin peradaban. Saat pendidikan dasar difokuskan pada penguatan aqidah Islam. Ketangguhan aqidah yang menancap pada diri setiap anak akan melahirkan ketaatan dan penghambaan hanya kepada Allah SWT. Hal demikian menjadikan generasi semangat dalam mencari ilmu dari pendidikan dasar hingga tinggi.
Tata kelola SDA yang benar dalam negara Islam menjadikan negara tidak hanya berkecukupan, melainkan secara otomatis membuka lapangan pekerjaan bagi para penanggung nafkah. Tidak akan dibiarkan para pencari nafkah kesulitan memenuhi kewajibannya sebab tidak perlu berebut pekerjaan dengan TKA.
Untuk memenuhi kebutuhan berbagai sektor pekerjaan terhadap SDM ahli dan menguasai skill, negara mempersiapkannya melalui pendidikan formal seperti sekolah maupun pendidikan tinggi dengan berbagai jurusan. Negara berperan menyelenggarakan pendidikan formal melalui pelatihan, pembekalan skill, maupun studi banding sebagai upaya untuk mengembangkan pengetahuan yang bermanfaat untuk kemaslahatan rakyat. Hal ini adalah langkah strategis agar negara tidak terus-terusan bergantung pada SDM dari luar. Jikalau menggunakan SDM luar, negara akan memberi gaji sesuai jasa yang mereka berikan. Semua ini tentu membutuhkan penyesuaian mengikuti dinamisasi kehidupan dan perkembangan ekonomi masyarakat global.
Negara memberikan bekal pelatihan dan keterampilan sesuai perkembangan jaman sehingga terlahir pekerja terampil dan profesional, bukan sebagai buruh. Negara juga membiayai berbagai riset yang dilakukan anak bangsa sehingga terlahir para ahli yang berpemikiran cerdas yang memiliki kemampuan cemerlang dalam memajukan negara di kancah internasional.
Demikianlah sistem Islam memanusiakan manusia. Hal demikian akan terwujud lagi apabila sistem demokrasi kapitalisme diganti dengan sistem Islam. Saatnya kita meraih kembali kegemilangan peradaban Islam dengan menegakkan syariat Islam kaffah dalam naungan Khilafah.
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar