Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Usai Pilkada serentak 2024, generasi muda Indonesia bergerak memastikan isu pengendalian konsumsi rokok tidak hanya menjadi janji politik, tetapi diwujudkan dalam kebijakan nyata. Melalui Indonesian Youth Summit on Tobacco Control (IYSTC) ke-3 dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) DPRemaja 3.0, yang diadakan pada 3 Desember 2024, suara anak muda dari berbagai daerah disampaikan langsung kepada pemangku kebijakan nasional. Forum IYSTC dan RDPU DPRemaja ke-3 membuktikan bahwa generasi muda adalah motor penggerak perubahan yang nyata, membawa aspirasi daerah ke tingkat nasional untuk membangun kebijakan pro-kesehatan yang inklusif dan berdampak luas. Rekomendasi kebijakan yang disusun oleh DPRemaja disampaikan kepada pemangku kebijakan lokal dan nasional untuk memperkuat pengendalian rokok hingga ke tingkat daerah.
Ketua Umum IYCTC, Manik Marganamahendra, menyoroti prevalensi perokok anak usia 10–18 tahun yang mencapai 7,4% atau 6 juta anak. Ia juga memaparkan temuan situs www.pilihantanpabeban.id yang mengungkap hanya segelintir politisi terpilih mendukung pengendalian rokok, sementara lebih dari 100 lainnya terafiliasi dengan industri rokok.
“Fakta ini memperparah isu stunting, pengeluaran rumah tangga tidak sehat, dan kemiskinan struktural. Melalui forum ini, kami menunjukkan bahwa anak muda bukan sekadar objek kebijakan, tetapi subjek perubahan,” ujar Manik. (RADARSUMEDANG, 6/12/2024 ).
DPRemaja mengungkap berbagai tantangan seperti warung rokok dekat sekolah, ruang publik yang jadi tempat merokok, hingga budaya lokal yang mempromosikan rokok. Salah satu anggota dari Lampung melaporkan puntung rokok menjadi salah satu sampah terbanyak di ruang olahraga, sedangkan anggota dari Jawa Tengah menunjukkan keberhasilan diversifikasi tanaman non-tembakau bagi petani lokal.
Beberapa tokoh hadir memberikan tanggapan, seperti Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Heryawan, yang menyoroti dampak rokok pada kemiskinan dan stunting. Direktur P2PTM Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, menegaskan pentingnya pengendalian rokok untuk menurunkan angka stunting.
Dukungan juga datang dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, hingga Kementerian Pemuda dan Olahraga, yang mendorong regulasi lebih ketat, penguatan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR), dan kolaborasi lintas sektor.
Acara ditutup dengan deklarasi anak muda yang menyerukan pemerintah untuk melibatkan mereka secara bermakna dalam kebijakan pengendalian rokok. Deklarasi ini menjadi komitmen bersama untuk menciptakan ruang aman dari pengaruh industri rokok demi Indonesia yang lebih sehat dan sejahtera.
Memang benar, walaupun bahayanya tidak bisa disamakan dengan narkoba tapi efek rokok bagi kesehatan juga tidak bisa dipandang remeh, belum lagi efek ketergantungan yang juga bisa membuat pelaku melakukan hal-hal negatif. Di Sumedang beberpa bulan lalu ada remaja yang marah dan membakar pesantren dipicu karena teguran dilarang merokok.
Ada juga orang tua yang mendapat surat panggilan dari sekolah karena anaknya kedapatan merokok di wilayah sekolah. Bahkan demi melakukan aktivitas unfaedah tersebut, mereka rela meninggalkan jam pelajaran. Belum lagi uang yang digunakan untuk membeli rokok banyak diantaranya adalah untuk bayaran sekolah.
Tidak akan ada asap kalau tidak ada api. Mereka beralasan tidak akan merokok kalau rokoknya benar-benar tidak ada. Nyatanya saat ini rokok sangat mudah didapat karena dijual bebas di pasaran. Kalaupun ada larangan, itu hanya sekedar tulisan atau teguran bak tong kosong nyaring bunyinya. Di bungkus rokok sendiri sudah dicantumkan bahayanya, namun tidak menjadikan penikmatnya jera. Yang ada malah semakin candu.
Adanya saling lempar tanggung jawab juga terjadi bukan hanya dari pemerintah kepada masyarakat atau sebaliknya, juga terjadi antar masyarakat itu sendiri bahkan antar individu. Tidak jarang di rumah meskipun tahu bahwa rumah yang sehat itu adalah rumah yang terbebas dari asap rokok, dengan kata lain jika penghuni rumah ada yang merokok maka jangan merokok di dalam rumah atau di tempat ada orang yang tidak merokok, misalnya anak atau istri. Tapi kenyataannya tak jarang malah anak dan istri yang harus pindah ruangan karena si bapak sedang asyik merokok. Dan secara tidak langsung kebiasaan tersebut dicontoh pula oleh anggota keluarga yang lain, anak laki-lakinya atau yang lainnya.
Pernah juga di sebuah kawasan sekolah, pemilik warung didatangi oleh guru sekolah memberikan peringatan agar tidak menjual rokok kepada siswa. Hanya saja yang membuat geli adalah guru sendiri malah merokok di sekolah. Hahaha!
Banyaknya kepentingan juga menjadikan rokok tetap dipertahankan oleh pemerintah dengan alasan demi kesejahteraan petani tembakau dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat dengan adanya pabrik rokok tersebut. Meski alasan sebenarnya adalah tingginya pemasukan negara dari pajak rokok. Jika tidak beralasan demikian, tentu pemerintah tidak akan mempermasalahkan hadirnya rokok ilegal.
Jika ingin benar-benar menyelamatkan generasi dari bahaya rokok, seharusnya pemerintah tidak hanya mengendalikan konsumsi rokok. Yang harus dilakukan adalah mengendalikan produksi rokok.Jika benar demi kesejahteraan petani tembakau dan masyarakat yang selama ini bekerja dalam lingkaran produksi rokok, pemerintah seharusnya memberikan lapangan pekerjaan baru bagi mereka.
Pemerintah juga harus mengendalikan SDA yang nyata-nyata milik rakyat yang selama ini malah dikendalikan oleh swasta lokal, asing, dan aseng. Sebab apa yang dilakukan rakyat semata-mata demi pemenuhan kebutuhan yang selama ini diabaikan pemerintah. Sulitnya lapangan pekerjaan, menjadikan mereka terpaksa melakukan hal demikian.
Pemerintah juga harus menerapkan sistem pendidikan berbasis aqidah Islam agar terlahir generasi yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Dengan demikian tidak akan ada generasi yang menyia-nyiakan waktu dan masa mudanya hanya untuk menghisap rokok apalagi melakukan hal-hal negatif lainnya.
Aturan tegas dari pemerintah juga diperlukan agar tidak ada lagi peredaran rokok di dalam negeri. Tidak ada pula impor rokok. Pemerintah benar-benar mensterilkan negeri dari rokok. Siapa pun tidak boleh ada yang mengambil manfaat dari rokok. Siapa pun!
Hanya saja hal demikian tidak bisa dilakukan jika sistem yang dipakai oleh negeri ini masih sistem demokrasi kapitalisme. Sebab sistem inilah biang dari berbagai masalah termasuk menjamurnya perokok bocil. Sistem yang sesuai dengan program kerja di atas hanyalah sistem Islam. Sebab sistem Islam berasal dari Sang Pencipta dan Pengatur manusia. Tidak ada yang lebih mengerti dan mencintai makhluk-Nya selain dari penciptanya.
Dengan hadirnya negara yang menerapkan sistem Islam akan menjalankan aturan berupa hukum syara yang berasal dari Allah SWT. maka akan tercipta suasana masyarakat serta individu yang juga taat syariat. Hal demikian akan menjadikan mereka memanfaatkan waktu, usia, dan harta mereka di jalan yang diridhai Allah SWT. Tidak akan ada waktu, usia, dan harta yang dihabiskan untuk menikmati rokok atau memproduksi rokok. Mereka senantiasa ingat dan benar-benar menjalankan apa yang ada di dalam Al-Quran dan Sunnah.
Sebagaimana firman Allah SWT. dalam surat Al-Asr ayat 1-3, yang artinya: "Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali yang beriman dan beramal shalih, serta nasihat menasihati dalam kebenaran dan kesabaran."
Juga nasihat Rasulullah Saw. yang berisi pengingat untuk memanfaatkan lima perkara sebelum datangnya lima keadaan. Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA. Lima perkara yang dimaksud dalam hadis tersebut: Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, Hidupmu sebelum datang kematianmu.
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar