Tipu-tipu Cinta Penipu


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

سَاَ صْرِفُ عَنْ اٰيٰتِيَ الَّذِيْنَ يَتَكَبَّرُوْنَ فِى الْاَ رْضِ بِغَيْرِ الْحَـقِّ ۗ وَاِ نْ يَّرَوْا كُلَّ اٰيَةٍ لَّا يُؤْمِنُوْا بِهَا ۚ وَاِ نْ يَّرَوْا سَبِيْلَ الرُّشْدِ لَا يَتَّخِذُوْهُ سَبِيْلًا ۚ وَّاِنْ يَّرَوْا سَبِيْلَ الْغَيِّ يَتَّخِذُوْهُ سَبِيْلًا ۗ ذٰلِكَ بِاَ نَّهُمْ كَذَّبُوْا بِاٰ يٰتِنَا وَكَا نُوْا عَنْهَا غٰفِلِيْنَ
"Akan Aku palingkan dari tanda-tanda (kekuasaan-Ku) orang-orang yang menyombongkan diri di bumi tanpa alasan yang benar. Kalaupun mereka melihat setiap tanda (kekuasaan-Ku) mereka tetap tidak akan beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak (akan) menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka menempuhnya. Yang demikian adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lengah terhadapnya." (QS. Al-A'raf: 146).

Demikianlah Allah SWT. telah menggambarkan bagaimana orang-orang yang menyombongkan diri. Mereka enggan memakai aturan Allah SWT. Sebagaimana fenomena tengil yang terjadi pada suasana pilkada tahun ini. Colon pemilih dan calon yang dipilih melakukan tipu-tipu. Rakyat merasa bosan selalu ditipu setiap kampanye, selalu mendapat janji-janji palsu. itulah sebabnya mereka menipu balik dengan berpura-pura mendukung setiap calon yang berkampanye. Pintarnya lagi, mereka kompakan bongkar pasang atribut kampanye sesuai dengan calon yang akan berkampanye pada hari itu. Mereka setia menunggu calon di pinggir-pinggir jalan sambil memakai baju senada dengan calon. Walau bukan baju calon, yang penting warna sama.

Tak kalah pintar. Calon pun melakukan trik yang lebih menipu. Mereka juga tahu akan keberadaan simpatisan bayangan yang hanya mengharapkan bayaran, bukan pendukung asli. Mereka melambaikan tangan sambil mengumbar senyuman. Seluruh simpatisan bayangan disuruh berjajar kemudian berfoto bersama calon untuk menggentarkan lawan dan menunjukkan seberapa besar pasukannya. Setelah itu asistennya membagikan barang seharga tak seberapa. Bahkan ada yang hanya dibayar dengan ucaman, "Terimakasih!".

Usut punya usut ternyata yang melakukan penipuan bukan hanya calon dan simpatisan bayangan. Bahkan adanya simpatisan bayangan karena ada trik tipuan dari simpatisan asli. Asli malak, hehe! Soalnya mereka dituntut oleh calon untuk merekrut orang sebanyak-banyaknya agar mau mendukung calon yang dijagokannya. 

Contoh kecil yang terjadi di Kecamatan Wado, Sumedang. Seorang ibu mengeluhkan dia telah berobat ke Puskesmas karena asam lambung naik akibat menahan lapar dan kelelahan sehabis ikut kampanye salah satu calon bupati. Dia diiming-imingi akan diberi sembako dan uang tunai yang baginya cukup besar. Dari pagi dia dan banyak warga lainnya menunggu kedatangan sang calon di pinggir jalan. Lelah menunggu, lapar bukannya tidak dirasa, tapi mereka takut ketika pulang dulu ke rumah, calon keburu lewat. Bukan pula tidak ada makanan di sepanjang jalan, ada tapi harus beli. Dan yang tidak ada adalah uang untuk membeli makanan/jajanan. 

Menjelang petang calon baru datang. Puas cipika-cipiki, obral janji-janji, dll, calon pun pulang. Si asisten memberikan sejumlah uang secara sembunyi-sembunyi kepada simpatisan aspal (asli atau palsu sih?) yang berhasil membawa banyak masa. Sementara si ibu tadi dan warga lainnya hanya mendapatkan satu saset kopi instan dan kue. Jika dihitung-hitung ada lah harga kesemuanya Rp4 ribu. Ambyar!

Tapi eh tapi! Mereka tidak kapok. Beberapa hari kemudian mereka kembali mengambil pekerjaan itu dengan calon yang berbeda. Berharap calon yang ini akan memberikan uang atau barang yang lebih banyak. Dapat dipastikan apa yang terjadi, lagi-lagi ambyar. Kecewa kebangetan!

Mereka rela melakukan itu karena sulitnya mencari uang. Mereka berharap dengan menjadi simpatisan akan mendapat uang atau sekedar sembako. Mereka tidak memikirkan akibat perbuatannya itu akan berdampak besar bagi kehidupan mereka hingga lima tahun mendatang. Mereka tidak sadar kesulitan yang mereka rasakan adalah akibat dari salah memilih pemimpin dan salah memilih sistem ideologis.

Lucu! Tak punya malu, bahkan memalukan! Apa sebenarnya yang dicari? Pemilu yang selama ini dianggap sebagai pesta rakyat nyatanya pesta di atas penderitaan rakyat. Suara rakyat diperebutkan bak daun pisang dikala hujan. Sehabis hujan reda, maka daun pisang dihempaskan begitu saja. Plesetan Sunda mengatakan, beda calon penguasa dengan pil KB adalah kalau pil KB ketika lupa (makan) maka jadi (hamil), kalau calon penguasa ketika jadi (penguasa) maka lupa (kepada rakyat).

Jadi ragu, apakah ini yang suka digembar-gembor penodaan terhadap demokrasi atau malah noda yang dibawa demokrasi? Secara, jika memang hanya penodaan, tentu tidak dari awal lahirnya bernoda. Tengoklah sejarah Indonesia ketika diputuskan tidak akan memakai syariat Islam, dan malah memakai demokrasi Pancasila hasil karangan sang proklamator ketika berteduh di sebuah pohon. 

Sejak saat itu Indonesia hanya merdeka dari penjajahan fisik, sebab hukum dan ideologi yang dipakai adalah warisan penjajah Belanda, yaitu demokrasi kapitalisme. Rakyat dijajah oleh penguasa, diperas hartanya melalui berbagai pajak, dirampas kekayaan alamnya oleh asing dan aseng, diusir dari tanah kelahirannya dengan alasan demi pembangunan yang pada kenyataannya pembangunan tersebut lagi-lagi bukan untuk rakyat, melainkan untuk kepentingan oligarki.

Indonesia pernah dipimpin oleh seorang nasionalis, tapi kecintaannya kepada negeri tidak bisa membangkitkan rakyat dari keterpurukan pasca penjajahan fisik. Indonesia juga pernah dipimpin oleh seorang profesor, tapi kepandaiannya tidak bisa mencerdaskan anak bangsa. Indonesia pernah dipimpin oleh seorang ahli militer, tapi keahliannya tidak bisa menjaga SDA dan SDM dari penguasaan aseng dan asing. Indonesia pernah dipimpin oleh seorang perempuan, tapi tidak bisa menjadikan perempuan Indonesia mulia akhlak dan kepribadiannya. Bahkan Indonesia pernah dipimpin oleh seorang ulama, hafidz Qur'an tapi tidak menjadikan pejabat dan rakyatnya bertakwa. 

Hal demikian terjadi bukan hanya di tampuk kekuasaan tertinggi, melainkan merambah sampai kepemimpinan terbawah di pelosok negeri. Semua terjadi secara sistematik, seolah telah terjangkiti wabah penyakit berpandemi. KKN adalah penyakit yang lebih berbahaya dari Covid-19, bahkan penyebaran dan penularannya lebih cepat dan ganas.

Atau coba tengadahkan pandangan jauh ke sana, ke tempat lahirnya demokrasi yang selalu dielu-elukan sebagai pahlawan kebebasan, bahkan kadang dianggap sebagai korban kerakusan orang-orang tamak kekuasaan. Di Amerika Serikat, kebobrokannya lebih parah lagi. Kejahatan dimana-mana. Pengusung HAM tapi dia sendiri sebagai pelanggar HAM tingkat tinggi. Krisis moral hampir berlomba dengan krisis ekonomi dan politik. Apalagi yang mau diharapkan?

Sudah seharusnya rakyat jera. Sudah saatnya bangkit dari keterpurukan. Jika sudah tahu demokrasi seburuk itu, kenapa masih saja dipertahankan? Percuma jika hanya orangnya yang diganti tapi sistemnya yang membuat orang tersebut bak serigala berbulu domba, malah dipakai lagi. Saatnya mengganti sistem demokrasi kapitalisme dengan sistem Islam yang terbukti selama 13 abad mampu menyebarkan rahmat bagi seluruh alam. Bukan janji tapi pasti, bahkan sampai sekarang jejak peradabannya dapat dengan mudah disaksikan.

Sebab dalam sistem Islam pemimpin adalah pelayan rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. dalam beberapa hadis berikut: "Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka." (HR. Abu Nu'aim). “Pemerintah adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR Al-Bukhari).

Rasulullah Saw. bersabda sebagaimana yang dituturkan oleh Ibnu ’Umar, “Setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang amir (kepala pemerintahan) adalah pemimpin bagi rakyatnya, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya; seorang laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya; seorang perempuan adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya dan anak-anaknya yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.….” (HR. Bukhari Muslim).

Pemimpin dalam sistem Islam sangat taat kepada Allah SWT. dan Rasul-Nya. Mereka sangat takut akan azab Allah SWT. jika berbuat dzalim atau tidak amanah. Rasulullah Saw. bersabda, "Tidak seorangpun pemimpin yang menutup pintunya untuk orang yang membutuhkan, orang yang kekurangan, dan orang miskin, kecuali Allah akan menutup pintu langit dari kekurangan, kebutuhan dan kemiskinannya..." (HR At-Tirmidzi, Al Hakim, dan Ahmad).

Rasulullah Saw. bersabda: “Sebaik-baik pemimpin ialah orang-orang yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian, juga yang kalian mendoakan kebaikan untuk mereka dan mereka pun mendoakan kebaikan untuk kalian. Sedangkan seburuk-buruk pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga yang kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (HR Muslim).

Apakah pemimpin saat ini dicintai oleh rakyatnya atau sebaliknya? Bukankah dengan menjadi simpatisan bayangan atau simpatisan abal-abal, apapun namanya menjadi bukti bahwa cintanya adalah palsu? Yakinkah pemimpin yang terpilih dia benar-benar mencintai kita? Bagaimana bisa mencintai rakyatnya, sedang Allah SWT. dan Rasul-Nya pun mereka khianati? Ini juga cinta palsu. Sebab cinta sejati tidak mungkin saling mengkhianti. Dia akan setia kepada yang dicintainya. Seharusnya umat Islam mengubah kondisi tersebut dengan meminta penguasanya menerapkan Islam dalam kehidupan. Kalau bukan kita, siapa lagi. Kalau bukan sekarang, kapan lagi?

Wallahu'alam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar