Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sejatinya diusulkan jadi tersangka sejak 2020. Namun pimpinan KPK saat itu tak mau mentersangkakan Hasto di kasus dugaan suap mantan Komisiaoner KPU Wahyu Setiawan. Dugaan keterlibatan Hasto dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) yang melibatkan buron Harun Masiku ini sudah masuk radar KPK cukup lama. Hal itu diutarakan oleh Mantan penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Novel menerangkan pimpinan KPK saat itu tidak melakukan kewajiban yang semestinya dilakukan, sebab ingin menangkap Harun Masiku terlebih dahulu, padahal sudah ada bukti untuk menjerat Hasto. Pimpinan KPK yang menjabat saat itu Firli Bahuri dkk.
"Padahal seingat saya bahwa sejak awal tahun 2020 waktu OTT sudah diusulkan oleh penyidik untuk Hasto berdasarkan bukti-bukti bisa menjadi tersangka. Menurut saya semua kasus mesti diproses apa adanya, karena ketika tidak diproses dengan apa adanya oleh pimpinan KPK sebelumnya maka yang terjadi seperti sekarang yaitu menjadi persepsi seolah ada kepentingan politik," kata Novel kepada wartawan, Selasa (detik online, 24/12/2024).
Hasto sendiri ditetapkan jadi tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan bernomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024. Hasto dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Tipikor.
KPK juga menetapkan Hasto sebagai tersangka perintangan penyidikan dalam upaya penangkapan Harun Masiku. Penetapan tersangka itu berdasarkan surat perintah penyidikan nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024. Ketua KPK Setyo Budiyanto menjabarkan peran krusial Hasto dalam skandal suap tersebut.
"Perbuatan saudara HK bersama-sama saudara HM dan kawan-kawan dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan dan Agus Setiani. Yang pertama, HK menempatkan HM pada dapil 1 Sumsel padahal HM berasal dari Sulawesi Selatan tepatnya dari Toraja," kata Setyo.
Hasto sendiri akhirnya angkat bicara menanggapi langkah KPK. Ia memahami apa yang dialaminya saat ini merupakan risiko yang harus dihadapi ketika mengkritisi kemunduran demokrasi. Hasto bahkan menganggap masuk penjara merupakan bagian dari pengorbanan dan cita-cita. Ia mengungkap adanya upaya untuk merongrong partainya.
Sebagai tandingan dan upaya pembelaan diri, Hasto telah membuat puluhan video terkait dugaan skandal korupsi yang akan menggemparkan publik dan mengubah peta pemberantasan korupsi di Tanah Air.
Namun menurut Ketua Umum Relawan Persatuan Nasional Ikhyar Velayati, hal tersebut seperti menepuk air didulang terpercik muka sendiri.
“Justru video ini yang ditunggu masyarakat, jika video ini datanya memang benar, maka ini seperti menepuk air didulang, Terpercik Muka sendiri, artinya selama ini Pak Hasto mengetahui ada dugaan peristiwa pidana tetapi beliau menyembunyikan dan menutupi informasi tersebut dari aparat hukum,” jelas Ikhyar di Medan, Jumat (27/12/2024).
Ikhyar menambahkan, ”orang yang mengetahui dugaan tindak pidana tetapi tidak melaporkannya ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, kemungkinan orang tersebut termasuk dalam kategori sebagai saksi atau kemungkinan orang tersebut ikut terlibat dalam tindak pidana. Apalagi selama ini publik mengetahui hampir sepuluh tahun Hasto dan PDIP merupakan tokoh dan Partai yang berkuasa di era pemerintahan Jokowi, kok baru sekarang bikin videonya, selama ini kemana aja," (Berdikari Online, 28/12/2024).
Demikianlah, sistem demokrasi kapitalisme yang menuhankan materi dan menjauhkan agama dari kehidupan menjadikan hal tersebut wajar adanya, dan pasti akan terjadi. Saling serang, saling menyalahkan. Tidak ada kawan sejati, tidak ada lawan sejati, yang ada hanya kepentingan sejati. Demi mencapai kepentingan, kawan bisa jadi lawan. Begitupun sebaliknya. Semua mengaku sebagai pahlawan demokrasi. Semua ingin terlihat sebagai pro rakyat, meski sebenarnya rakyat hanya digunakan sebagai tumbal.
Semua ketimpangan yang terjadi hampir di seluruh aspek kehidupan menggambarkan betapa lemahnya sistem demokrasi kapitalisme. Baru satu abad menguasai dunia tetapi tidak pernah sekalipun berjaya secara sempurna. Semua penuh manipulasi.
Seorang profesor pernah mengatakan, ketika masuk dalam kubangan demokrasi, malaikat sekalipun akan berubah menjadi iblis. Dan sang profesor pun mengalaminya sendiri. Saat masuk ke dalamnya, dia tidak bisa melihat mana yang benar-benar benar dan mana yang benar-benar salah. Yang terlihat tiba-tiba saja apa yang dilakukannya adalah benar, dan apa yang dilakukan lawan politiknya adalah salah.
Terlepas dari perebutan kebenaran yang terjadi dalam penggalan peristiwa di atas, satu hal yang pasti bahwa kedua kubu sama-sama mencari pembenaran bukan kebenaran. Sebab demikianlah watak asli pengusung demokrasi kapitalisme. Semua salah jika sudah di bawah, dan akan semakin terpuruk. Begitupun sebaliknya, semua benar jika sedang di atas, dan akan semakin melambung tinggi.
Sebab itulah demokrasi bisa dipahami bahkan secara sederhana, yaitu kedaulatan di tangan manusia. Artinya manusialah yang memiliki otoritas membuat hukum. Padahal aqidah mereka mengajarkan: "Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah."
Allah SWT. berfirman:
قُلْ اِنِّيْ عَلٰى بَيِّنَةٍ مِّنْ رَّبِّيْ وَكَذَّبْتُمْ بِهٖ ۗ مَا عِنْدِيْ مَا تَسْتَعْجِلُوْنَ بِهٖ ۗ اِنِ الْحُكْمُ اِلَّا لِلّٰهِ ۗ يَقُصُّ الْحَـقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفٰصِلِيْنَ
"Katakanlah (Muhammad), "Aku (berada) di atas keterangan yang nyata (Al-Qur'an) dari Tuhanku sedang kamu mendustakannya. Bukanlah kewenanganku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik." (QS. Al-An'am: 57).
Sistem sekuler demokrasi telah memberikan kewenangan kepada manusia untuk membuat aturan sesuai kehendaknya, padahal manusia itu serba lemah dan terbatas. Tidak aneh jika aturan yang dibuat oleh manusia ini subjektif sifatnya, menguntungkan pihak yang satu dan merugikan pihak lainnya. Siapa yang kuat, ialah yang akan menang, tanpa melihat aturan itu benar atau salah. Ketika aturan yang dibuat itu dinilai sudah tidak menguntungkan atau ada protes dari rakyatnya karena dianggap tidak adil atau tidak berpihak kepada rakyat, misalnya, aturan tersebut bisa saja diganti atau diubah.
Sudah sangat jelas bahwa aturan buatan manusia tidak baku, tidak tetap, bisa berubah-ubah sesuai kehendaknya. Jika demikian halnya, aturan yang lahir dalam sistem sekuler ini tidak akan memberi kebaikan sedikit pun bagi rakyat, terlebih lagi bagi umat Islam. Bisa dipastikan akan makin menjauhkan umat dari aturan Islam. Ini karena Islam mengharuskan umatnya untuk tunduk dan patuh kepada aturan yang datang dari Allah SWT. saja dan tidak memberi hak membuat hukum kepada manusia.
Berbeda dengan sistem Islam. Negara yang dibangun berdasarkan sistem Islam mewajibkan penguasa dan rakyatnya taat menjalankan syari'at Islam. Penguasa akan mengayomi, menjaga, dan bertanggung jawab penuh atas rakyatnya semata-mata mencari ridha Allah SWT. Demikian pula rakyatnya akan senantiasa beramal ma'ruf nahi mungkar termasuk terhadap penguasanya sebagai bentuk kasih sayangnya juga ketaatannya terhadap Allah SWT.
Jika salah, maka mengaku salah dan segera bertaubat serta menerima semua konsekuensinya. Begitupun jika benar, maka bisa melakukan pembelaan dimana pembelaan tersebut bukanlah upaya "cuci tangan".
Penegakkan hukum pun tidak berbelit-belit seperti saat ini, sebab semua peraturan telah jelas termaktub dalam Al-Quran, dan Sunnah yang keberadaannya tidak bisa diubah-ubah mengikuti nafsu manusia. Dengan begitu tidak akan ada yang terzalimi atau yang menzalimi.
Rakyat sudah jengah dengan berbagai retorika yang disuguhkan para elit politik tanah air. Sudah saatnya bersiap sedia menyambut fajar yang sebentar lagi menyingsing menggantikan pekatnya sistem busuk kapitalisme. Mari bersama-sama kita hentikan mimpi buruk yang diperankan para pembela demokrasi. Segera terjaga dan jadilah pembawa perubahan ke arah cahaya kegemilangan Islam.
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar