Oleh: Saffana Afra (Aktivis Mahasiswa)
Pendidikan seharusnya merupakan hak dasar bagi setiap warga negara. Oleh karena itu, seharusnya pula negara menjadi pelindung utama yang menjamin agar hak ini mampu terwujud dengan baik. Namun, di sistem hari ini, kenyataan menunjukkan bahwa pendidikan justru sering kali menjadi komoditas yang hanya bisa diakses oleh mereka yang memiliki sumber daya ekonomi. Salah satu kasus terkini yang mengungkapkan realitas ini adalah insiden yang melibatkan seorang siswa SD berinisial MA yang dihukum untuk belajar di lantai karena keterlambatan membayar uang sekolah. MA dihukum duduk di lantai karena terlambat membayar uang SPP selama 3 bulan dengan total biaya Rp 180.000. Salah satu penyebab tunggakan tersebut adalah karena dana Program Indonesia Pintar (PIP) di tahun akhir 2024 belum cair (nasional.kompas.com).
Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa dalam sistem kapitalisme, pendidikan tidak lagi dianggap sebagai layanan publik yang wajib disediakan oleh negara, melainkan sebagai sektor yang dapat menguntungkan pihak-pihak tertentu, terutama sektor swasta. Dalam konteks ini, pendidikan menjadi barang dagangan yang dapat diperdagangkan dan diperjualbelikan, sementara hak dasar setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang layak sering kali terabaikan.
Sistem kapitalisme, dengan segala dinamikanya, sangat bergantung pada pasar dan keuntungan. Dalam sistem ini, banyak sektor, termasuk pendidikan, diserahkan kepada pihak swasta dengan tujuan untuk menghasilkan keuntungan. Akhirnya terbentuklah sekolah-sekolah swasta dengan biaya tingginya, sementara sekolah negeri yang lebih terjangkau, sering kali kekurangan fasilitas dan sumber daya yang memadai. Akibatnya, sistem pendidikan menjadi eksklusif, hanya dapat diakses oleh mereka yang memiliki cukup dana. Ketimpangan ini dapat memperburuk kesenjangan sosial di masyarakat.
Salah satu dampak negatif dari sistem kapitalisme dalam dunia pendidikan adalah munculnya kesenjangan yang semakin dalam antara siswa dari keluarga kaya dan miskin. Di banyak tempat, terdapat kasus di mana siswa dihukum atau bahkan dikeluarkan dari sekolah karena keterlambatan dalam membayar biaya pendidikan. Ini adalah contoh nyata dari bagaimana pendidikan yang seharusnya menjadi hak, justru dijadikan alasan untuk mendiskriminasi mereka yang kurang mampu. Jika pendidikan benar-benar dapat diakses secara gratis oleh semua siswa, tanpa dibebani dengan biaya yang memberatkan, maka kasus-kasus seperti ini tidak akan terjadi.
Sistem Kapitalisme ini sangat berbeda dengan Islam. Dalam pandangan Islam, pendidikan bukan hanya hak setiap individu, tetapi juga merupakan kewajiban negara untuk menyediakan dan memastikan akses pendidikan yang merata bagi seluruh rakyat. Islam mengajarkan bahwa pendidikan adalah bagian integral dari layanan publik yang harus disediakan oleh negara tanpa memandang latar belakang sosial dan ekonomi warganya. Negara wajib memastikan bahwa setiap individu, baik yang kaya maupun miskin, baik yang cerdas maupun kurang cerdas, memiliki akses yang sama terhadap pendidikan.
Tidak hanya gratis dan merata, tetapi negara juga wajib menyediakan pendidikan yang berkualitas untuk mencetak generasi yang cemerlang, yang sukses dalam keduniawiannya dan sukses pula dalam akhiratnya. Negara bertanggung jawab untuk membiayai seluruh kebutuhan pendidikan, baik itu sarana, prasarana, maupun pengadaan tenaga pendidik yang berkualitas. Dana untuk pembiayaan pendidikan ini bisa diambil dari pos kepemilikan umum, yang mencakup sumber daya yang dimiliki negara seperti kekayaan alam dan kekayaan negara lainnya yang dikelola untuk kepentingan umum. Dengan sistem pendanaan yang kuat, negara dapat menyediakan pendidikan berkualitas yang tidak dibebani oleh biaya tinggi yang membebani individu.
Negara, sebagai pemegang kewajiban, akan memastikan bahwa setiap siswa dapat belajar tanpa khawatir akan kesulitan ekonomi. Selain itu, kualitas pendidikan juga menjadi perhatian utama, di mana negara wajib menyediakan guru-guru yang kompeten dan fasilitas pendidikan yang memadai. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya menjadi sarana untuk memperoleh ilmu, tetapi juga sebagai bentuk perlindungan bagi setiap warga negara untuk mendapatkan haknya dalam mengembangkan potensi diri.
Dengan kebijakan ini, sistem pendidikan di bawah naungan negara yang menjalankan hukum Islam (khilafah) akan mencegah terjadinya ketimpangan akses pendidikan yang selama ini menjadi masalah utama dalam sistem kapitalisme. Tidak ada lagi siswa yang merasa terabaikan karena faktor ekonomi, dan semua individu dapat meraih masa depan yang lebih baik melalui pendidikan yang layak.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar