Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Semester ganjil telah berakhir, waktunya memasuki semester genap sebentar lagi. Itupun jika Uang Kuliah Tunggal (UKT) dibayar, jika tidak? Cuti kuliah yang diambil atau bisa juga dengan berhenti kuliah untuk selamanya. UKT adalah biaya yang dibayarkan mahasiswa setiap semester untuk proses pembelajaran di perguruan tinggi.
Besaran UKT ditentukan berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa, yaitu dengan mempertimbangkan pendapatan orang tua, gaji, tunjangan, luas tanah, dan pengeluaran lainnya. UKT dibagi menjadi beberapa kelompok, mulai dari yang paling rendah hingga yang paling tinggi.
Tujuan UKT adalah untuk meringankan beban biaya pendidikan mahasiswa dan orang tua. Dengan UKT, mahasiswa dari keluarga kurang mampu tetap bisa berkuliah di perguruan tinggi.
Itu teorinya. Pada kenyataannya besaran pilihan UKT tetap saja membebani mahasiswa dan orang tua. Apalagi bagi kalangan menengah dan bawah. Sejumlah uang yang dianggap kecil oleh kalangan atas, tidak demikian yang dirasakan kalangan menengah ke bawah.
Sulitnya memenuhi kebutuhan hidup ditambah PPN naik 12% meskipun teorinya hanya barang mewah dan bagi kalangan atas, kenyataannya dibebankan kembali kepada kalangan menengah ke bawah sebagai konsumen akhir. Lagi-lagi makin terjepit.
Hal demikian yang menjadikan banyak mahasiswa berkuliah sambil bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup selama kuliah juga biaya kuliah. Karena tidak mungkin juga mengandalkan transferan dari orang tua yang juga susah. Bagaimana mau fokus belajar?
Apalagi sistem pendidikan tinggi sekuler tidak dirancang untuk mencetak generasi emas yang memiliki visi peradaban besar, melainkan untuk menghasilkan tenaga kerja murah yang tidak ideologis, tidak kritis, dan apatis terhadap politik.
Akibatnya, pemuda hanya diarahkan untuk mencari solusi praktis dalam jangka pendek, tanpa bekal pemikiran mendalam untuk menyelesaikan persoalan hidup secara fundamental. Bahkan, mereka kerap gagal dalam menghadapi tekanan hidup hingga kehilangan kemampuan untuk bertahan dalam menyelesaikan masalah-masalah mendasar kehidupan. Ini karena sistem kapitalisme tidak dirancang untuk melejitkan potensi generasi muda, melainkan untuk memanfaatkan mereka demi melanggengkan misi ideologi kapitalisme. Bahkan saat ini pendidikan tinggi telah menjadi ladang kapitalisasi yang mengorbankan idealisme demi keuntungan materi.
Berbeda dengan sistem Islam. Pendidikan tinggi dalam naungan Khilafah Islam bertujuan mencetak generasi pemimpin peradaban atau rijalul ghadd. Profil generasi muslim terbaik dibangun dengan fondasi dasar berupa iman dan akidah yang membentuk pola pikir (akliah) dan pola sikap (nafsiah) yang berlandaskan Islam.
Allah SWT. berfirman:
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَا فُوْا عَلَيْهِمْ ۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوا قَوْلًا سَدِيْدًا
"Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar." (QS. An-Nisa': 9).
Dalam sistem pendidikan tinggi Islam, ilmu pengetahuan diarahkan untuk membentuk individu yang memahami tugasnya sebagai khalifah di muka bumi sesuai sabda Rasulullah Saw. riwayat Ahmad, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”
Pendidikan dalam sistem Islam bukan sekadar alat untuk mencari nafkah, tetapi jalan menuju kebangkitan peradaban. Dengan ilmu yang bersumber dari wahyu, pemuda muslim diarahkan untuk menjadi kreator solusi yang rahmatan lil ‘alamin. Tampaklah, sistem pendidikan Islam mencetak generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter mulia, siap menjadi pilar peradaban emas di masa depan.
Khilafah sebagai sistem pemerintahan dalam sistem Islam menjamin kebutuhan pokok masyarakat termasuk pendidikan sehingga pendidikan dapat dinikmati secara gratis mulai pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.
Sumber pendapatan negara dalam sistem Islam begitu banyak menjadikan negara mampu membiayai pendidikan sehingga tercetak generasi unggul yang tangguh bervisi iman dan takwa. Tidak hanya gratis, pelajar dan mahasiswa bahkan mendapat uang saku dari negara sehingga mereka dapat fokus belajar.
Dengan penerapan sistem Islam, tidak akan ada mahasiswa yang terhempas cita-citanya karena tidak ada biaya untuk melanjutkan kuliah. Indonesia juga bisa melakukannya asalkan mau menerapkan sistem Islam. Mari bersama-sama kita mewujudkannya dengan mengkaji Islam kaffah bersama kelompok dakwah Islam ideologis.
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar