Dibalik Pemaksaan Toleransi dan Moderasi


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

Dulu aku mengira pengurusan toleransi dan moderasi beragama adalah benar-benar agar tercipta Islam rahmatan lil 'alamin. Agar Indahnya Islam dapat dirasakan oleh semua orang, bukan hanya muslim melainkan non muslim juga. Agar Islam tidak radikal, bengis, keras, dan intoleran. Apalagi ada kata modern berarti lebih inovatif dan canggih sesuai perkembangan jaman.

Tapi ternyata setelah hari ini, aku mikir lagi dan gak lagi-lagi mau dibodohi oleh penjual agama yang selalu berdalih, bukan berdalil. Agama dijadikan alat untuk menipu orang bodoh dan ingin menjadi lebih baik meski tertatih. Ternyata yang didapat adalah pembenaran atas suatu perbuatan yang menyalahi aturan Allah SWT., bukan kebenaran hakiki. Kebenaran yang berasal dari Illahi Rabbi.

Betapa tercengangnya aku mendengar perkataan Menteri Agama Nasaruddin Umar bahwa, nilai jual Indonesia bukan hanya mineral yang dieskpor ke berbagai negara. Ada juga salah satu selling point atau nilai jual Indonesia, yaitu kerukunan. What, nilai jual?!

“Tidak ada negara se-plural Indonesia yang mampu menciptakan kerukunan sedemikian indah. Kita yang sedemikian luas, kepulauan, warna kulit berapa, bahasa berapa, tetapi bisa kompak dalam Bhinneka Tunggal Ika,” ujar Menag di Jakarta, Rabu (18-12-2024).

Ia mengajak untuk melihat di Timur Tengah, etniknya tidak lebih dari empat, Afganistan ada tujuh etnik, tetapi di Indonesia ada 1.500 lebih. Menag menyoroti kondisi di negara-negara kawasan Teluk yang hingga saat ini tidak kunjung lepas dari konflik. Padahal, bahasa mereka sama, peradabannya sama, tetapi tidak bisa kompak.

Inilah watak asli kapitalisme, selalu tertarik dengan perkara yang bisa mendulang cuan. Kerukunan diwujudkan bukan untuk menarik investor dan wisatawan, tetapi karena kerukunan sangat penting bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang aman, tenteram, dan sejahtera.

Dalam konteks bisnis akuntansi dan keuangan, nilai jual adalah harga atau nilai (keuntungan materi) yang dapat diperoleh dari penjualan suatu barang, jasa, atau aset. Makna kerukunan sebagai nilai jual adalah bahwa kerukunan itu disamakan dengan barang atau jasa yang bisa dijual, hingga bisa mendatangkan keuntungan secara materi. Dengan demikian, yang dimaksud kerukunan sebagai nilai jual Indonesia adalah kerukunan di Indonesia akan dijual. Tujuannya untuk menarik para investor dan wisatawan ke negeri ini. 

Sebetulnya jika secara jujur mau dibandingkan dengan Timur Tengah yang terus berkonflik, Indonesia juga demikian. Hanya saja perbedaannya di sana konflik fisik yang dilawan dengan fisik pula sehingga terjadi perang fisik yang tampak nyata terlihat. Sedang di sini, ketika ada konflik fisik seperti KKB di Papua dilawan dengan setengah hati bahkan disebutnya bukan teroris meski jelas suka meneror dan ancaman nyata bagi ketentraman dan kerukunan di sana. 

Dan terlebih lagi sebab Indonesia menghadapi konflik/perang pemikiran dan ekonomi dimana pemikiran para penguasa dibelenggu oleh pemikiran pengusaha swasta, asing, dan Aseng sehingga serakah menguasai SDA. Hal itulah yang akhirnya memaksa penguasa menggadaikan akidah umat hingga kerukunan pun dijual.

Apa benar tidak ada negara se-plural Indonesia yang mampu menciptakan kerukunan sedemikian indah, kecuali Indonesia? Rukun macam apa? Layakkah disebut rukun ketika suatu agama memaksa umat lainnya untuk menjalankan ritual ibadah? Rukun macam apa yang pada kenyataannya mengundang murka Sang Pencipta, Sang Pengatur, Sang Pemilik bumi dan seluruh isinya? Jelas ini hanya kerukunan semu!

Jika ingin tahu kerukunan yang sebenarnya, mari kita tengok sejarah yang kini kian dikaburkan dan dikuburkan oleh orang-orang jahil/bodoh bentukan sistem kapitalisme. Negara itu ialah Daulah Khilafah Islamiah yang mampu menciptakan kerukunan di antara warga negaranya yang multiagama, multiras, multibangsa, selama berabad-abad lamanya. 

Hal itu diakui oleh pemikir berkebangsaan Amerika Serikat Will Durant dalam sebuah bukunya The Story Of Civilization. Durant mengakui keagungan peradaban Islam di era Khilafah, yakni Islam telah menguasai hati ratusan bangsa di berbagai wilayah, seperti Cina, Indonesia, India, Persia, Syam, jazirah Arab, Mesir, Maroko, dan Spanyol. 

Semua agama bisa hidup rukun karena penerapan Islam. Pemeluk tiga agama besar, yakni Islam, Nasrani, dan Yahudi bisa hidup berdampingan secara rukun, damai, dan sejahtera di bawah kekuasaan Khilafah karena penerapan syariat Islam kaffah oleh negara Khilafah yang telah membawa rahmat bagi seluruh umat manusia, bahkan seluruh alam.

Dalam Islam, toleransi kepada nonmuslim dilakukan cukup dengan membiarkan mereka menjalankan ibadah sesuai keyakinan mereka, tidak lebih dari itu. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT.,
Ù„َـكُÙ…ْ دِÙŠْÙ†ُÙƒُÙ…ْ ÙˆَÙ„ِÙŠَ دِÙŠْÙ†ِ
"Untukmu agamamu, dan untukku agamaku." (QS. Al-Kafirun: 6).

Daulah Khilafah akan menjaga akidah umat supaya tetap lurus dan senantiasa terikat dengan hukum-hukum Allah SWT., sehingga toleransi yang dilakukan dipastikan tidak menyimpang dari akidah dan syariat Islam. Alangkah indahnya sistem Islam. Saatnya umat dan bangsa ini benar-benar kembali pada syariat Islam dalam semua aspek kehidupan.Selain karena kewajiban dari Allah SWT. dan Rasul-Nya, menegakkan sistem Islam bukanlah utopia. Sejarah mencatat bagaimana Khilafah Islam selama lebih dari 13 abad berhasil menciptakan kesejahteraan dan keamanan bagi rakyatnya. Mari kita bersama-sama mewujudkannya dengan mengkaji Islam Kaffah bersama kelompok dakwah Islam ideologis.

Wallahua'lam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar