Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dana Desa Mulai Menjamur, Ada Fenomena Apakah Ini?


Oleh : Ummu Hanif Haidar (Pegiat Literasi)

Kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) di Desa Tanggung Kecamatan Campurdarat sudah naik dalam tahap penyidikan. Namun, untuk jumlah kerugian negara atas dugaan tindak pidana ini masih belum diketahui.

Kasi Intelejen Kejari Tulungagung, Amri Rahmanto mengatakan, kini kasus dugaan tipikor di Desa Tanggung Kecamatan Campurdarat telah memasuki tahap penyelidikan. Namun pihaknya masih belum mendapatkan jumlah pasti kerugian negara atas dugaan kasus tipikor tersebut. Sejauh ini pihaknya masih berkoordinasi dengan Inspektorat untuk mengetahui jumlah pasti kerugian negara yang diakibatkan oleh kasus dugaan tipikor tersebut. (radartulungagung.jawapos.com, 13-1-2025) 

Dana desa merupakan salah satu program pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan di tingkat desa. Meskipun program ini memiliki niat baik, ada beberapa faktor yang membuat dana desa rawan terhadap praktik korupsi. Berikut adalah beberapa alasan utama:
1. Meskipun ada regulasi dan mekanisme pengawasan, sering kali pengawasan terhadap pengelolaan dana desa masih lemah. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya sumber daya manusia yang kompeten dalam melakukan pengawasan, serta terbatasnya akses informasi untuk masyarakat mengenai penggunaan dana.

2. Beberapa desa tidak menerapkan prinsip transparansi dalam pengelolaan dana desa. Informasi tentang penggunaan dana dan proyek yang dilaksanakan sering kali tidak diumumkan atau disampaikan kepada publik. Hal ini memudahkan oknum-oknum tertentu untuk melakukan penyelewengan.
Kepala desa dan perangkat desa memiliki wewenang yang besar dalam mengelola dana desa. Jika tidak ada sistem checks and balances yang efektif, peluang untuk menyalahgunakan kekuasaan menjadi lebih besar, termasuk dalam pembuatan laporan keuangan yang tidak akurat.

3. Proses pencairan dan penggunaan dana desa yang kompleks sering kali menyebabkan kebingungan. Ketidakpahaman terhadap prosedur ini dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan praktik korupsi.

4. Dalam beberapa kasus, kontraktor atau pihak ketiga yang terlibat dalam proyek pembangunan desa juga dapat menjadi sumber masalah jika mereka bekerja sama dengan oknum pejabat desa untuk melakukan penyelewengan anggaran.

5. Jika budaya korupsi sudah mendarah daging dalam suatu masyarakat, sangat sulit untuk mengubah pola pikir. Korupsi sering kali dianggap sebagai hal yang bisa diterima atau bahkan alami dalam pengelolaan pemerintahan.

6. Ketidaktegasan dalam penegakan hukum dan sanksi yang ringan bagi pelanggar juga menjadi faktor penyebab. Ketidakjelasan mengenai akibat dari korupsi dapat menciptakan rasa impunitas di kalangan pelaku.

Landasan keimanan kepada Allah Swt. memiliki peranan yang sangat penting dalam mencegah praktik korupsi. Keimanan mengajarkan pentingnya akuntabilitas di akhirat. Seseorang yang meyakini bahwa setiap tindakan, terutama yang melibatkan amanah dan keuangan, akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt., cenderung akan merasa takut untuk melakukan korupsi. Keyakinan ini mendorong individu untuk bersikap jujur dan transparan dalam pengelolaan dana.

Individu yang memiliki iman yang dalam akan berusaha untuk menegakkan nilai-nilai keimanan. Keimanan membantu seseorang dalam mengendalikan hawa nafsu dan dorongan untuk meraih keuntungan pribadi.

Apalagi bila diseru ayat yang mengharamkan korupsi, tentu akan berpikir beribu-ribu kali untuk melakukan korupsi. Salah satu ayat yang menyinggung tentang korupsi (riswah) dalam Al-Qur'an dapat kita temukan dalam surat al-Baqarah ayat 188. Artinya: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu, dengan jalan batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim.”

Selain faktor keimanan yang tertanam dalam diri Individu, perlu adanya sangsi yang tegas bagi para pelaku korupsi. Tindakan korupsi masuk dalam kategori takzir, yaitu uqubat (sanksi-sanksi) yang dijatuhkan atas kemaksiatan yang tidak ada had dan kafarat di dalamnya. Kadar sanksi takzir berada di tangan Khalifah, tetapi boleh diserahkan kepada ijtihad Qadhi.

Muhammad Husain Abdullah dalam Studi Dasar-Dasar Pemikiran Islam menjelaskan jenis-jenis sanksi takzir adalah:
1. Pembunuhan (al-qatl).
2. Jilid (al-jald).
3. Penjara (al-habs).
4. Pengusiran (al-nafyu).
5. Memboikot (al-hijr).
6. Membayar denda (al-gharamah).
7. Melenyapkan harta (itlaf al-mal).
8. Ancaman yang sesungguhnya (at tahdid ush shadiq).
9. Memutuskan nafkah/gaji.
10. Mencela.

Dengan demikian, sanksi takzir bagi koruptor bisa sampai berupa hukuman mati, jika ijtihad Khalifah menentukan demikian. Koruptor juga mendapatkan sanksi sosial berupa pengumuman (tasyhir) dan sanksi ekonomi berupa pemiskinan. (Muslimahnews).

Sungguh mengherankan dalam negara demokrasi adanya amnesti diberikan kepada para koruptor, padahal tindak korupsi adalah extraordinary crime (kejahatan luar biasa). 

Solusi bagi korupsi tidak sebatas pada konteks pengembalian uang hasil korupsi, lantas selesai. Korupsi adalah perkara sistemis yang solusinya juga sistemis. Hanya negara Islam yang menerapkan Islam Kaffah yang mampu memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya. Wallahualam bissawab. []




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar