Gencatan Senjata Bukan Berarti Merdeka


Oleh : Sri Setyowati (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Setelah 15 bulan perang Zionis Yahudi di Gaza yang telah menghancurkan wilayah tersebut dan menewaskan sedikitnya 46.800 warga Palestina di Gaza, akhirnya akan mendapatkan penangguhan. Perjanjian gencatan senjata telah dicapai antara Hamas dan Zionis Yahudi setelah negosiasi yang dimediasi bersama antara Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat di Doha, Qatar. Kesepakatan tersebut diumumkan pada hari Rabu, 15 Januari 2025 akan mulai berlaku pada hari Ahad, 19 Januari 2025 yang mencakup penghentian permusuhan secara bertahap, pembebasan sandera, dan pertukaran tahanan. 

Namun, sejak diumumkannya kesepakatan gencatan senjata, Zionis Yahudi mengabaikan kesepakatan tersebut dengan terus menggempur Gaza hingga menewaskan 101 warga Palestina dan 264 lainnya terluka. Diperkirakan angkanya akan bertambah seiring dengan berlanjutnya serangan. Seperti yang dilansir oleh Turkish Radio and Television Corporation (TRT World), Zionis Yahudi memiliki sejumlah catatan pelanggaran perjanjian gencatan senjata Palestina dan wilayah sekutunya. Yaitu pada 27 November 2024, November 2024, 1 Agustus 2014, 14 November 2012 dan Juni 2008. (viva.co.id, 19/01/2025)

Gencatan senjata memang sedikit membawa kegembiraan dan kelegaan bagi masyarakat Gaza, tetapi tidak berarti aman dari penipuan dan pengkhianatan kaum pengkhianat dan pelanggar perjanjian. Bukan pula berarti merdeka.

Sebenarnya gencatan senjata ini masih meragukan. Banyak pihak menilai pelanggaran perjanjian masih mungkin terjadi, mengingat pihak Zionis Yahudi menerimanya dengan setengah hati. Menteri Keamanan Nasional Zionis Yahudi yang sekaligus pemimpin partai sayap kanan ekstremis Jewish Power (Otzma Yehudit), Itamar Ben-Gvir menolak gencatan senjata yang ditandai dengan melepaskan jabatannya sebagai bentuk protes. Dalam pandangannya, menyepakati gencatan senjata berarti menyerah kepada teror.

Gagasan gencatan senjata ini sudah didorong sejak Mei 2024 oleh Presiden AS Joe Biden atas desakan masyarakat internasional serta situasi yang kian tidak terkendali di Gaza, tetapi pemimpin Netanyahu sebagai pemimpin Zionis Yahudi saat itu bersikeras menolaknya. la malah bersuara lantang akan menghancurkan Hamas hingga ke akarnya dengan terus meningkatkan kadar serangan. Operasi darat pun masif dilancarkan demi keinginan merebut Gaza dan menghancurkan perlawanan.

Zionis Yahudi adalah kaum yang banyak mendustakan, banyak berkhianat, dan banyak berbuat jahat. Pelanggaran terhadap perjanjian merupakan karakteristik yang melekat pada diri mereka di mana pun mereka tinggal.

Allah Swt telah berfirman "Dan mengapa setiap kali mereka mengikat janji, sekelompok mereka melanggarnya? Sedangkan sebagian besar mereka tidak beriman." (QS Al-Baqarah [2]: 100)

Masalah Palestina adalah perampasan tanah dari pemiliknya, bukan konflik wilayah sebagaimana dinarasikan media Barat. Dunia juga tahu fakta bahwa dahulu Palestina adalah tempat pelarian bangsa Yahudi yang terusir dari Eropa dan wilayah lainnya. Mereka dirangkul dengan ramah sebagai sesama manusia. Namun, akhirnya mereka tanpa malu merebut tanah dan harta para penolongnya tersebab hasutan Zionis Yahudi yang berkolaborasi dengan Barat dengan menggunakan narasi-narasi agama. Dan kasus ini terjadi atas rekayasa Barat, khususnya Inggris dan Amerika bersama elite Yahudi yang menyimpan kedengkian atas Islam. Mereka sejak lama ingin merebut kepemimpinan dunia dari umat Islam dan ingin menjajah negeri muslim yang kaya akan sumber daya alam.

Masalah Palestina sejatinya bukan persoalan bangsa Palestina saja, melainkan persoalan umat Islam sedunia yang hari ini berhasil dipecah belah menjadi lebih dari lima puluh negara bangsa. Mereka semua punya kewajiban untuk turut membebaskan Palestina dengan segenap kemampuan, sekaligus melawan Zionis Yahudi beserta negara-negara adidaya yang mendukungnya.

Karena itu solusi yang benar adalah harus sesuai dengan yang ada di dalam Al-Qur'an dan sunah Rasulullah saw. yaitu adanya negara Khilafah yang dipimpin oleh orang saleh. Khalifah sebagai pemimpin kita untuk berjuang dan sekaligus dilindungi. Memerangi musuh-musuh Islam tidak bisa dicapai kaum muslim hanya dengan duduk saja, berdoa dan beretorika, tetapi harus ada tindakan nyata. Harus ada tentara pembebas yang hanya bisa dimobilisasi oleh kekuatan politik adidaya yaitu Khilafah.

Oleh karena itu dibutuhkan adanya kelompok dakwah Islam ideologis yang melakukan upaya penyadaran terhadap umat akan solusi hakiki ini dan mengajak umat untuk berjuang bersama menegakkan Khilafah berdasarkan metode yang mengikuti manhaj dakwah Rasul saw.

Wallahu a'lam bi ash-shawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar